"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Segala hal yang berhubungan dengan Rian sudah diperiksa setiap detailnya dengan cermat oleh staf khusus, begitupun dengan Arin."
"Adakan acara Malam Orang Tua."
"Anda akan datang?"
"Masa pubernya mungkin terlambat. Belum lama, Rian bilang begitu. Di usianya, dia masih butuh perhatian orang tua. Banyak staf yang mengurusnya, jadi entah ada masalah apa. Aku harus tunjukkan perhatianku. Melakukan apapun yang dibutuhkan anaknya adalah peran orang tua."
"Anda luar biasa. Meski sangat sibuk, Anda sangat perhatian pada anak. Saya sungguh kagum."
Hyewon menunjukkan senyumannya, ia mengangkat sebuah cangkir berisi teh yang disajikan di depannya. Menyeruputnya dengan anggun, kemudian kembali menatap wanita yang menjabat sebagai kepala sekolah di sekolah miliknya.
"Tapi Kim Arin." Senyumnya memudar, kontras dengan pembahasan mengenai anak laki-lakinya. "Sudah satu minggu ia tidak mengikuti kelas."
Hui-seon telah melakukan kesalahan besar, ia tidak menyadari jika kalimatnya membuat posisi Arin berada di ujung tebing, satu dorongan lagi akan membawa tubuh Arin melayang jatuh ke jurang yang dalam. Memang terdengar berlebihan, namun ia tidak mengetahui permasalahan internal antara pemilik Jooshin dengan anak perempuannya.
"Apa kau yakin? Setiap pagi, dia selalu berangkat bersama Rian." Bahkan menyebut namanya saja tidak, terlihat jelas perbedaan kedudukan antara Arin dan Rian di mata Hyewon.
"Ya, sejak kemarin aku tidak melihatnya ada di sekolah."
Satu dorongan lagi, Arin jatuh ke dalam jurang. Hui-seon tidak mengerti kenapa wanita di hadapannya bertukar pandangan bersama pria yang tadi memanggilnya. Entah apa sinyal yang diberikan, tetapi sepertinya itu bukanlah suatu hal yang baik namun bukan juga hal buruk.
"Staf dan eksekutif harus hadir. Untuk hadir di sana, batalkan jadwal rapatku di hari itu."
• • •
Ada beberapa hal yang tidak bisa Arin dapatkan saat di rumah, yaitu masakan khas rumahan yang sederhana dan hampir semua orang memakannya, bersantai sambil menonton televisi di ruang tengah ditemani camilan buatan sendiri, kenyamanan saat ia merebahkan kepala di atas pangkuan lalu kepalanya diusap penuh kelembutan dan kasih sayang. Beberapa hal itulah yang sedang Arin rasakan saat ini, selesai sarapan dan membantu Yeongsu membereskan rumah lalu makan siang, kini dirinya tengah berbaring santai dengan paha Yeongsu sebagai bantalan sambil menonton drama yang ditayangkan di televisi, tangan pemuda itu memainkan rambut pendek Arin yang terasa lembut di tangannya.
Ting!
Ponsel milik Arin yang diletakkan di atas meja berdenting, sang pemilik mengambilnya kemudian membaca pesan masuk yang dikirimkan oleh kembarannya.
Kim Rian
|Kau dimana?
|Aku tidak menyadari kau tidak ada di rumah selama dua hari
|Aku mendengarnya dari Ibu
|Kepala sekolah mengatakan kau tidak mengikuti kelas selama seminggu
|Pulang sekarang jika kau tak ingin Samchonmu terlukaRefleks Arin menegakkan tubuhnya. Darimana Rian tahu jika dirinya pergi ke rumah Yeongsu?
Kim Rian
|Aku mendengar semuanya
|Semua yang kau perdebatkan dengan Ibu hari itu
|Saat kau pergi, Ibu memerintahkan seseorang untuk mencari alamat Samchonmu"Sial." Arin berceletuk kecil namun sepertinya Yeongsu mendengarnya, pemuda yang berusia lima tahun lebih tua darinya itu menoleh menatapnya bingung. "Aku harus pulang hari ini, ada sesuatu yang harus aku urus."
Arin beranjak dari tempatnya, ia menoleh sebentar ke arah Yeongsu lalu memeluknya. "Aku tidak akan diam jika mereka menyentuhmu." Selanjutnya ia benar-benar pergi meninggalkan Yeongsu yang terdiam kebingungan.
• • •
"Aku sudah mendapatkan informasi tentangnya, dimana dia tinggal dan dimana dia bekerja." Langkahnya terhenti, kedua tangan di sisi tubuhnya terkepal kuat. "Jika dia membawa pengaruh buruk lagi padamu, kau tahu apa yang akan terjadi pada dirinya, 'kan?"
"Aku tahu sekarang, dialah kelemahanmu, Kim Arin." Spontan tubuhnya berbalik, menatap sang ibu yang tengah membaca sesuatu di tangannya.
"Kim Rian, bukankah dia juga kelemahan Ibu? Jika Ibu berani menyentuh Yeongsu Samchon, aku juga tak akan segan untuk menyentuh Rian, tak peduli meski Rian adalah adikku."
Hyewon mengalihkan pandangannya, tatapannya jatuh pada raut wajah anak perempuannya. "Aku sudah berjanji, aku akan mengungkap semuanya, semua kebusukan yang ada di sini. Dan aku siap menanggung konsekuensinya, entah itu diasingkan atau kehilangan nyawa."
Senyum tipis yang terulas di bibir Hyewon menghilang, wanita itu beranjak dari tempatnya dan berdiri di hadapan sang putri. "Sebelum kau melakukan itu, Ibu akan lebih dulu bertindak. Kau akan kalah jika Ibu adalah orang yang kau tantang, Kim Arin," katanya sambil menyingkirkan poni yang menutup mata kanan Arin.
"Baiklah, lakukan saja. Kita buktikan siapa yang akan menang dan siapa yang akan kalah. Kalau aku kalah, aku akan menuruti semua perkataanmu seumur hidup, tapi jika aku menang..."
Entah sebuah kebetulan atau sesuatu yang memang disengaja. Setiap Arin dan Hyewon bertengkar, selalu ada Rian yang menguping dan memperhatikan keduanya di balik dinding atau rak yang besar. Sampai saat ini Rian masih belum mengerti akar permasalahan mengapa kakak kembar dan ibunya tak pernah berdamai setelah ibunya itu berpisah dengan ayahnya.
Lalu, siapa Yeongsu bagi Arin? Kenapa kembarannya itu lebih memilih laki-laki yang tak jelas asal-usulnya dibanding dirinya yang sudah jelas adalah kembarannya? Sejujurnya itu sangat mengganggu perasaan Rian, seperti ada rasa kecewa dan sakit ketika Arin lebih memilih keselamatan orang lain dibanding dirinya. []
Yuk, sebentar lagi kita menemukan titik terangnya
KAMU SEDANG MEMBACA
Hierarchy
Fanfiction"Aku akan mengungkap semuanya, semua kebusukan yang ada di sini. Dan aku siap menanggung konsekuensinya, entah itu diasingkan atau kehilangan nyawa." Karya asli milik: Chu Hyemi