06

689 106 17
                                    

Sepertinya ucapan Arin tempo hari hanyalah angin lalu, sebab sekarang Woojin tengah menunggunya bersiap di kamar Rian untuk menghadiri pesta pernikahan Takahashi. Woojin duduk di atas ranjang Rian, sementara sang pemilik sibuk merapikan penampilannya di depan cermin.

"Kau sudah melihatnya?" Tanpa ditanya, Woojin langsung paham pertanyaan Rian. "Sudah. Aku tak paham kenapa selera dia begitu buruk," kata Woojin.

"Maksudmu?" Beranjak dari tempatnya, pandangan Woojin dan Rian bertemu lewat pantulan cermin di depan Rian. "Penampilannya terlihat seperti lelaki dewasa, padahal usianya hanya empat tahun lebih tua dari kita."

Gerakan Rian terhenti, ia berbalik menatap mata Woojin bingung. "Usianya baru dua puluh dua dan dia sudah menikah?" tanyanya. Woojin mengangguk, ia kembali membeberkan sebuah fakta pada sahabatnya. "Calon mempelai wanitanya lebih tua, usianya sudah dua puluh lima."


|Dalam hitungan ketiga kau tidak keluar, aku kembali


Woojin buru-buru berdiri, ia bergegas menuju pintu kamar Rian meninggalkan sahabatnya yang berdecih sambil tersenyum miring. "Ayo," kata Woojin sembari merapikan pakaiannya. Gerakannya terhenti ketika pandangannya yang semula menunduk kini lurus ke arah wajah datar Arin setelah mengamati penampilan gadis itu dari bawah. "Cantik. Kau cantik."

Arin tidak menanggapi pujian Woojin, ia berbalik pergi menuju tangga lalu menginjaknya satu persatu. Meski ditinggal, Woojin mampu mengejar Arin dan menyamakan langkahnya, kini keduanya berjalan berdampingan dengan raut wajahnya yang sama-sama datar.

"Kim Arin, ingin pergi kemana?" Pertanyaan ibunya menginterupsi langkahnya, tanpa berbalik Arin menjawab, "Kemanapun aku pergi, kau tidak harus mengetahuinya. Biasanya pun begitu 'kan?"

Mendengar jawaban ketus putrinya, Hyewon tersenyum lebar meski dipaksakan, tentunya demi menjaga penampilannya di hadapan Woojin yang menatap ke arahnya setelah membungkuk hormat. "Kami akan menghadiri pesta pernikahanㅡ" Tak ingin Woojin memberi penjelasan pada ibunya, Arin menarik tangan pemuda itu tanpa berpamitan pada wanita yang diam menatap kepergiannya.

• • •

"Pria yang kau sewa, boleh juga, dimana kau mendapatkannya?" Seorang wanita paruh baya datang mendekat, mengambil minuman yang ada di meja depan Arin lalu berdiri di antara gadis itu dengan Woojin.

"Memangnya dia punya uang untuk menyew seorang pria? Auh maaf, tidak sengaja." Dari arah belakang, muncul seorang wanita muda bergaun glamor namun tak sebanding dengan harga pakaian yang dikenakan Arin.

Woojin hendak membersihkan pakaian Arin yang kotor karena ulah wanita tak ia kenal itu, tetapi wanita paruh baya di sebelahnya menahannya. "Warna merah sangat cocok untukmu, tapi sepertinya ditambah warna kuning tidak begitu buruk."

Arin mengepalkan tangannya, menahan emosinya agar tidak meluap. Ia hanya diam ketika dua gelas berisi minuman berwarna kuning tumpah mengenai dadanya.

"Hai, Arin. Senang bertemu denganmu kembali." Woojin mengenalinya, pemilik suara itu adalah ibu dari mempelai pria yang tengah menggelar pesta.

Suara bising mulai terdengar, tangan Arin semakin mengepal hingga kuku jarinya menusuk telapak tangannya sendiri, ia terdiam dengan tubuhnya yang kaku. Ibu dari mempelai pria itu pergi begitu suaminya memanggilnya. Woojin bingung, sebenarnya apa alasan mengapa Arin direndahkan di depan banyak orang oleh keluarga mempelai pria?

Seluruh atensi teralihkan ketika tamu spesial mulai berbicara. Woojin menatap tamu itu dan Arin secara bergantian, namun akhirnya ia tetap memusatkan perhatiannya pada Arin yang kini jauh lebih kotor. Entah sengaja atau tidak, sepiring kue jatuh tepat di bahu gadis itu.

HierarchyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang