19

227 47 0
                                    

"Kenapa kau melakukannya?"

"Apa?" Arin terlihat tenang menikmati secangkir teh di tangannya. "Ah, kejadian tadi?"

Meletakkan cangkir berwarna krem di meja depannya, Arin menatap Rian yang berdiri di hadapannya. "Bukankah itu yang kau lakukan pada Kang Ha dan Inhan sebelumnya? Menggertak kemudian mengancam mereka."

Kedua tangan Rian mengepal, entah kenapa setiap nama Inhan disebut, ia merasa emosional. "Aku melakukannya karena memiliki alasan."

"Aku juga." Rian mengarahkan sorot tajamnya pada Arin yang tak mengubah ekspresi tenangnya. "Apa alasannu?" sambung Arin.

"Aku tak ingin kau berteman dengan orang-orang yang jelas berbeda dengan kita. Aku tak ingin Jae-iㅡ" Rian menggantung penjelasannya, Arin tersenyum kecil saat melihat raut tegang kembarannya.

"Kau tak ingin Jae-i berteman dengan mereka, bukan? Kenapa?" Pemuda berkemeja putih itu diam, ia tak memiliki alasan yang jelas selain perbedaan level antara mereka dan Kang bersaudara. 

• • •

Pesta perpisahan Jae-i yang Hera adakan berakhir begitu saja, atau mungkin mereka yang memilih pulang lebih awal dibanding teman-teman yang lain. Setelah membuat kegemparan hebat mengenai kembalinya hubungan Rian dan Jae-i serta kasus lelaki yang dijodohkan Jae-i, pesta perpisahan yang Hera buat hancur baginya, ditambah lagi pengakuan Arin yang mengatakan jika gadis itu berkencan dengan Kang Ha.

Kang Ha sendiri berada di salah satu toserba membeli dua cup ramyeon dan dua minuman kaleng, di sebelahnya ada Arin yang tengah melamun sambil menopang dagunya. "Hanya ini yang bisa kubeli." Arin tersentak dari lamunannya saat mendengar suara Kang Ha juga ramyeon di depannya. "Maaf," katanya tiba-tiba.

"Maaf karena aku menarikmu," lanjutnya menjelaskan kata sebelumnya.

"Apakah seperti ini caramu menarik kakakku?" Gerakan tangannya terhenti, Arin menoleh kaku ke arah Kang Ha yang bertanya. "Terkadang aku berpikir, bagaimana caranya bisa berteman baik denganmu. Apakah dia yang lebih dulu mengajakmu atau kau yang mengulurkan tangan ke arahnya?"

Di waktu istirahat makan siang, Arin lebih memilih untuk pergi ke atap lagi. Duduk menyendiri ditemani sebuah buku fiksi dan earphone memutarkan lagu di playlistnya terasa lebih nyaman dibanding berada di ruang yang menyesakkan. Sebungkus roti terulur, kepalanya mendongak untuk melihat siapa yang berani mengganggu waktu tenangnya.

"Aku tak pernah melihatmu bersama teman-temanmu, aku selalu melihatmu di tempat ini di jam dan posisi yang sama."

"Hei, bukankah dia murid beasiswa pindahan itu?"

"Apakah dia tidak tahu siapa yang dia ganggu?"

"Beraninya dia mengganggu waktu Kim Arin."

"Lihatlah, dia bertingkah seperti sudah berteman lama."

"Terima kasih." Lain halnya seperti bisikan orang-orang di sekitarnya, pemuda berdasi biru itu tersenyum saat gadis di depannya menerima roti yang ia berikan.

"Siapa namamu?" tanya Arin tanpa mengalihkan perhatiannya dari buku yang tengah ia baca.

"Kang Inhan, senang berkenalan denganmu." Arin melirik tangan yang terulur tanpa minat, ia menutup buku fiksinya lalu menatap pemuda yang memperkenalkan diri bernama Inhan setelah pemuda itu menarik kembali tangannya.

"Kau tahu? Di sekolah ini ada tempat yang tak boleh didatangi oleh murid lain terutama murid beasiswa sepertimu." Melepas salah satu earphone yang ia gunakan, Arin pun kembali menyambung ucapannya. "Salah satunya adalah tempat ini, karena ini sudah ditandai hanya untukku, bahkan seluruh murid dan guru beserta staf pun tahu."

"Aku yakin, Kim Arin pasti akan mengganti tempat duduk itu."

Bisikan tak mengenakkan kembali terdengar, Inhan yang sempat duduk di salah satu kursi yang ada pun berdiri kemudian beranjak dari tempatnya setelah berpamitan.

"Tempat itu juga yang menjadi tempat terakhir dimana aku menghabiskan waktu berdua bersama Inhan."

Ponsel yang diletakkan di atas meja berdering, Arin melihat nomor salah satu orang kepercayaannya untuk menemani pamannya menghubunginya. Tanpa menunggu lama Arin mengangkat panggilan itu, alih-alih kabar baik, yang ia dapatkan justru sebaliknya.

"Kang Ha, Juwon mengirimkannya padamu, bukan? Aku pun memilikinya. Rian, Jae-i, Woojin, Hera, Yunseok, Bada, Yeji, Chanmin, Seon-u, bahkan Bu Han. Ingin bekerja sama denganku?"

Kang Ha melihatnya, tangan Arin yang memegang ponsel terkenal kuat hingga buku jarinya memutih. Entah apa maksud Arin, tetapi sepertinya ia bisa menangkap jika Arin juga ingin melakukan hal yang sama dengannya.

Apalagi kalau bukan balas dendam. []

HierarchyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang