Bab IV

150 13 0
                                    

"Rombongan dari kerajaan Sunda telah tiba di lapangan Bubat Patih Madhu." ucap penjaga Majapahit.

"Baik, persiapan penyambutan dengan penuh kehormatan saya akan memimpin penyebutan ini." Jawab Patih Madhu.

Patih Madhu bergegas menyambut kedatangan rombongan Kerajaan Sunda di lapangan Bubat.

"Salam hormat, Raja Linggabuana kami merasa terhormat atas kedatangan anda dan rombongan. Silahkan beristirahat sejenak sebelum waktu acara utama dimulai." Ucap Patih Madhu pada Raja Linggabuana.

"Terima kasih atas sambutan hangat ini, Patih Madhu. Kami berharap pernikahan ini dapat mempererat hubungan antara kedua kerajaan." Ujar Putri Dyah Pitaloka.

"Kami juga berharap demikian, Putri Dyah Pitaloka. Mohon maaf, kami harus memastikan semua berjalan lancar. Silahkan nikmati jamuan yang telah disiapkan." Tutur Patih Madhu.

Sementara rombongan Sunda beristirahat, Patih Madhu kembali ke tempat Patih Gajah ajah Mada.

"Mahapatih, rombongan Sunda telah tiba dan sedang beristirahat. Apa langkah selanjutnya?" Ucap Patih Madhu.

"Kita harus memastikan mereka memahami posisi mereka di sini. Ingat ini bukan sekedar pernikahan, tapi simbol tunduknya kerajaan Sunda kepada Majapahit." Ucap Patih Gajah Mada dengan tegas dan sombong.

"Bagaimana cara kita menyampaikan maksud ini tanpa menimbulkan ketegangan?" Patih Madhu bertanya-tanya.

"Aku akan mengatur pertemuan dengan Raja linggabuana. Kita harus membuat mereka paham bahwa pernikahan ini adalah bagian dari upaya untuk menyatukan Nusantara di bawah Majapahit." Tutur Patih Gajah Mada dengan senyum seringai.

Patih Gajah Mada segera bergegas menuju lapangan Bubat dan menghampiri rombongan kerajaan Sunda di tempat peristirahatan.

"Salam hormat Raja Linggabuana. Saya, Gajah Mada, Mahapatih Majapahit, menyambut anda di lapangan Bubat." Ucap Patih Gajah Mada dengan berwibawa.

"Salam hormat, Mahapatih gajah Mada. Kami datang dengan niat baik untuk melaksanakan pernikahan antara putri saya, Dyas Pitaloka, dan Raja Hayam Wuruk." Tutur Raja Linggabuana dengan hormat.

"Kami sangat menghargai niat baik anda, Raja Linggabuana. Namun perlu Anda pahami, bahwa pernikahan ini bukan hanya tentang ikatan keluarga tapi juga simbol penyerahan kerajaan Sunda kepada kerajaan Majapahit." Ungkap Patih Gajah Mada angkuh.

"Mahapatih, kami datang untuk pernikahan, bukan untuk menyerah. Kerajaan Sunda adalah kerajaan yang merdeka dan setara dengan Majapahit." Sahut Raja Linggabuana ia merasa sangat terhina atas ucapan Patih Gajah Mada.

"Jika anda menolak untuk tunduk, maka kita harus mempertimbangkan langkah-langkah lain. Majapahit adalah kekuatan yang berusaha menyatukan Nusantara." Balas Patih Gajah Mada.

"Ini penghinaan terhadap kehormatan kami. Kedatangan kami dengan niat baik, bukan untuk dihinakan!" Tolak Putri Dyah Pitaloka.

"Jika ini sikap Majapahit, kami tidak akan tinggal diam. Pasukan Sunda, siapkan diri kalian!" Sambung Raja Linggabuana.

Terjadi pertempuran antara kerajaan Sunda dengan Majapahit. Sungguh, bukan ini yang mereka harapkan.

"Putriku, aku akan melindungimu sampai titik darah penghabisan." Ucap Raja Linggabuana tersenyum pada Dyah Pitaloka untuk yang terakhir kalinya.

"Ayah, jika kita harus mati di sini, biarlah kita mati dengan kehormatan." Dyah Pitaloka menggenggam erat tangan Raja Linggabuana, ia menangis histeris ketika Raja Linggabuana menghembuskan napas terakhirnya.

Pertempuran di lapangan Bubat menjadi saksi dari sebuah tragedi besar. Banyak bangsawan dan prajurit Sunda gugur, termasuk Raja Linggabuana. Dyah Pitaloka, dalam upaya menjaga kehormatannya, memilih melakukan bela pati atau bunuh diri.

---

"Baginda, hamba membawa berita penting dari lapangan Bubat." Ujar Utusan Istana dengan khawatir.

"Masuklah, cepat sampaikan beritanya. Apa yang terjadi di sana?" Tanya Raja Hayam Wuruk kebingungan.

"Baginda, terjadi pertempuran antara pasukan Majapahit dan rombongan dari Kerajaan Sunda." Ungkap Utusan Istana.

"Apa? Bagaimana bisa terjadi pertempuran? Bukankah mereka datang untuk pernikahan?" Terperanjat Raja Hayam Wuruk terkejut mendengar itu.

"Hamba tidak tahu detailnya, Baginda, tetapi sepertinya ada kesalahpahaman yang menyebabkan konflik ini." Jawab Utusan Istana menundukkan kepalanya.

"Panggil Gajah Mada ke sini segera!" Perintah Raja Hayam Wuruk dengan tegas.

Beberapa saat kemudian, Gajah Mada masuk ke ruangan.

"Baginda, ada apa?" Patih Gajah Mada membungkuk hormat.

"Gajah Mada, aku baru saja mendengar bahwa terjadi pertempuran di Bubat. Apa yang terjadi di sana? Bukankah mereka datang untuk pernikahan?" Ungkap Raja Hayam Wuruk mengerutkan keningnya.

"Baginda, rombongan Sunda menolak untuk tunduk kepada Majapahit. Saya mencoba menjelaskan bahwa pernikahan ini juga merupakan simbol penyerahan diri mereka, tetapi mereka tidak menerima itu." Jawab Patih Gajah Mada.

"Gajah Mada, kita mengundang mereka untuk pernikahan, bukan untuk memulai perang. Kenapa harus ada kekerasan?" Sahut Raja Hayam Wuruk.

"Baginda, ini adalah bagian dari upaya kita untuk menyatukan Nusantara. Kerajaan Sunda harus memahami posisi mereka di bawah kekuasaan Majapahit." Tutur Patih Gajah Mada.

"Tapi tidak dengan cara ini! Banyak darah yang tertumpah. Bagaimana aku bisa menghadapinya? Dyah Pitaloka, Raja Linggabuana... mereka datang dengan niat baik." Pekik Raja Hayam Wuruk, ia merasa tak habis pikir dengan Patih Gajah Mada.

"Baginda, saya hanya melakukan apa yang saya anggap perlu untuk kepentingan Majapahit." Sanggah Patih Gajah Mada.

"Ini adalah bencana. Segera hentikan pertempuran dan pastikan tidak ada lagi darah yang tertumpah. Kita harus menunjukkan bahwa kita masih memiliki kehormatan." Ucap Raja Hayam Wuruk dengan wajah risau.

"Baginda, hamba mendengar bahwa Putri Dyah Pitaloka telah memilih untuk bela pati demi menjaga kehormatan keluarganya." Ungkap Utusan Istana.

"Oh, tidak... ini lebih buruk dari yang kubayangkan. Kita telah kehilangan lebih dari sekadar pertempuran, kita telah kehilangan kepercayaan dan kehormatan. Gajah Mada, kita harus mengatasi dampak dari tragedi ini." Raja Hayam Wuruk terduduk lemas, apa yang harus ia lakukan sekarang?

"Baginda, saya mengerti. Kita akan melakukan segala yang bisa untuk memulihkan keadaan." Tutur Patih Gajah Mada dengan rasa bersalah.

"Mulailah dengan mengirim utusan ke Sunda untuk menyampaikan belasungkawa dan niat baik kita. Kita harus mencoba memperbaiki hubungan ini, meski itu mungkin mustahil." Ucap Raja Hayam Wuruk dengan tatapan kosong.

Raja Hayam Wuruk merasa terpukul dengan tragedi yang terjadi di lapangan Bubat. Kesalahpahaman dan ketegangan politik telah menyebabkan kerugian besar dan menggores hubungan antara Majapahit dan Sunda. Peristiwa ini menjadi pelajaran pahit tentang kehormatan, kebijaksanaan, dan dampak dari ambisi kekuasaan.

Jejak Waktu: Dari Perang Bubat ke Masa DepanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang