Sesampainya di istana Majapahit, Raden Wiratama disambut dengan penuh hormat oleh para pengawal dan pejabat istana. Mereka segera memberitahukan kedatangannya kepada Raja Hayam Wuruk, yang sedang berada di aula istana.
Raden Wiratama memasuki aula dengan langkah mantap. Raja Hayam Wuruk berdiri di hadapannya, diapit oleh para penasihat dan pejabat tinggi, termasuk Priscilla dalam tubuh Dyah Pitaloka.
“Adipati Raden Wiratama, selamat datang kembali,” sapa Raja Hayam Wuruk dengan ramah. “Kami mendengar bahwa Anda membawa kabar penting.”
Raden Wiratama membungkuk hormat di hadapan raja. “Terima kasih, Baginda. Saya datang dengan membawa pesan dari ayah saya, Patih Anepaken, dan seluruh kerajaan Sunda. Dengan hati yang tulus, ayah saya telah memaafkan Majapahit atas segala yang terjadi di masa lalu. Kami berkomitmen untuk mendukung upaya perdamaian ini dengan sepenuh hati.”
Raja Hayam Wuruk tampak terharu dan lega mendengar kabar tersebut. “Ini adalah berita yang sangat menggembirakan, Adipati Raden Wiratama. Kami sangat menghargai keputusan yang bijaksana dan berani dari Patih Anepaken. Dengan ini, kita bisa melangkah lebih jauh dalam membangun hubungan yang damai dan harmonis antara kedua kerajaan.”
Priscilla, dalam tubuh Dyah Pitaloka, merasa lega dan bangga melihat perkembangan ini. Dia tahu bahwa perjalanan mereka menuju perdamaian akhirnya membuahkan hasil.
Raden Wiratama melanjutkan, “Kami juga berterima kasih atas upaya keras yang telah dilakukan oleh Baginda Raja dan seluruh kerajaan Majapahit untuk memperbaiki hubungan ini. Kami berharap bahwa masa depan akan penuh dengan kerjasama dan kemakmuran bagi kita semua.”
Raja Hayam Wuruk mengangguk setuju. “Marilah kita merayakan langkah besar ini menuju perdamaian. Kami akan mengadakan pertemuan besar untuk mempererat hubungan kita dan membahas langkah-langkah konkret untuk memperkuat kerjasama antara Majapahit dan Sunda.”
Pertemuan besar yang diadakan kemudian menjadi simbol penting dari perdamaian yang baru terjalin. Para pemimpin kedua kerajaan duduk bersama, merencanakan masa depan yang penuh harapan dan kemakmuran. Kerjasama dalam bidang perdagangan, pertanian, dan budaya mulai direncanakan dengan antusias.
---
Setelah konspirasi jahat yang melibatkan Patih Madhu terungkap, Raja Hayam Wuruk memutuskan untuk mengadakan sidang terbuka di istana Majapahit. Semua pejabat tinggi kerajaan, termasuk Priscilla dalam tubuh Dyah Pitaloka, serta Adipati Raden Wiratama dan Patih Anepaken, hadir dalam sidang tersebut. Mereka semua ingin melihat keadilan ditegakkan atas tindakan pengkhianatan yang hampir menghancurkan perdamaian antara Majapahit dan Sunda.
Raja Hayam Wuruk duduk di atas takhtanya dengan ekspresi tegas namun bijaksana. "Patih Madhu, engkau telah melakukan tindakan pengkhianatan yang serius terhadap kerajaan ini dan bersekongkol dengan musuh untuk menggagalkan perdamaian yang kita upayakan dengan sungguh-sungguh. Apa yang kau katakan untuk membela dirimu?"
Patih Madhu, yang dibawa ke hadapan raja dengan tangan terikat, menundukkan kepala dan berbicara dengan suara lemah. "Ampuni hamba, Baginda. Hamba tergerak oleh rasa dendam dan kebencian. Hamba menyadari kesalahan hamba dan siap menerima hukuman yang pantas."
Raja Hayam Wuruk menatap Patih Madhu dengan tatapan tajam. "Dendam dan kebencianmu hampir menghancurkan segala yang telah kita upayakan. Namun, aku juga percaya pada keadilan yang seimbang. Pengkhianatanmu tidak hanya melukai kerajaan ini, tetapi juga menghancurkan kepercayaan yang kita bangun."
Setelah mempertimbangkan berbagai aspek, Raja Hayam Wuruk berbicara dengan suara yang tegas namun adil. "Patih Madhu, hukumanmu akan mencerminkan keseriusan kejahatanmu, tetapi juga memberikanmu kesempatan untuk menebus kesalahanmu."
Raja Hayam Wuruk melanjutkan, "Sebagai hukuman atas pengkhianatanmu, engkau akan diasingkan dari kerajaan ini. Namun, bukan pengasingan biasa. Engkau akan dikirim ke desa terpencil di perbatasan kerajaan, di mana engkau harus bekerja keras dan melayani masyarakat setempat. Dengan cara ini, engkau dapat menebus dosa-dosamu dan belajar tentang makna sejati dari pengabdian dan pengampunan."
Sidang terdiam sejenak, dan banyak yang terkejut dengan keputusan tersebut. Namun, ada juga yang melihat kebijaksanaan dalam hukuman itu. Priscilla, dalam tubuh Dyah Pitaloka, merasa lega bahwa hukuman yang diberikan tidak hanya menghukum tetapi juga memberikan peluang untuk perbaikan.
Patih Madhu, dengan air mata penyesalan di matanya, membungkuk dalam-dalam di hadapan Raja Hayam Wuruk. "Hamba berterima kasih, Baginda, atas kesempatan untuk menebus dosa hamba. Hamba berjanji akan bekerja keras dan melayani dengan sepenuh hati."
Dengan hukuman yang telah ditentukan, Patih Madhu dibawa pergi untuk memulai masa pengasingannya. Dia sadar bahwa ini adalah kesempatan terakhirnya untuk menebus kesalahan dan mencari penebusan.
Keputusan Raja Hayam Wuruk untuk memberikan hukuman yang seimbang menunjukkan kebijaksanaan dan kepemimpinan yang adil. Ini tidak hanya menghukum pengkhianatan tetapi juga membuka jalan bagi penyembuhan dan pembelajaran. Kerajaan Majapahit dan Sunda melanjutkan upaya perdamaian mereka dengan hati yang lebih kuat, mengetahui bahwa keadilan telah ditegakkan dan bahwa mereka dapat membangun masa depan yang lebih baik bersama-sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak Waktu: Dari Perang Bubat ke Masa Depan
Ficção Histórica❕ Follow dulu sebelum baca ❕ Cerita perang Bubat adalah sebuah kisah tragis dalam sejarah Majapahit. Perang ini terjadi pada tahun 1357 antara pasukan Kerajaan Majapahit pimpinan Gajah Mada dan pasukan Kerajaan Sunda pimpinan Prabu Maharaja Lingga B...