Bab VI

141 13 0
                                    

Priscilla menutup sebuah buku yang baru saja ia baca, buku itu menceritakan tentang tragedi perang Bubat.

"Kisah yang sangat tragis." Ucap Priscilla sambil berdiri menyimpan buku itu kembali ke raknya.

Priscilla melihat arloji di lengannya jam sudah pukul 17.00, sebaiknya ia bergegas untuk pulang. Ia pun keluar dari perpustakaan umum yang letaknya di alun-alun kota.

Saat di parkiran, ia melihat motornya basah, "yah, hujan. Pasti jalannya licin." Priscilla menghela napas.

Priscilla pun mulai mengendarai motornya dengan sangat hati-hati, saat sudah beberapa kilometer dari perpustakaan umum ada mobil minibus melaju kencang dari lawan arah menuju ke arahnya.

"Ya Tuhan, lindungi lah aku..." Gumam Priscilla dengan ketakutan yang begitu besar.

Brakk

Mobil minibus itu menghantam Priscilla hingga terpental beberapa meter, bukan hanya Priscilla, banyak pengendara lain yang juga menjadi korban.

"Ibu... tolong aku!"

---

Ibu Ratna sibuk di dapur, mempersiapkan makan malam untuk keluarganya, ketika telepon berdering dari meja di sebelahnya. Dengan cepat, ia mengambilnya, tanpa menduga bahwa panggilan tersebut akan mengubah segalanya.

"Halo?" Ibu Ratna menjawab dengan suara yang agak terburu-buru.

"Maaf mengganggu, ini dari rumah sakit," suara di ujung telepon menjawab. "Ini mengenai putri Ibu, Priscilla."

"Ya, saya Ratna," sahutnya, hatinya berdebar keras.

"Priscilla mengalami kecelakaan dan sedang dalam perjalanan ke rumah sakit kami," petugas rumah sakit menyampaikan berita itu dengan tenang.

Ibu Ratna terdiam sejenak, mencoba menelan berita yang tak terduga itu. Air mata mulai mengalir di pipinya. "Baik, saya akan segera ke sana," ucapnya dengan suara serak, mencoba menahan getar dalam hatinya.

"Terima kasih, Ibu Ratna," kata petugas rumah sakit, sebelum mereka berpisah.

Ibu Ratna tiba di rumah sakit dengan hati yang berdebar kencang. Langkahnya terburu-buru menuju ruang tunggu, di mana seorang dokter tampak menunggunya. Dengan jas putih dan ekspresi serius, dokter itu melangkah mendekatinya.

"Dokter, bagaimana kondisi Priscilla?" Ibu Ratna bertanya, suaranya gemetar.

Dokter itu mengangguk, mencoba menenangkan ibu yang penuh kekhawatiran. "Ibu Ratna, kami telah melakukan pemeriksaan awal dan tindakan darurat. Kondisinya stabil untuk saat ini, meskipun cedera di kepalanya cukup serius."

Ibu Ratna mengangguk, mencoba menyerap informasi yang diberikan dokter. "Apa yang harus kami lakukan sekarang? Bagaimana cedera di kepalanya?"

"Dia sedang dalam perawatan intensif di unit ICU. Kami akan terus memantau dan memberitahukan perkembangannya kepada Anda," jelas dokter dengan hati-hati.

"Tolong berikan yang terbaik untuknya," pinta Ibu Ratna dengan penuh harap.

Dokter itu mengangguk lagi. "Kami akan melakukan yang terbaik untuk Priscilla."

Mereka berdua berpisah, dan Ibu Ratna duduk di ruang tunggu rumah sakit, hatinya terusik oleh kekhawatiran yang mendalam, menunggu dengan harapan akan kabar baik dari putrinya yang terbaring di ruang ICU.

---

Dengan hati yang berdebar kencang, Ibu Ratna memasuki ruangan ICU yang terang benderang. Suasana di sana terasa hening, hanya terdengar bunyi peralatan medis yang bekerja dengan halus. Langkahnya terhenti ketika ia melihat Priscilla yang terbaring lemah di tempat tidur ICU, terhubung dengan berbagai alat monitor dan infus.

Wajah Ibu Ratna pucat dan matanya berkaca-kaca saat ia mendekati tempat tidur putrinya. Priscilla terlihat tenang, tetapi tubuhnya terlihat rapuh di antara semua perangkat medis yang menopangnya. Ibu Ratna menaruh tangannya di atas tangan Priscilla dengan lembut, mencoba memberikan kehangatan dan kekuatan dari sentuhan itu.

"Sayangku, ibu di sini," bisiknya dengan suara yang rapuh, mencoba menahan air mata yang ingin tumpah. "Semoga kamu cepat sembuh."

"Tuhan, jangan ambil putriku, aku hanya memiliki nya." Tangisannya tak bisa tertahankan lagi.

Dokter dan perawat yang berjaga di ruangan itu memberi ruang kepada Ibu Ratna untuk berada di samping Priscilla, memberikan mereka waktu yang mereka butuhkan dalam momen yang penuh ketidakpastian ini. Ibu Ratna memandang wajah putrinya dengan penuh kasih sayang, berdoa agar Priscilla bisa pulih dari cobaan yang sedang dihadapinya.

Jejak Waktu: Dari Perang Bubat ke Masa DepanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang