Bab VIII

133 11 1
                                    

Priscilla membuka matanya dan mendapati dirinya berada di ruangan serba putih. Cahaya terang membuatnya sulit melihat sekeliling dengan jelas. Ia merasa bingung dan cemas, bertanya-tanya di mana ia sebenarnya berada.

Tiba-tiba, sesosok wanita anggun muncul di hadapannya. Priscilla mengenalinya sebagai Putri Dyah Pitaloka, namun kali ini ia tampak berbeda—lebih seperti bayangan atau roh. Dyah Pitaloka mendekat, wajahnya penuh dengan ketenangan dan kebijaksanaan.

“Priscilla,” suara Dyah Pitaloka terdengar lembut namun tegas, “aku tahu kau bingung dan takut. Kau terjebak dalam tubuhku bukan tanpa alasan.”

Priscilla, masih terkejut, mencoba berbicara namun suaranya tertahan. Dyah Pitaloka melanjutkan, “Roh kita terhubung oleh takdir. Peristiwa Perang Bubat adalah tragedi besar, dan kau telah dibawa ke masa ini untuk membantu memperbaiki sejarah. Tugasmu adalah membawa perdamaian dan mencegah konflik lebih lanjut. Aku memilihmu karena keberanian dan kebijaksanaanmu.”

Priscilla mendengarkan dengan seksama, perasaannya bercampur antara ketakutan dan rasa tanggung jawab yang besar. “Bagaimana aku bisa melakukan semua itu?” tanyanya pelan.

Dyah Pitaloka tersenyum lembut. “Kau memiliki pengetahuan dari masa depan, dan itu adalah senjatamu yang paling kuat. Gunakanlah dengan bijak. Aku akan membantumu sebisa mungkin, meski hanya sebagai bayangan di sampingmu. Bersama, kita bisa mengubah takdir dan menciptakan perdamaian.”

Dengan kata-kata tersebut, Dyah Pitaloka perlahan menghilang, meninggalkan Priscilla yang kini memiliki pemahaman lebih jelas tentang misinya. Meskipun masih merasa takut, ia juga merasakan kekuatan baru yang muncul dari dalam dirinya. Dengan tekad yang bulat, Priscilla bersumpah untuk memenuhi tugas yang telah diberikan kepadanya, membawa perubahan positif bagi masa lalu dan masa depan.

---

Priscilla dengan wujud Dyah Pitaloka kembali sadar dari masa kritisnya, matanya perlahan terbuka dan ia mendapati dirinya masih berada di istana Majapahit. Rasa sakit di dadanya masih terasa, namun kini lebih terkendali. Saat pandangannya semakin jelas, ia melihat Raja Hayam Wuruk duduk di sampingnya, menggenggam erat tangannya.

Air mata mengalir di wajah raja, namun ada cahaya harapan di matanya. “Dyah, kau kembali,” suaranya penuh kelegaan dan kebahagiaan. Priscilla merasakan hangatnya genggaman tangan sang raja, dan ia tahu bahwa ia tidak sendirian dalam perjuangan ini.

“Raja Hayam Wuruk,” Priscilla berbicara dengan suara lemah namun tegas, mencoba menyesuaikan diri dengan peran barunya sebagai Dyah Pitaloka. “Terima kasih telah menyelamatkanku. Kita harus berbicara tentang masa depan Majapahit dan Sunda. Kita harus menghindari konflik dan mencari perdamaian.”

Raja Hayam Wuruk mengangguk, matanya penuh dengan keteguhan. “Aku setuju, Dyah. Aku tidak ingin melihat lebih banyak penderitaan. Mari kita bekerja sama untuk memastikan perdamaian antara kedua kerajaan kita.”

Priscilla merasa lega mendengar kata-kata raja. Ia menyadari bahwa perjuangannya baru saja dimulai, namun dengan dukungan Raja Hayam Wuruk, ia yakin bisa membawa perubahan. Bersama-sama, mereka bertekad untuk menulis ulang sejarah, menciptakan masa depan yang lebih baik dan damai bagi semua orang.

---

Kabar tentang kembalinya Dyah Pitaloka dari ambang kematian telah menyebar ke seluruh Nusantara, termasuk ke Kerajaan Sunda. Semua orang terkejut dan lega mendengar berita tersebut, banyak yang melihatnya sebagai pertanda harapan baru di tengah tragedi yang baru saja terjadi.

Di Majapahit, Patih Gajah Mada termenung di ruangannya. Pikiran dan hatinya diliputi oleh rasa bersalah yang mendalam atas Perang Bubat. Ia merenungkan setiap keputusan dan tindakan yang telah diambil, menyadari bahwa kesalahpahaman dan ambisi pribadi telah menyebabkan begitu banyak penderitaan.

“Bagaimana bisa aku membiarkan hal ini terjadi?” Gajah Mada bergumam pada dirinya sendiri, wajahnya menunjukkan penyesalan yang mendalam. Ia tahu bahwa Perang Bubat tidak hanya menghancurkan hubungan antara Majapahit dan Sunda, tetapi juga meninggalkan luka yang mendalam di hati banyak orang.

Saat ia termenung, seorang pengawal datang dan memberitahukan bahwa Raja Hayam Wuruk memanggilnya. Dengan berat hati, Patih Gajah Mada menuju ke ruangan raja, siap menghadapi apapun yang akan terjadi.

Di hadapan Raja Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka, Patih Gajah Mada membungkuk dalam-dalam. “Ampun, Baginda. Aku telah membuat kesalahan besar yang menyebabkan banyak penderitaan. Aku siap menerima hukuman apapun yang pantas.”

Raja Hayam Wuruk memandangnya dengan mata penuh penyesalan dan kebijaksanaan. “Gajah Mada, kesalahan telah terjadi, dan kita semua menanggung akibatnya. Namun, yang terpenting sekarang adalah bagaimana kita bisa memperbaiki keadaan ini. Dyah Pitaloka telah kembali kepada kita, dan kita memiliki kesempatan untuk membawa perdamaian.”

Dyah Pitaloka, dengan pandangan penuh keteguhan, menambahkan, “Patih Gajah Mada, kita tidak bisa mengubah masa lalu, tapi kita bisa bekerja sama untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Marilah kita fokus pada perdamaian dan kerjasama antara Majapahit dan Sunda.”

Patih Gajah Mada merasa terharu mendengar kata-kata tersebut. Ia bersumpah untuk menebus kesalahannya dan mendukung segala usaha untuk membawa perdamaian. Dengan semangat baru, ketiganya berkomitmen untuk bekerja bersama, memperbaiki hubungan antara kedua kerajaan dan memastikan bahwa tragedi seperti Perang Bubat tidak akan pernah terjadi lagi.

Jejak Waktu: Dari Perang Bubat ke Masa DepanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang