Penutupan

51 3 0
                                    

Priscilla membuka matanya dan merasakan cahaya terang memenuhi ruangan. Ia merasakan kehangatan dan rasa lega yang mendalam. Dengan perlahan, ia menyadari bahwa ia telah kembali ke masa kini. Ia berada di kamar rumah sakit yang sama tempat ia berbaring sebelumnya. Priscilla menggerakkan tangannya, menyentuh wajahnya, dan merasa bahwa semuanya nyata.

Pintu kamar rumah sakit terbuka perlahan, dan ibunya masuk dengan wajah penuh kekhawatiran. Ketika melihat Priscilla sadar dan terjaga, wajah ibunya langsung berubah menjadi penuh kebahagiaan dan syukur. Air mata kebahagiaan mengalir di pipinya saat ia berlari menuju tempat tidur putrinya.

"Priscilla, sayang! Kamu sudah sadar!" seru ibunya sambil memeluk Priscilla erat-erat.

Priscilla merasakan pelukan hangat ibunya dan membalas pelukan itu dengan erat. "Ibu... aku di sini," katanya dengan suara yang masih lemah.

Ibunya mengangguk, air mata terus mengalir. "Terima kasih Tuhan, kamu telah kembali. Aku sangat khawatir, sayang. Kami semua berdoa agar kamu bisa kembali sadar."

Priscilla tersenyum tipis, merasa sangat bersyukur bisa kembali ke masa kini dan bertemu lagi dengan ibunya. "Aku mengalami banyak hal, Bu... Tapi aku sangat bersyukur bisa kembali ke sini, bersama Ibu."

Ibunya melepaskan pelukan dan menatap wajah Priscilla dengan penuh kasih. "Tidak apa-apa, sayang. Yang penting sekarang kamu sudah kembali dan kita bisa bersama lagi. Aku sangat bahagia kamu selamat."

Mereka berdua berbicara panjang lebar, ibunya menceritakan semua yang terjadi selama Priscilla tidak sadarkan diri, dan Priscilla menceritakan pengalaman aneh dan menakjubkan yang dialaminya. Meski sulit dipercaya, ibunya mendengarkan dengan penuh perhatian, karena yang paling penting baginya adalah Priscilla telah kembali.

Hari itu, ruang kamar rumah sakit dipenuhi dengan kebahagiaan dan rasa syukur. Priscilla menyadari betapa berharganya setiap momen bersama orang yang dicintainya dan bertekad untuk menghargai setiap detik yang ia miliki.

---

Priscilla melangkah dengan penuh semangat menuju kampusnya. Setelah melalui masa pemulihan yang panjang dan penuh tantangan, ia akhirnya bisa kembali ke aktivitas kuliahnya. Namun, perasaan lega itu sedikit terganggu oleh perasaan aneh yang tiba-tiba menyelimuti dirinya. Ia merasa ada sepasang mata yang terus mengawasinya.

Ketika ia menoleh ke arah taman kampus, ia melihat dua pria seusianya duduk di bangku taman. Mereka berdua menatapnya dengan intensitas yang membuat Priscilla merasa tidak nyaman. Namun, yang paling mengejutkan adalah wajah mereka. Kedua pria itu memiliki kemiripan yang mencolok dengan Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada.

Priscilla berhenti sejenak, hatinya berdegup kencang. "Apakah ini mungkin? Apakah mereka benar-benar...?" pikirnya dalam hati. Wajahnya menunjukkan ekspresi campuran antara kebingungan dan keterkejutan.

Salah satu dari pria itu, yang memiliki kemiripan dengan Raja Hayam Wuruk, tersenyum lembut dan menganggukkan kepala sebagai tanda sapaan. Pria yang mirip dengan Patih Gajah Mada tetap menatapnya dengan mata yang tajam, seolah-olah mencoba membaca pikirannya.

Merasa penasaran, Priscilla memutuskan untuk mendekati mereka. "Maaf, apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" tanyanya dengan hati-hati, mencoba untuk tidak menunjukkan rasa gugupnya.

Pria yang mirip dengan Raja Hayam Wuruk tertawa kecil. "Mungkin tidak secara langsung," katanya, "tapi kita memiliki lebih banyak kesamaan daripada yang kau pikirkan."

Priscilla semakin bingung, tetapi juga tertarik. "Apa maksudmu?"

Pria yang mirip dengan Patih Gajah Mada akhirnya berbicara. "Kami tahu siapa kamu, Priscilla. Dan kami tahu tentang perjalananmu ke masa lalu."

Priscilla terdiam, merasa seolah-olah dunia di sekitarnya berhenti sejenak. "Bagaimana kalian bisa tahu tentang itu?" tanyanya dengan suara hampir berbisik.

Pria yang mirip dengan Raja Hayam Wuruk menjawab dengan tenang, "Karena kami adalah keturunan dari orang-orang yang pernah kamu temui di masa lalu. Kami di sini untuk memastikan bahwa cerita itu tidak berakhir di sana. Perkenalkan namaku Raja Mahendra, dia adalah Aryasatya."

Priscilla tidak tahu harus merespon apa. Pikiran dan emosinya bercampur aduk. "Apa yang kalian inginkan dariku?" tanyanya, masih mencoba mencerna informasi yang baru saja ia terima.

Aryasatya menjawab dengan serius, "Kami hanya ingin berbicara dan mendengar ceritamu. Ada banyak hal yang perlu kita pahami, baik dari masa lalu maupun masa kini."

Dengan perasaan campur aduk, Priscilla mengangguk. "Baiklah, kita bisa berbicara," katanya. Mereka bertiga lalu berjalan menuju kafe terdekat, siap untuk memulai percakapan yang akan membuka lembaran baru dalam petualangan hidup Priscilla.

Saat Priscilla dan Mahendra dan Aryasatya sampai di kafe, suasana hangat dan ramah menyambut mereka. Namun, saat Priscilla mengintip arlojinya, ia teringat bahwa seharusnya ia sudah berada di kelas sejarah. Dengan perasaan campur aduk antara penasaran dan tanggung jawab, ia merasa perlu memberitahu mereka.

"Maaf, seharusnya aku sudah berada di kelas sejarah sekarang," katanya dengan berat hati. "Aku tidak bermaksud untuk mengabaikan kalian, tapi aku benar-benar harus pergi. Ini nomor ponselku," Priscilla menyerahkan selembar kertas kecil dengan nomornya tertulis di atasnya. "Hubungi aku kapan saja, aku janji akan menemuimu lagi."

Mahendra menerima nomor tersebut dengan senyuman penuh pengertian. "Tentu, Priscilla. Kami akan menghubungimu," katanya

Priscilla mengangguk dan bergegas keluar dari kafe. Namun, saat ia membuka pintu, langkahnya terhenti. Di depan pintu kafe, berdiri seorang pria yang sangat mirip dengan Adipati Raden Wiratama. Pria itu terlihat bingung, seolah-olah sedang mencari seseorang atau sesuatu.

Priscilla terperangah, hatinya berdebar kencang. "Tidak mungkin," bisiknya kepada dirinya sendiri. Perasaannya yang campur aduk antara kebingungan dan deja vu semakin kuat.

Pria itu menatap Priscilla dengan ekspresi yang sama terkejutnya. "Maaf, apakah kamu Priscilla?" tanyanya dengan suara yang terdengar akrab dan hangat.

Priscilla hanya bisa mengangguk pelan, masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Ya, aku Priscilla. Siapa kamu?"

Pria itu tersenyum. "Namaku Raditya, tapi teman-temanku sering memanggilku Raden. Aku sedang mencari dua teman yang seharusnya menungguku di sini. Mungkin kamu mengenal mereka?"

Priscilla mengangguk perlahan. "Ya, mereka ada di dalam," katanya sambil menoleh ke arah kafe. "Aku baru saja berbicara dengan mereka."

Raditya tersenyum lagi. "Terima kasih. Mungkin kita bisa berbicara lebih banyak nanti. Sepertinya ada banyak hal yang perlu kita ceritakan satu sama lain."

Priscilla mengangguk, merasa ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi. "Ya, aku akan senang berbicara denganmu. Tapi sekarang aku benar-benar harus pergi ke kelas."

Raditya mengangguk penuh pengertian. "Tentu, aku mengerti. Sampai jumpa nanti, Priscilla."

Dengan hati yang masih berdebar, Priscilla meninggalkan kafe dan bergegas menuju kelasnya. Pikiran tentang pertemuan aneh dengan tiga pria yang mirip dengan tokoh-tokoh dari masa lalunya terus berputar di kepalanya. Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Pertanyaan-pertanyaan itu terus menghantuinya sepanjang jalan menuju kelas, tapi ia tahu satu hal pasti: petualangannya belum berakhir, dan ada banyak misteri yang masih harus diungkap.

"Ada apa dengan semua ini?!" Priscilla mengacak-acak rambutnya frustasi.

Jejak Waktu: Dari Perang Bubat ke Masa DepanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang