Sesampainya di istana Majapahit, Raja Hayam Wuruk segera dibawa ke ruang perawatan oleh para tabib kerajaan. Suasana istana yang biasanya tenang berubah menjadi sibuk dan penuh kekhawatiran. Ratu Tribhuwana Tunggadewi segera datang begitu mendengar kabar buruk tentang putranya. Dengan wajah penuh kecemasan, ia segera mencari Dyah Pitaloka untuk mendapatkan penjelasan.
Dyah Pitaloka baru saja turun dari kudanya ketika Ratu Tribhuwana menghampirinya dengan langkah cepat. Matanya menunjukkan campuran kekhawatiran dan kebingungan.
"Dyah Pitaloka, bagaimana ini bisa terjadi? Apa yang sebenarnya terjadi di perjalanan?" tanya Ratu Tribhuwana dengan suara yang bergetar, mencerminkan kekhawatiran seorang ibu.
Dyah Pitaloka mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Yang Mulia, rombongan Baginda Raja diserang secara tiba-tiba saat dalam perjalanan kembali ke Majapahit. Serangan itu sangat mendadak dan terorganisir dengan baik. Kami tidak tahu siapa yang berada di balik serangan itu, tetapi jelas bahwa niat mereka adalah untuk melukai atau bahkan membunuh Raja Hayam Wuruk."
Ratu Tribhuwana tampak semakin cemas. "Apakah ada tanda-tanda siapa yang mungkin bertanggung jawab? Apakah ini mungkin terkait dengan ketegangan yang masih ada antara Majapahit dan Sunda?"
Dyah Pitaloka menggelengkan kepala. "Kami belum tahu pasti, Yang Mulia. Namun, kami menduga bahwa ada pihak yang tidak ingin melihat perdamaian antara kedua kerajaan kita. Mungkin ada pihak yang merasa dirugikan atau memiliki dendam yang belum terselesaikan."
Ratu Tribhuwana menggenggam tangan Dyah Pitaloka dengan erat. "Aku tahu kau juga sangat khawatir, tetapi kita harus tetap kuat dan berpikir jernih. Kita harus menemukan siapa yang bertanggung jawab atas ini dan memastikan bahwa mereka tidak berhasil menghalangi upaya kita untuk perdamaian."
Dyah Pitaloka mengangguk, matanya menunjukkan tekad yang kuat. "Aku akan melakukan apa pun yang diperlukan, Yang Mulia. Kita harus menjaga Baginda Raja dan memastikan bahwa serangan seperti ini tidak terjadi lagi."
Patih Gajah Mada kemudian datang mendekat, setelah memastikan bahwa Raja Hayam Wuruk sudah ditangani oleh para tabib. "Yang Mulia Ratu, kita perlu mengadakan pertemuan segera dengan para penasehat dan komandan. Kita harus memperkuat keamanan dan menyelidiki siapa yang bertanggung jawab atas serangan ini."
Ratu Tribhuwana mengangguk. "Setuju, Patih. Kita tidak boleh membiarkan situasi ini mengganggu kestabilan kerajaan kita. Segera persiapkan pertemuan itu."
Dengan cepat, Patih Gajah Mada memberikan perintah kepada para prajurit dan pelayan untuk mengatur pertemuan. Sementara itu, Dyah Pitaloka tetap berada di dekat Ratu Tribhuwana, berusaha memberikan dukungan dan kekuatan di tengah situasi yang penuh ketidakpastian ini.
Saat malam mulai menjelang, suasana di istana Majapahit tetap dipenuhi dengan kekhawatiran, tetapi juga dengan tekad untuk menghadapi ancaman yang ada dan memastikan keselamatan serta masa depan kerajaan mereka.
---
Setelah para tabib selesai mengobati Raja Hayam Wuruk, Dyah Pitaloka segera menuju ke ruang perawatan untuk memeriksa keadaannya. Hatinya penuh dengan kecemasan dan harapan. Begitu memasuki ruangan, ia melihat Raja Hayam Wuruk terbaring di ranjang, wajahnya pucat namun tampak lebih tenang dibandingkan sebelumnya. Seorang tabib senior menghampirinya dan memberikan laporan singkat tentang kondisi Raja Hayam Wuruk.
"Dyah Pitaloka, kami telah melakukan yang terbaik untuk menghentikan pendarahan dan menstabilkan kondisinya. Luka di perutnya cukup dalam, tetapi kami yakin dia akan pulih dengan perawatan yang tepat dan istirahat yang cukup," kata tabib tersebut dengan nada tenang namun serius.
Dyah Pitaloka mengangguk, merasa sedikit lega mendengar kabar itu. "Terima kasih, Tabib. Apakah ada hal lain yang harus kami lakukan untuk memastikan pemulihannya?"
"Untuk sementara, yang terpenting adalah dia harus banyak istirahat. Kami akan terus memantau kondisinya dan memberikan obat-obatan yang diperlukan," jawab tabib itu.
Dyah Pitaloka mendekati ranjang Raja Hayam Wuruk dan duduk di kursi di sampingnya. Ia melihat wajahnya yang lelah namun tetap menunjukkan ketegaran. Dengan hati-hati, ia menggenggam tangan Raja Hayam Wuruk.
"Baginda, Tabib mengatakan bahwa Anda akan pulih. Anda hanya perlu banyak istirahat," katanya dengan suara lembut.
Dyah Pitaloka berkaca-kaca melihat keadaan Raja Hayam Wuruk, seharusnya ini tidak terjadi. Dyah Pitaloka melepaskan genggamannya pada Raja Hayam Wuruk dan berdiri dari duduknya, ia berniat untuk menemui Patih Gajah Mada dan Adipati Raden Wiratama untuk mencari tahu siapa dalang dibalik penyerang ini.
"Tetaplah disini, Dyah." Raja Hayam Wuruk membuka matanya dan mencekal tangan Dyah Pitaloka.
Dyah Pitaloka pun kembali duduk, "baiklah, istirahatlah, aku tidak akan pergi." Dyah Pitaloka tersenyum, Raja Hayam Wuruk pun kembali menutup matanya.
"Jika ini adalah perbuatan Patih Anepaken, maka akan aku pastikan dia mati ditangan ku!" Gumam Dyah Pitaloka dengan perlahan, namun Raja Hayam Wuruk masih bisa mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak Waktu: Dari Perang Bubat ke Masa Depan
Fiction Historique❕ Follow dulu sebelum baca ❕ Cerita perang Bubat adalah sebuah kisah tragis dalam sejarah Majapahit. Perang ini terjadi pada tahun 1357 antara pasukan Kerajaan Majapahit pimpinan Gajah Mada dan pasukan Kerajaan Sunda pimpinan Prabu Maharaja Lingga B...