Bab XXIV

47 4 0
                                    

Pagi harinya, suasana di istana Majapahit terasa tegang namun penuh harap. Patih Gajah Mada telah merencanakan operasi penangkapan dengan sangat hati-hati. Bersama pasukannya, ia menyusun strategi untuk menangkap Patih Madhu dan orang-orang suruhannya tanpa menimbulkan kekacauan.

Ketika fajar mulai menyingsing, Patih Gajah Mada dan pasukannya bergerak cepat. Mereka sudah mengetahui lokasi pertemuan rahasia Patih Madhu dan orang-orang yang menyerang rombongan Raja Hayam Wuruk. Dengan langkah tenang namun pasti, mereka mengepung tempat tersebut, memastikan tidak ada satu pun yang bisa melarikan diri.

Patih Madhu, yang tengah berbicara dengan para penyerang, tiba-tiba terhentak oleh suara langkah-langkah kaki yang mendekat. Ia menoleh dan melihat Patih Gajah Mada muncul dengan pasukan lengkap.

"Patih Madhu," suara Gajah Mada bergema tegas, "atas nama Raja Hayam Wuruk dan kerajaan Majapahit, kau dan orang-orangmu kami tangkap atas tuduhan pengkhianatan dan percobaan pembunuhan terhadap Raja."

Patih Madhu terkejut namun berusaha mempertahankan ketenangannya. "Gajah Mada, apa ini semua? Tuduhan apa yang kau lontarkan padaku?"

Namun, sebelum Patih Madhu bisa berbuat lebih jauh, pasukan Gajah Mada bergerak cepat. Mereka menangkap Patih Madhu dan orang-orang suruhannya tanpa perlawanan berarti. Tangan mereka dibelenggu dan mereka digiring kembali ke istana Majapahit untuk menghadapi keadilan.

Sesampainya di istana, Patih Madhu dan para penyerangnya dibawa ke hadapan Raja Hayam Wuruk yang masih dalam pemulihan. Dengan penuh keberanian, Patih Gajah Mada melaporkan hasil operasi tersebut kepada Raja.

"Yang Mulia, kami telah menangkap Patih Madhu dan orang-orang suruhannya yang bertanggung jawab atas serangan terhadap rombonganmu. Mereka akan diadili sesuai hukum kerajaan," kata Gajah Mada.

Raja Hayam Wuruk mengangguk, meski wajahnya menunjukkan kelelahan, ada sinar keteguhan di matanya. "Terima kasih, Patih Gajah Mada. Keadilan akan ditegakkan, dan kita akan memastikan bahwa pengkhianatan seperti ini tidak terulang kembali."

Dyah Pitaloka, yang telah mendengar kabar penangkapan tersebut, merasa lega namun tetap waspada. Ia tahu bahwa perjuangan mereka belum selesai, tetapi langkah besar telah diambil untuk mengamankan kerajaan Majapahit dari ancaman dalam.

Hari itu menjadi awal dari proses panjang untuk mengadili para pengkhianat dan memulihkan kedamaian di kerajaan. Dengan tekad dan kesetiaan yang teguh, mereka bersiap menghadapi tantangan berikutnya demi menjaga kehormatan dan keamanan Majapahit.

---

Setelah mengakui bahwa dirinya bukan Dyah Pitaloka yang asli, melainkan jiwa lain dari masa depan, kini Priscilla sedikit memberi jarak dengan Raja Hayam Wuruk. Ia sadar jika waktunya di masa ini tidak akan lama lagi, sedangkan perdamaian kerajaan Majapahit dan Sunda belum terjalin.

Priscilla tersenyum dengan wajah cantik milik Putri Dyah Pitaloka, "tentu saja! Namun, aku sedang memikirkan bagaimana caranya agar perdamaian antara kerajaan Majapahit dan kerajaan Sunda terjalin tanpa ada hambatan dari pihak lain."

"Mungkin aku bisa membantu tentang itu, aku akan membujuk ayah agar memaafkan kerajaan Majapahit atas perang Bubat, kunci ketenangan adalah memaafkan, bukan?" Tutur Adipati Raden Wiratama.

Priscilla menatap Adipati Raden Wiratama dengan terharu, "benarkah kau akan membantu?"

"Tentu saja, itu sudah menjadi tugas ku, Tuan Putri!" Jawab Adipati Raden Wiratama dengan tersenyum.

"Terimakasih, kau sangat baik sekali!" Priscilla refleks memeluk Adipati Raden Wiratama.

Dari kejauhan, Raja Hayam Wuruk memperhatikan mereka, Patih Gajah Mada juga melihatnya.

"Baginda, ada yang ingin kau bicarakan dengan Tuan Putri?" Tanya Patih Gajah Mada dengan hati-hati.

"Tidak ada," jawab Raja Hayam Wuruk dengan pandangan yang masih tertuju pada mereka.

Patih Gajah Mada merasa bahwa Raja Hayam Wuruk dan Putri Dyah Pitaloka sedikit menjaga jarak, "Baginda, kau bertengkar dengan Tuan Putri?"

Raja Hayam Wuruk beralih menatap pada Patih Gajah Mada, "apa yang kau katakan?"

"Ada yang berbeda dari kalian berdua, biasanya kalian akan terus bersama bagaikan perangko, namun sekarang?" Ujar Patih Gajah Mada lalu beralih pada Dyah Pitaloka dan Adipati Raden Wiratama.

Raja Hayam Wuruk mendelik, "sudahlah, aku lelah dan ingin segera kembali ke ruanganku!"

"Baiklah, sepertinya kau terbakar api cemburu saat ini." Ejek Patih Gajah Mada, membuat Raja Hayam Wuruk semakin kesal.

Setelah mengantarkan Raja Hayam Wuruk kembali ke ruangannya untuk beristirahat, Patih Gajah Mada beralih untuk menghampiri Adipati Raden Wiratama di kamarnya yang sedang berkemas untuk kembali ke kerajaan Sunda.

"Kau mau kemana?" Tanya Patih Gajah Mada.

"Oh Patih, aku akan kembali ke kerajaan Sunda untuk mengusahakan perdamaian antara Majapahit dan Sunda." Tutur Adipati Raden Wiratama.

Patih Gajah Mada memiringkan kepalanya, "kau akan pergi hari ini juga?"

"Tentu, lebih cepat lebih baik!" Jawab Adipati Raden Wiratama dengan antusias.

"Aku akan mencoba membujuk ayah ku, agar menyetujui perdamaian antara kerajaan Majapahit dan kerajaan Sunda, seperti yang diinginkan oleh Putri Dyah Pitaloka." Lanjutnya.

Patih Gajah Mada menepuk pundak Adipati Raden Wiratama, "aku menghargai kegigihan mu, namun,"

"Berhati-hatilah karena Raja Hayam Wuruk cemburu padamu, dia bisa saja menelan mu hidup-hidup!" Ujar Patih Gajah Mada dengan berbisik membuat Adipati Raden Wiratama bergidik ngeri. Adipati Raden Wiratama tersenyum canggung.

Jejak Waktu: Dari Perang Bubat ke Masa DepanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang