*
*
Oke, persiapan mentalmu Vielora Azhira. Untuk menghadapi hari penuh tantangan ini untuk 6 hari ke depan.Pagi ini semua murid sudah bersiap untuk melaksanakan ujian. Ternyata soal yang diberikan oleh guru kami berbeda setiap mejanya. Mungkin hanya soalnya yang diacak supaya tidak ada contek-mencontek. Tapi jangan salah, kami anak generasi Z tetap tahu jalan keluar yang baik untuk tetap mendapatkan contekan. Ya, dengan cara mencocokkan soal tentunya.
Setelah guru pengawas ujian terlihat lengah, semua murid langsung melancarkan aksinya. Entah itu memanggil dengan bisikan maupun melempar kertas kecil berisikan soal ujian di dalamnya. Bukankah ini lebih mudah dari permainan apapun. Para pengawas itu melakukan hal yang sia-sia saja.
Atau sebenarnya mereka tahu namun hanya diam membiarkan? Entahlah.Saat itu yang kulakukan hanya duduk diam. Badanku benar-benar menempel pada tembok di samping kiriku. Aku hanya mencoba fokus dan menghiraukan panggilan maupun bisikan samar yang kudengar memanggil namaku.
“Ra, Hira”
Entah itu panggilan yang keberapa kali, namun kali ini aku memutuskan untuk menoleh daripada panggilan itu terus mengangguku.Aku menatap datar Vian yang saat ini juga menatapku. Padahal yang ingin kulakukan saat itu adalah tersenyum manis padanya, tapi apa daya, aku hanya sebatas pengagum rahasianya.
“Nyontek yang ini dong, pliiiiss” pintanya sambil mendekatkan kertas ujiannya.
“Gue juga belum yang itu” jawabku.
“Yaudah, yang udah selesai aja. Gue nyontek”
Aku pun membuka sedikit lembar jawabanku dan mengarahkan padanya. Ia dengan cepat menyalin semua jawaban pada kertasnya.
Saat itu aku dan dia duduk sedikit berhadapan dengan ia yang sibuk menyalin jawabannya dan aku yang sibuk menumpu dagu dan menatap penuh wajah tampannya itu dari samping. Sungguh, pemandangan yang luar biasa.
Terimakasih, setidaknya ada momen aku dan dia, walaupun pada akhirnya dia hanya menganggapnya sebagai angin belaka dan aku yang menjadikannya adegan penting dalam alur cerita hidupku.
Vian, aku suka kamu.
Tak terasa, momen bersamanya terasa begitu singkat. Bel istirahat sudah berbunyi dan semua siswa mengumpulkan hasil ujiannya kepada pengawas ujian. Setelah itu para murid pun keluar kelas untuk istirahat, namun aku memilih tinggal untuk belajar materi selanjutnya.
“Orang Jawa disuruh belajar basa Inggris, yo gak mudeng to” keluh Esa yang saat ini duduk di sampingku.
“Tau tuh, bikin pusing aja” balasku sambil membolak-balik buku pelajaranku.
“Eh, btw gimana rasanya duduk sama mas crush”
“Shuuuttt, jangan keras-keras ngomongnya” sahutku cepat sambil memberikan jari telunjukku di depan mulutnya.
“Ehehe, maaf. Jadi gimana?”
Esa menurunkan jari telunjukku secara perlahan.“Ya gimana, gak gimana-gimana”
“Ck, serius” Esa berdecak kesal.
“Ya lo mau gue gimana? Ngereog? Gue harus bisa bersikap sebiasa mungkin biar gak ada yang curiga”
Esa pun akhirnya mengangguk mendengar penjelasanku.Aku mengangkat ponselku yang berdenting di atas meja. Nomor tak di kenal, tapi jelas aku kenal siapa pemilik nomor ini. Aku sengaja tak menyimpan kontaknya.
***
Ra, gue laper
Ga nanya
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRA IN ELEVEN
Teen Fiction"Eh An, dia katanya suka sama lo" Elvin "Eh, gausah cepu anjir" Hira "Ngomong apaan sih, dasar gajelas" Vian Karena pada dasarnya, baik Aku, Elvin maupun Vian. Kami bertiga tak seharusnya terjebak dalam hubungan rumit ini.