***
Tidak ada yang menyangka, hari secerah itu adalah hari yang paling menyedihkan. Hari yang semula penuh tawa adalah hari di mana aku menangis menahan sesak di dada.
Padahal hari itu aku baru saja berfikir untuk kembali menyukainya, namun takdir berkata lain. Jangankan menyukainya, takdir sudah lebih dulu menjauhkanku darinya, sejauh-jauhnya. Sampai kami takkan pernah bisa bertemu lagi di dunia ini.
Hari ini, tepat 100 hari kepergian kak Daniel. Crush pertamaku, cinta pertamaku?
Aku sedikit tak yakin akan hal itu.Aku, Nia dan Via. Baru saja kembali dari pemakaman untuk mengenang 100 hari kepergiannya. Mengirim doa penuh harapan untuk dia bisa tenang di tempatnya sana.
“Nanti malem udah ganti tahun ya” ucap Nia membuat aku dan Via menoleh ke arahnya.
“Iya” jawabku.
Nia bertanya, “Kalian udah ada acara?”
“Ntar malem mau bakar-bakar bareng keluarga besar. Sore ini udah mau berangkat bareng mobil papa” ucap Via sambil merentangkan tangannya lalu setelahnya tertawa ketika tangan itu mengenai wajahku yang berjalan di sampingnya.
“Kalau gue mau nginep di rumah temen, mungkin juga sambil makan-makan” ucapku.
“Lo sendiri?” Via bertanya pada Nia.
“Kencan” jawabnya di akhiri kekehan.
“Hati-hati ya, tahun baru rawan kecelakaan” Via memperingati dan aku mengangguk-angguk.
“Amit-amit, gue masih pengen menikmati masa muda. Gak mau nikah muda” Nia mengetuk keningnya beberapa kali dengan gerakan cepat.
“Hah? Kok nikah muda?” Aku menatap keduanya dengan tatapan heran.
Dua orang itu juga menatapku bingung.“Maksudnya, kecelakaan pas, pacaran gitu lo. Masa gak ngerti sih Ra?”
Aku semakin bingung dengan penjelasannya.“Gimana sih maksudnya?” Aku bertanya karena penasaran.
“Kaya kenakalan remaja dalam hubungan pacaran gitu loh Ra. Dan akhirnya ngelakuin,..” Nia kembali menjelaskan.
“Oh, bilang yang jelas dong” Aku mengangguk-angguk ketika baru mengerti maksudnya.
“Wah, lo harus hati-hati Ni, harus benar-benar menyelidiki sifat pacar lo. Jangan sampai lo kejebak nanti. Kenikmatan hanya sementara, tapi akibatnya selamanya. Sayangi masa mudamu” Aku berubah seolah seperti orang bijak.
“Iya Hiraaa” Nia merangkul bahuku dan mengajakku berjalan lebih cepat.
Aku dan Via berpisah dengan Nia, karena Nia sudah di jemput oleh pacarnya di depan pintu tempat pemakaman umum tersebut. Kami saling melambai tangan hingga jarak yang begitu jauh.
“Hira gak pengen punya pacar juga?”
Via bertanya membuatku menoleh.“Udah kok”
“Udah apa? Udah punya pacar?” sahutnya cepat.
Aku hanya mengangguk.
“Kok gak bilang-bilang. Jahat ih, mentang-mentang udah gak satu sekolah” Via melipat tangannya di depan dada dan menatap kesal ke arahku.
“Iya maaf, lagian ini cuma pacaran main-main”
Via mengerutkan keningnya, “Hah maksudnya gimana?”
“Gue pacaran tanpa perasaan”
“Hah? Kok bisa?” sahutnya dengan ekspresi terkejut.
“Panjang ceritanya”
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRA IN ELEVEN
Teen Fiction"Eh An, dia katanya suka sama lo" Elvin "Eh, gausah cepu anjir" Hira "Ngomong apaan sih, dasar gajelas" Vian Karena pada dasarnya, baik Aku, Elvin maupun Vian. Kami bertiga tak seharusnya terjebak dalam hubungan rumit ini.