24. Selamat Ulang Tahun

96 14 3
                                    


**
Cukup lama aku terdiam, bersembunyi di belakang gang sempit dan gelap ini. Aku mendongak ke atas dan melihat bulan bersinar terang di antara celah atap bangunan.

Apa yang terjadi pada Vian?
Kenapa dia tak kunjung kembali?

Aku hendak bangkit berdiri dengan gerakan pelan sambil terus mengintip pada ujung gang sana. Baru selangkah sesuatu menarik bahuku dan tentu saja itu membuatku terlonjak kaget hingga membentur tong sampah di sampingku itu.

Bunyi nyaring akibat tubrukan punggungku dengan tong besi itu semakin membuatku tak berani membuka mata. Aku sudah mengira riwayatku akan tamat saat itu juga.

Kedua telapak tanganku yang menutupi wajahku di tarik paksa.

“Hira, ini gue Elvin”
Aku memberanikan diri untuk membuka mata dan mendongak pada orang di hadapanku itu.

Aku menatap dengan seksama orang yang saat ini juga menatapku penuh.

“Ra gapapa? Ada yang luka?”
Dia meraih kedua lenganku dan membolak-baliknya.

Kemudian menangkup wajahku dan menatap setiap incinya dengan teliti. Aku tetap diam saat ia dengan serius memeriksa keadaanku.

Namun bukannya menjawab aku malah balik bertanya.

“Vian di mana?”

“Ra gak ada yang sakit kan?”

“GUE TANYA VIAN DI MANA?” bentakku melepas paksa kedua lenganku dari genggamannya.

Dia tampak terkejut mendengar bentakkan dariku.

“Ada Ra, di bawa ke rumah Karin buat di obatin”

Aku bangkit berdiri dan berjalan meninggalkannya. Namun dapat kudengar dia ikut berjalan di belakangku.


Sampai di perempatan tadi, geng Kevin sudah tak ada di sana. Melainkan hanya ada kak Haikal dan teman-teman Elvin lainnya.

Aku berlari-lari menyusuri jalan di sekitar perempatan itu. Hingga aku menemukan sesuatu yang kucari tergeletak begitu saja di pinggir lampu jalan.

Aku berjongkok untuk meraih kotak yang sepertinya telah terlindas ban kendaraan. Tali pitanya sudah hilang entah kemana, kertas yang membungkusnya pun sudah terkoyak.

Aku membuka perlahan kotak tersebut. Dan benar saja, isinya yang berupa sweater rajut itu kotor oleh kotoran ban kendaraan dan beberapa benangnya yang terurai dan kusut.

Aku duduk bersimpuh di atas aspal jalan itu.

Aku gagal, aku telah mengecewakan pesan Vian. Aku tak berhasil melindungi hadiah berharganya. Apa setelah ini Vian akan membenciku?

“Ini HP lo kan?” Elvin datang mendekat.

“Hira, kenapa?” Elvin berjongkok di hadapanku.

Aku mendongak menatapnya, yang kini menatapku khawatir.

“Gue udah rusakin hadiah Karin” ucapku di iringi tangis yang mulai terdengar dari mulutku.

Elvin panik sambil menyentuh lenganku. Mendekatkan wajahnya padaku.

“Gapapa Ra, Karin pasti bakal ngerti” dia mengelus lenganku.

“Walaupun gitu pasti dalam hati tetep kecewa. Vian udah nyiapin hadiah ini dari lama dan gue ngerusakin gitu aja”
Ucapku di sela-sela tangisanku.

“Emang tadi Vian ngomong apa?” tanya Elvin membuatku menahan tangisku sebentar.

“Tadi, dia nyuruh gue lari ngejauh buat nylametin hadiahnya. Tapi gue malah lari mendekat karena gak tega Vian di pukulin. Usahaku gak ngebantu dan malah buat Vian harus milih nyelametin gue dan ninggalin hadiahnya”

HIRA IN ELEVENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang