21. Double Date

94 9 3
                                    

***

Hari ini hari minggu.
Hari libur? Ya seharusnya seperti itu.

Tapi hari libur ini aku malah harus bersiap lebih pagi daripada saat masuk sekolah.
Elvin mengajakku pergi berkemah untuk menyegarkan pikiran setelah ujian akhir semester yang baru selesai di laksanakan kemarin lusa.

Yah, kenyataan menyedihkan ujian ini tak membawaku duduk kembali bersama Vian. Karena satu meja untuk satu anak. Meskipun begitu, meja kami tetap bersebelahan.

Dan sekarang aku merelakan hari liburku untuk bersama Elvin karena aku tidak hanya berkemah berdua dengannya. Tapi juga dengan Vian dan Karin.

Katanya tempat berkemah kami berada di daerah perbukitan. Di sana sudah disediakan sewa tenda dan peralatan lainnya. Sehingga kami hanya tinggal membawa perbekalan makanan saja. Lagipula kami tidak menginap, kalaupun menginap pastinya aku sudah menolak dari awal. Tak peduli meskipun ada Vian di sana.


“Hira, apa ya yang belum?” ucap Karin membuatku melihat keranjang belanja kami.

Seperti yang kuberitahu di awal, kami membawa bekal makanan sendiri. Oleh karena itu di perjalanan kami berhenti di minimarket.

“Udah kayaknya” jawabku.

Vian berdiri di sampingku dan memasukkan beberapa kaleng minuman soda pada keranjang yang kubawa.

“Keberatan gak? Sini gue bawain aja” tawar Vian membuatku menyerahkan keranjang itu padanya.

Memang aku sedikit keberatan, keranjang itu penuh dengan barang yang kami beli. Maklum saja, hal ini hanya untuk berjaga karena lokasi perkemahan kami nanti akan jauh dari pertokoan.
Aku melihat Vian dan Karin yang sibuk memilih camilan yang tersusun rapi pada rak di depan mereka.

“Elvin kemana?” tanyaku pada Vian yang kulihat tadi bersamanya saat memarkir kendaraan.

“Lagi angkat telpon di depan kayaknya”
Jawaban Vian membuatku mengangguk.

Aku memutuskan berjalan keluar toko dan mendapati Elvin yang sibuk berbicara dengan orang di seberang telepon. Sampai panggilan itu berakhir dia masih tak menyadari kedatanganku.

“Telpon dari siapa?” Elvin menoleh ke arahku dengan tampang terkejut, namun setelahnya hanya tersenyum tipis.

“Aliya” jawabnya.

“Minta jemput lagi?”

“Gak, cuma nanya gue lagi di mana”

“Terus lo jawab apa?”
Entah mengapa aku menjadi penasaran.

“Lagi kencan sama ayang”
Aku hanya mencebikkan bibir sambil mengangguk-angguk.

“Lo sendiri kenapa keluar? Emang udah selesai belanjanya?”

“Kalau sesuai bahan yang di catat sih udah. Tapi nggak tau mereka beli apa lagi”

Setelahnya kami hanya saling diam, tak ada lagi percakapan sampai Vian dan Karin keluar dari minimarket dengan kantong belanja besar yang di bawa oleh Vian di kedua sisi tangannya. Vian menyerahkan satu kantong pada Elvin yang kemudian di masukkan ke dalam jok motornya.

Kami melanjutkan perjalanan namun tiba-tiba Elvin menghentikan motornya di pinggir jalan.
Elvin menoleh ke belakang dan aku hanya menatapnya dengan wajah bertanya.

“Maskernya tadi mana?”
Aku membuka isi tasku dan mengambil masker yang ia maksud lalu memberikan benda itu padanya.

“Lo juga pakai”

“Buat apa?”

“Di depan sana aspalnya banyak yang rusak, jadi banyak debu”

Aku hanya mengangguk mendengarkan penjelasan Elvin. Setelah itu aku pun menurut untuk memakai masker tersebut. Kini setengah wajahku dari dagu hingga bawah mata tertutup oleh masker.

HIRA IN ELEVENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang