Setelah pelajaran olahraga, jadwal selanjutnya adalah pelajaran Bahasa Jepang peminatan.
Jika judulnya saja peminatan kenapa tidak yang minat aja yang diajarin? Kenapa orang sepertiku tetap harus mengikutinya.
Tapi gapapa, kata Esa kalau aku rajin mengikuti pelajaran bahasa Jepang, akan lebih banyak kesempatan bagiku untuk menjadi calon istri masa depan Haruto Treasure kan.
Iya, itu benar. Aku harus belajar bahasa Jepang untuk calon suamiku yang berasal dari Jepang. Kalau perlu aku akan belajar Japan alus, Japan ngoko, dan Japan inggil supaya bisa menarik perhatian sang ibu mertua.
“Ini gimana sih, tolong ajarin dong” Riko laki-laki tinggi itu berjalan berkeliling untuk mendapat contekan.
Saat ini semua murid sedang bingung, guru bahasa Jepang ingin kita menjelaskan keadaan rumah dengan menggunakan bahasa Jepang. Mereka termasuk para siswa yang tak pintar mapel itu tengah sibuk berkeliling untuk mendapatkan apapun yang bisa membantu menyelesaikan tugasnya.
“Anak-anak yang sudah selesai bisa membantu temannya. Ingat ya, membantu bukan memberi contekan. Ibu tinggal dulu untuk menyelesaikan sedikit pekerjaan. Kalian boleh berdiskusi tapi dilarang berisik apalagi keluar kelas. Andre, awasi anak buahnya!” ucap guru tersebut membuat Andre sang ketua kelas mengangguk patuh.
Setelah guru tersebut keluar dan menutup pintu kelas, suasana menjadi semakin ricuh dan tak terkendali.
“Woi, yang pinter jangan mbisu ya”
“Tau tuh, gue sumpahin bisu beneran kalau gak mau ngajarin”
“Elira, udah selesai belum?” tanya Vian mendekat ke meja gadis itu.
“Belum, gausah ganggu” Elira memijat pelipisnya tanpa menoleh ke arah Vian.
“Gimana kalau gausah dikerjain?” usul Vian.
“Iya, semua aja sekelas gausah ngerjain” Riko
“Tapi katanya nanti dikumpulin” ucap Tia murid pintar di kelas ini semakin membuat seisi kelas menahan kesal.
“Bodo amat, Vin gausah dikerjain” Vian.
“Emang gue gak ngerjain” jawab Elvin santai sambil fokus pada ponsel di genggamannya.
“Ngantin yuk, ngantuk gue di kelas terus” ajak Riko dan disetujui teman se-gengnya.
“Eh, lo kalau keluar gue catet ya” Andre sang ketua sudah siap dengan bolpoinnya.
Aku yang terlalu lelah dengan semua ini hanya ingin merebahkan kepalaku di atas meja, sebelum Salsa bendahara di kelas tersebut datang mendekat ke mejaku dengan membawa bukunya.
“Hira, boleh ajarin gak? Gue gak ngerti nih” pintanya.
“Tapi gue juga gak bisa”
“Tapi ini udah semua?” menunjuk tulisan di bukuku.
“Tapi gak tau itu bener atau nggak”
“Gapapa, yang penting ngerjain. Gue udah mumet mikir dari tadi. Plis bantuin”
“Yaudah, iya” akhirnya aku hanya pasrah saat ini.
Salsa tersenyum dan duduk di kursi kosong di hadapanku. Lalu membuka bukunya. Dan mulai menatap penuh ke arahku, seolah menunggu aku akan mengajarinya.
Aku hanya tersenyum canggung dan mulai mengajarinya sesuai apa yang ku tahu. Aku saat ini sibuk mengajari Salsa yang cukup cepat untuk mengerti apa yang kuajarkan. Sehingga ia mulai mencari suku katanya sendiri dan aku hanya mengawasi.
![](https://img.wattpad.com/cover/367310891-288-k844246.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRA IN ELEVEN
Fiksi Remaja"Eh An, dia katanya suka sama lo" Elvin "Eh, gausah cepu anjir" Hira "Ngomong apaan sih, dasar gajelas" Vian Karena pada dasarnya, baik Aku, Elvin maupun Vian. Kami bertiga tak seharusnya terjebak dalam hubungan rumit ini.