Hari ini adalah hari jumat.
Hari masuk terakhir dan besok sudah libur sekolah. Tapi bukan itu hal yang penting di sini. Tapi pekan depan akan dilaksanakan ujian tengah semester. Rasanya ini begitu mendadak untukku yang tak pernah membuka buku pelajaran. Jujur, aku tak siap! Dan tidak akan pernah siap! Ya tuhan, aku butuh keajaiban untuk menjadi pintar dalam sepekan ke depan.Nomor ujian telah di tempel di setiap meja. Posisi duduk kami satu meja diisi oleh dua anak dan sudah diurut sesuai absen. Wali kelas kami meminta semua murid pindah tempat duduk untuk memudahkan kami mencari tempat duduk untuk hari senin nanti.
Aku pun berjalan menyusuri setiap meja untuk melihat di manakah tempat dudukku berada. Dan aku berhenti pada salah satu meja yang berada paling pinggir sebelah barat. Aku pun duduk di kursi yang berbatasan langsung dengan dinding tersebut.
“Posisi yang cukup strategis untuk mencontek” batinku sambil tersenyum tipis.
“Atau tidak,..”
Aku melihat dengan mulut menganga ketika Vian mendudukkan dirinya di samping kursiku. Namun dengan cepat aku menormalkan kembali ekspresi wajahku.
APA? KITA SATU MEJA?
IYA! KITA SATU MEJA!!Aku menepuk keningku, bagaimana aku bisa lupa jika nomor absen orang ini tepat di depan nomor absenku.
Saat itu yang bisa kulakukan hanyalah duduk diam tanpa bergerak sedikitpun. Takut jika aku menggeser jari telunjukku sedikit saja akan mengakibatkan hal yang fatal.
Ayolah, aku duduk dengan CRUSH KU!! GEBETANKU! PUJAAN HATIKU!! BAGAIMANA CARANYA SUPAYA AKU TIDAK SALAH TINGKAH?
Apa yang harus kulakukan?
Ayolah kemana 7% jiwa ekstrovert yang kamu miliki Hira? Apakah aku harus memanggilnya?
Tidak. Gengsi dong, masa cewek dulu yang mulai. Tapi jika hanya sekedar sapaan singkat gapapa kan?Aku terus membatin sambil mengigit bibir bawahku gugup.
Aku belum, ah ralat. Aku tidak siap untuk ini!!“Baik anak-anak. Ini posisi tempat duduk kalian untuk ujian minggu depan. Ingat, belajar yang giat supaya mendapatkan hasil yang memuaskan. Sekarang kalian boleh pulang. Sekian, dan terimakasih”
Setelah guru tersebut meninggalkan ruangan kami pun sudah bersiap beranjak keluar untuk pulang.
Aku menunggu Vian keluar terlebih dahulu karena posisiku yang berada di pinggir tembok dan satu-satunya cara untuk keluar tentunya melewati kursi Vian. Setelah ia berjalan pergi, aku pun mengikuti dari belakang dan berpapasan dengan Esa. Kami berjalan bersama menuju pintu.
Ponselku berdenting menandakan pesan masuk. Aku membukanya sambil berjalan menuju kelas Hana.
Gimana penawaran gue?
Jangan bilang lo lupa, pas banget gue lagi sama Vian. Mau dibilangin sekarang apa gimana?
Dengan kesal aku mengetikkan sesuatu dan mengirimkannya padanya.
Kita pacaran!
Puas?
Sesaat kemudian ponselku berdering membuat Esa menghentikan langkahnya dan menoleh ke arahku.
“Lo duluan aja, gue angkat telpon dulu” ucapku membuatnya mengangguk dan berjalan meninggalkanku.
Setelahnya aku menjawab panggilan tersebut dan menempelkan ponselku di telingaku.
“Apa?” sapaku ketus.
“Gue gak salah liat kan? Lo nembak gue? Bentar Ra, ulang yaa gue mau denger. Eh nggak, kita ketemu aja lo di mana?”
Suaranya terdengar antusias.

KAMU SEDANG MEMBACA
HIRA IN ELEVEN
Novela Juvenil"Eh An, dia katanya suka sama lo" Elvin "Eh, gausah cepu anjir" Hira "Ngomong apaan sih, dasar gajelas" Vian Karena pada dasarnya, baik Aku, Elvin maupun Vian. Kami bertiga tak seharusnya terjebak dalam hubungan rumit ini.