16. Hanya Berdua

86 10 5
                                    




Dua minggu kemudian~~


Aku sebenarnya malas untuk berangkat sekolah hari ini. Tentu saja karena hari ini kemungkinan besar akan banyak jam kosong. Apalagi sekarang hari jumat, hari masuk terakhir pada pekan ini.

Tapi apa daya, di grup sekolah sudah diberi tahu bahwa yang tidak ikut study tour tetap wajib masuk. Dan jika tidak masuk akan diberi hukuman tersendiri. Tak peduli itu dengan alasan tak masuk karena sakit, izin atau apapun.

Hari ini aku berangkat sekolah di antar oleh ayahku. Sekalian dia juga akan berangkat bekerja. Alasan lain juga karena pagi ini hujan terus turun sehingga jalanan menjadi licin. Mereka mungkin khawatir akan terjadi apa-apa padaku. Atau hanya sekedar, memperlakukan ku dengan baik agar aku tak marah karena mereka tidak memberi izin aku ikut tour sekolah.

Aku berjalan melewati koridor kelas sebelas yang tampak sepi. Hanya beberapa siswa dari kelas lain yang tidak ikut sama seperti diriku.

Sebenarnya aku ingin ikut, tapi apa daya jika orang tua tidak memberi izin. Mereka bilang akan mengajakku jalan-jalan pada akhir pekan sebagai gantinya, tapi tetap saja tak sama.

Rasanya berbeda jika itu pergi bersama teman-teman.

Suasana di dalam kelas juga kosong. Aku mendudukkan diriku di deretan bangku paling depan. Tak peduli, toh tidak ada murid yang lain selain aku. Jadi aku bebas duduk di manapun.


Huh~~
Aku menghela nafas malas. Rasanya benar-benar malas.
Kuletakkan kepalaku di atas meja dengan lengan kanan sebagai penyangga.

Pagi ini suhunya begitu dingin. Pikiranku berkelana, terbayang betapa enaknya tidur seharian di atas kasur yang empuk dan hangat. Dengan secangkir cokelat panas dan juga menonton tayangan kartun kesukaanku.

Terlalu sibuk dengan pikiranku, aku sampai tak sadar jika seseorang telah berdiri di depan mejaku. Aku mendongak menatap pemuda dengan seragam sekolahnya yang tertutup oleh jaket hitam dengan motif dua kepala elang yang dipakainya.

Aku baru ingat.
Dia juga tidak ikut, sama sepertiku.



Elvin terus menatapku tanpa berkata apapun. Dan itu benar-benar membuatku risih. Padahal aku sudah mengalihkan pandanganku, namun dia tak pernah melepas pandangannya dariku.
Suasana pun tampak mencekam jika teringat hanya ada kita berdua di ruang kelas ini. Apalagi jika mengingat kejadian dua minggu yang lalu.


Oh ya, sejak dua minggu yang lalu, Elvin mendiamiku. Mungkin dia marah, karena aku tak mengantarnya pulang.
Tapi saat itu aku dalam keadaan marah dan kesal karena dia menciumku dengan sengaja. Itu tak sesuai kesepakatan yang ku setujui dalam hubungan ini.

Dia tak mengirim pesan ataupun menelepon. Dan aku tak berusaha membujuknya. Untuk apa? Bahkan untuk sekedar meminta maaf, aku tak bisa melakukannya.

Sebenarnya jauh di lubuk hati paling dalam hingga menembus kantong empedu, aku ingin meminta maaf padanya. Tapi keinginan itu hanya sekitar 35% dan 65% sisanya adalah rasa gengsi ku yang tinggi.




“Ngapain liat-liat?” tanyaku dengan wajah sedikit kesal.

“Kenapa lo gak ikut?”
Dia balik bertanya tanpa menjawab pertanyaanku sebelumnya.

“Kepo” jawabku dengan tampang malas.

Suara dari arah pintu membuat kami menoleh secara bersamaan. Seorang guru perempuan meminta kami untuk segera berkumpul ke gedung aula sekolah.

Aku berdiri dari dudukku dan langsung berjalan menuju pintu keluar. Meninggalkan Elvin yang entah berekspresi apa di belakang punggungku.



HIRA IN ELEVENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang