Siang ini turun hujan, hanya gerimis namun sudah membuat udara di sekitar lebih dingin. Aku sedikit senang karena hari ini full jam kosong. Tapi, tidak dengan tugas yang diberikan. Terlalu banyak, jika seperti itu lebih baik gurunya masuk saja dan menjelaskan. Meski masalahnya nanti adalah melawan rasa kantuk di siang hari ini. Tapi itu lebih baik daripada mengerjakan tugas yang banyak.
Pelajaran terakhir adalah geografi. Kami disuruh berkelompok dengan 4 orang anggota yang sudah ditentukan oleh guru perempuan itu.
“Hana, tulisin nama dan anggota kelompoknya di papan tulis ya” ucap Andre si ketua kelas.
Aku mengangguk dan mengambil ponsel milik Andre yang terdapat pesan yang berisi penjelasan tugas yang diberikan dan juga pembagian anggota kelompok.
Selesai menulis aku pun duduk berkumpul bersama teman sekelompokku. Di dalam kelompokku ada aku, Linda, Aliya, dan Anisa.
Saat kami tengah fokus mengerjakan tugas yang telah dibagi untuk kami berempat, tiba-tiba seseorang berdiri di samping kanan kursiku.
Aku melirik sekilas pinggang pemuda berseragam abu putih itu. Lalu mengalihkan pandanganku setelah mengetahui siapakah orang itu.
Vian, melangkah berdiri di belakang tubuhku untuk mempermudah ia bisa berbicara dengan Aliya yang duduk di samping kiriku.
“Ngapain sih kesini? Liat tuh kelompok lo gak keurus” Aliya.
“Ya lagian, udah tau anak cowok kelas ini pada prik, malah dijadiin dalam satu kelompok. Apalagi gak ada cewenya sama sekali” Vian.
“Ya itu kan tujuannya biar kalian bisa belajar tanggung jawab. Biar gak numpang nama doang kalau kelompokan” Aliya.
“Iya, Iyaaa” jawabnya acuh.
“Eh, bentar” Vian berjalan pergi menuju ke kelompoknya.
Dan aku pun mulai dapat kembali fokus mengerjakan tugasku.
Tapi itu hanya beberapa menit setelah itu ia malah datang kembali kesini dan menarik kursi untuk duduk di sampingku. Jadi aku yang berada di tengah Vian dan Aliya.
“Tolong tulisin nama dong” Vian menyodorkan lembaran kertas tersebut pada Aliya di sampingku.
“Buat sendiri lah”
“Tulisan gue jelek, kamu aja ya. Plissss” Vian tampak memohon.
“Wani piro?” Aliya tampak menantang.
“Gue beliin es di kantin belakang”
“Gamau, dingin-dingin kok minum es”
“Ya nanti abis minum es gue peluk biar anget”
“Nah, mulai” ucapan Aliya membuat Vian terkekeh.
Aliya pun akhirnya menerima lembaran kertas tersebut.
“Ini nulisnya kek gimana?”
“Kaya punyamu”
“Setiap kelompok dapet bagian beda-beda Vian. Lu kebagian apa?”
“Oh, bentar” Vian seketika berdiri dari kursinya dan berjalan cepat ke meja kelompoknya.
Setelah berbincang sebentar dengan anggota keompoknya ia pun bergegas untuk kembali ke meja kami.
“Nih contoh tulisannya. Lo tinggal salin di kertas ini yang bagus ya buatnya, tulisannya di tengah, gede-gede semua hurufnya,..”
“Iyaa, bawel” potong Aliya membuat Vian menghentikan ucapannya.
Dan Aliya pun mengerjakan apa yang di minta pemuda itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRA IN ELEVEN
Fiksi Remaja"Eh An, dia katanya suka sama lo" Elvin "Eh, gausah cepu anjir" Hira "Ngomong apaan sih, dasar gajelas" Vian Karena pada dasarnya, baik Aku, Elvin maupun Vian. Kami bertiga tak seharusnya terjebak dalam hubungan rumit ini.