08. Dia Pergi

102 5 0
                                    


Entah mengapa aku lebih sering mendengar Vian yang selalu membahas tentang kekasihnya. Setiap ia bicara, aku seolah ditakdirkan untuk ikut mendengarkannya. Biar apa sih? Biar gue sadar gitu? Gak mempan, gue udah terlanjur suka sama Vian.

"Kemarin tuh niatnya mau gue tinggal. Tapi ya gue kasihan sama Karin" Vian tampak mengobrol ria dengan Aliya.

"Dia tuh kek peduli banget kan sama temennya, dan gue terpaksa harus nemenin dia nunggu temennya itu. Berjam-jam kita nungguin di pinggir jalan"

"Yaudah lah ya, ngapai juga lo ngeluhnya ke gue" Aliya berucap sinis.

"Lo gak ikhlas dengerin curhatan gue?"

"Ya lagian lo tuh curhatnya selalu tentang Karin, bosen gue dengernya"

Setelah itu aku tak mendengar jawaban dari Vian. Karena rasa penasaranku aku menoleh ke belakang untuk memastikan. Namun itu bertepatan dengan Vian yang juga tak sengaja melihatku. Ya, kami akhirnya saling bertatapan, sedetik saja.

Aku berbalik dan menyentuh dadaku yang berdetak sangat cepat. Sungguh, ini diluar prediksiku. Apa dia masih menatapku? Tapi kulihat tadi ia hanya memberikan ekspresi datarnya. Oke, tenang Hira, santai dan berusaha lah bersikap biasa saja.

"Esa, gue boleh nanya?"

Esa yang ada di sampingku hanya mengangkat dagunya tanpa menoleh.

"Lo tau gak Vian udah punya pacar?"

"Udah"

"Jadi, cuma gue yang gak tau?"

"Gak tau" balasan Esa membuatku mendengus lelah.

"Btw kenapa lo nanya gitu? Suka sama Vian?" pertanyaan Esa membuatku terdiam.

"Nanya doang" ucapku kesal. Kesal karena mendapatkan tuduhan yang sama.

"Bentar, mau jawab telpon" ucap Esa ketika ponselnya berdering.

Aku menatap heran Esa yang berjalan keluar kelas. Siapa yang menelepon sampai harus menjauh dariku. Padahal suasana kelas ini juga tidak terlalu ramai.

Aku mulai berfikir, tentang apa yang di katakan Esa. Apa ini pertanda untuk membuatku menjauhi Vian?

Tapi bahkan aku belum memulai, kenapa aku harus menyerah?

Aku menyugar rambutku dengan gerakan kasar, menyembunyikan wajahku pada lipatan tanganku di atas meja. Kepalaku rasanya ingin meledak hanya karena memikirkan ini saja.

"Balik ngecrushin kak Daniel aja gak sih" batinku.

"Dasar hati, bolak-balik emang gak capek?"





Aku merasakan tepukan pada punggungku beberapa kali. Aku pun terpaksa mengangkat kepalaku dan menatap dengan sayu siapa yang telah mengangguku.

"Boleh ikut duduk?"

Aku mengerjapkan mataku beberapa kali. Aku tak salah lihat kan? Orang yang berdiri di sampingku ini Vian.
MY CRUSH.
Apa aku bermimpi?

"Hoi, malah bengong. Boleh nggak?"
Aku pun segera mengangguk cepat.

Dia pun tersenyum padaku dan mulai duduk di sampingku. Yang hanya bisa kulakukan saat itu hanya menatap tak percaya pada pemuda yang duduk dengan santai sambil memainkan ponselnya. Bahkan aku sudah tak memiliki pikiran di manakah Esa, kenapa anak itu lama sekali.











"Lo pacarnya Elvin ya?"

"Hah" ucapku terkejut akan pertanyaan Vian.
"Kata siapa?"

"Cuma nanya, kalian pacaran?"

HIRA IN ELEVENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang