**
Bagian ini tentang, aku dan kamu.
Dalam sisa waktu yang kita punya.***
Nyatanya, untuk menghapus perasaan yang salah ini, bukan dibutuhkan teman yang peduli seperti Hana maupun Esa. Bukan pula seperti Elvin yang mengaku mencintaiku. Dan bukan pula oleh diriku sendiri.
Yang bisa membuatku sadar hanyalah orang yang menjadi harapanku. Yaitu Vian sendiri, penolakan darinya adalah tamparan keras untuk memulihkan kesadaranku.
Penolakkan darinya sama seperti harapanku untuknya. Aku akan secara otomatis berhenti berharap, ketika harapan itu di hentikan olehnya.Aku terbangun tiba-tiba ketika mendengar ponselku berdering begitu keras di samping bantalku.
Aku mengangkatnya sambil masih mengerjapkan mata sayuku.
“Hm, siapa?”lirihku.
“Elvin”
Mendengar nama itu rasa kantukku menjadi hilang. Di gantikan oleh berbagai ingatan kemarin malam yang berlomba-lomba memenuhi isi kepalaku. Seolah kumpulan memori itu ingin segera mendapatkan atensiku untuk bisa ku ingat lebih dulu.
“Gue di depan rumah”
“Lo ngapain, kita udah putus. Dan harusnya lo udah tahu alesannya. Yaitu kita putus karena lo udah ngebocorin rahasia gue, jadi gak ada alasan buat kita kembali bersama” jelasku.
“Maaf Ra, tapi bukan itu”
“Soal itu gue gak bisa ngelak karena udah ngelanggar kesepakatan. Yang gue mau cuma mau nagih janji yang lo bilang waktu itu”
“Janji apa?”
“Janji buat kita kencan seharian dan lo gak boleh nyebut nama Vian sekalipun”
“Udah gak berlaku” tolakku cepat.
“Tapi janji tetap janji, yang harus di tepati!”
“Gue mohon Ra, ini terakhir kali. Dan setelahnya lo bebas ngejauh dari gue dan gue gak akan ngejar lo lagi”
Aku terdiam, entah mengapa aku sedikit tak terima dengan kata-kata terakhirnya.
Cukup lama aku berpikir, dan kata hatiku mengatakan untuk memenuhi janjiku. Setidaknya dengan ini, aku bisa di beri kesempatan untuk menyelesaikan hubunganku dengan Elvin secara baik-baik.
Aku menutup pintu pagarku dan mendapati Elvin tersenyum ke arahku.
“Padahal tadi mau masuk buat ketemu ayahmu”
“Percuma, ortu gak di rumah”
“Loh, kemana?”
“Liburan di rumah nenek” jawabku.
“Yah, padahal ini kesempatan terakhir sebagai pacar kamu buat ketemu mereka” dia tampak kecewa, dan aku hanya diam.
“Yaudah ayo” ajaknya membuatku menaiki motornya.
“Mampir ke rumah mama dulu ya” ucap Elvin dan aku hanya mengiyakan.
Sebenarnya aku sedikit heran Elvin menjemputku pagi sekali. Seperti saat kita akan pergi berkemah saat itu. Aku juga berpikir apa Elvin tidak tidur? Sudah jelas kemarin aku saja sampai di rumah dini hari. Apalagi Elvin yang ku ingat mabuk parah kemarin. Tapi semoga saja dia sempat beristirahat.
Aku berjalan memasuki rumah Elvin yang tampak sepi, namun tidak setelah aku masuk lebih dalam.
“Aku ke kamar dulu, mama di dapur” ucap Elvin membuatku berjalan ke arah dapur rumah tersebut.
![](https://img.wattpad.com/cover/367310891-288-k844246.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRA IN ELEVEN
Teen Fiction"Eh An, dia katanya suka sama lo" Elvin "Eh, gausah cepu anjir" Hira "Ngomong apaan sih, dasar gajelas" Vian Karena pada dasarnya, baik Aku, Elvin maupun Vian. Kami bertiga tak seharusnya terjebak dalam hubungan rumit ini.