Setibanya di lokasi baru, sebuah pabrik pengolahan yang sudah lama terbengkalai, suasana mencekam menyelimuti tim. Evan dan Callie memimpin kelompok mereka dengan hati-hati, sementara James dan Shenia memimpin kelompok lain untuk mengepung dari sisi yang berbeda. Polisi sudah berada dalam posisi, siap memberikan dukungan jika dibutuhkan.
Pintu utama pabrik terkunci rapat. Callie menundukkan diri dan mengamati kunci tersebut.
"Ini bukan kunci biasa," bisiknya. "Sepertinya baru dipasang, dan sistem keamanannya cukup canggih."
Evan mengangguk, mengisyaratkan untuk mundur sementara. "Kita butuh jalan masuk lain. Tidak mungkin mereka hanya memiliki satu pintu."
Setelah memutar di sekitar bangunan, mereka menemukan pintu kecil yang tampak sudah lama tidak digunakan. Beruntung, pintu itu bisa dibuka dengan mudah. Mereka masuk dengan hati-hati, mendapati diri mereka berada di koridor sempit yang gelap.
"Titik 14, -2. Sekelompok pria bersenjata berada di depan suatu ruangan yang terletak di dalam ruangan lain." Bisik Evan dari earphone yang tersambung.
"-21, 0. Dari jendela, ruangan terlihat gelap gulita, namun banyak suara bising dari dalam." Balas James dari alat yang sama, namun di sisi yang berbeda.
"Perhatikan pantulan bayangan dari jendela." Ujar Callie pada kelompok lainnya.
Mendengar perkataan Callie, James dan Shenia langsung melihat pandangan pada bayangan yang samar-samar terlihat di jendela.
Evan melirik Callie. "Kita harus memastikan bahwa mereka tidak menyadari kehadiran kita. Kita bisa menggunakan bayangan mereka untuk mengetahui posisi mereka secara akurat."
Callie mengangguk dan memberi isyarat kepada timnya untuk berdiam sejenak. Mereka mendekati jendela dengan hati-hati, mengamati bayangan yang bergerak-gerak di dalam ruangan. Dari pantulan tersebut, mereka bisa melihat enam orang bersenjata, dua di antaranya sedang berbincang dekat jendela.
"Enam target, bersenjata lengkap," bisik James melalui earphone. "Kita harus bekerja cepat dan senyap."
Callie yang berada di sisi lain gedung menjawab, "Dimengerti. Kami akan mengepung dari sisi kanan. Hati-hati dengan kemungkinan adanya jebakan."
Tim Evan dan Callie bergerak pelan menuju pintu yang terlihat mengarah ke dalam ruangan.
Evan menarik napas dalam-dalam dan bersiap membuka pintu itu, sementara Callie bersiap dengan senjatanya. Tepat saat Evan akan membuka pintu, suara tembakan terdengar dari arah Shenia dan James.
"Kontak! Kami terlibat baku tembak!" Teriak James melalui earphone.
"Tetap tenang, berikan penekanan!" Balas Evan sambil memberi isyarat kepada Callie dan timnya untuk segera masuk.
Mereka mendobrak pintu dan menyerbu masuk. Di dalam, suasana semakin tegang dengan suara tembakan yang menggema. Evan dan Callie bergerak cepat, mencari perlindungan di balik mesin-mesin tua yang berkarat.
"James, posisi musuh?" tanya Evan dengan nada mendesak.
"Empat di dekat pintu utama, dua di sisi kiri ruangan. Hati-hati, mereka memiliki penembak jitu!" jawab James dengan napas tersengal-sengal.
Evan mengisyaratkan kepada Callie untuk menyebar. Mereka berdua bergerak dengan gesit, menembak musuh dengan presisi. Callie berhasil melumpuhkan dua musuh di sisi kiri ruangan, sementara Evan berhasil mengatasi musuh di dekat pintu utama.
Suasana hening sejenak, hanya terdengar suara langkah kaki tim yang semakin mendekat.
"Kita berhasil," ucap Callie dengan lega.
Namun, sebelum mereka bisa bernapas lega, suara alarm keras menggema di seluruh pabrik.
Evan menoleh ke arah Callie dengan wajah serius. "Ini belum selesai. Mereka pasti punya rencana cadangan. Kita harus segera keluar dan memastikan tidak ada yang tertinggal."
Dengan langkah cepat, mereka bergegas menuju pintu keluar, bersiap menghadapi tantangan berikutnya yang mungkin menanti di luar sana.
Evan dan Callie melangkah cepat keluar dari ruangan, hati-hati memastikan setiap sudut aman dari ancaman. Suara alarm terus menggema, menambah ketegangan yang semakin memuncak.
"James, Shenia, laporkan situasi!" Evan berseru melalui earphone sambil menyusuri lorong sempit.
"Kami berhasil melumpuhkan musuh di sisi barat, tapi ada suara langkah kaki mendekat. Mungkin bala bantuan mereka," jawab Shenia dengan nada serius.
"Dimengerti. Kami akan menyusul kalian. Siapkan rencana untuk evakuasi," balas Evan.
Saat mereka bergerak lebih jauh ke dalam pabrik, Evan melihat sebuah panel kontrol di dinding dengan beberapa tombol dan layar kecil. "Callie, coba lihat ini. Mungkin kita bisa gunakan untuk menghentikan alarm atau mengunci akses musuh."
Callie segera memeriksa panel tersebut. "Aku bisa coba hack sistem ini, tapi butuh waktu beberapa menit."
"Baik, lakukan cepat. Aku akan berjaga di sini," kata Evan sambil mempersiapkan senjatanya.
Sementara Callie bekerja pada panel, Evan mengamati sekeliling dengan cermat. Suara langkah kaki terdengar semakin dekat. Dia bersiap menghadapi kemungkinan musuh yang datang.
"Tinggal sedikit lagi ..., hampir selesai," ujar Callie sambil terus fokus pada panel.
Tiba-tiba, tiga pria bersenjata muncul di ujung lorong. Evan langsung melepaskan tembakan, melumpuhkan dua dari mereka, sementara satu lagi berhasil berlindung di balik pilar.
"Callie, cepat! Kita tidak punya banyak waktu!" Teriak Evan.
"Aku butuh beberapa detik lagi!" Jawab Callie dengan tegas.
Musuh yang berlindung di balik pilar mulai membalas tembakan, membuat Evan harus bergerak lebih cepat dan cerdik. Saat situasi semakin genting, Callie akhirnya berhasil mengakses sistem dan menghentikan alarm.
"Sudah selesai!" Teriak Callie.
Evan segera menarik Callie, dan mereka bergerak keluar dari lorong, menuju tempat pertemuan dengan tim James dan Shenia. Di tengah jalan, mereka mendengar suara ledakan kecil di belakang mereka. Callie menoleh dengan cemas.
"Mereka mungkin mencoba merusak sistem yang kita hack," kata Callie.
"Mari kita segera keluar dari sini," balas Evan dengan tegas.
Setibanya di titik pertemuan, James dan Shenia sudah bersiap dengan perlengkapan mereka. "Kita perlu keluar sekarang, sebelum lebih banyak musuh datang," kata James.
Dengan cepat, mereka bergerak menuju pintu keluar pabrik.
Namun, saat mereka hampir mencapai pintu, suara deru mesin mendekat.
Evan menoleh dan melihat sebuah truk besar dengan beberapa pria bersenjata turun dari belakangnya.
"Kita harus bertahan di sini, tidak ada waktu untuk melarikan diri," kata Evan.
Mereka segera mengambil posisi bertahan, menggunakan tumpukan kotak dan mesin tua sebagai perlindungan. Tembakan kembali terdengar, dan tim harus bekerja sama dengan efektif untuk mengatasi gelombang musuh yang datang.
Saat tembakan semakin intens, suara sirene polisi mulai terdengar mendekat. Bala bantuan akhirnya tiba. Polisi dengan cepat mengepung area dan membantu melumpuhkan musuh yang tersisa.
Setelah situasi terkendali, Evan, Callie, James, dan Shenia berdiri dengan napas terengah-engah, tubuh penuh peluh dan debu.
Evan menatap Callie dengan senyum tipis. "Kita berhasil."
Callie mengangguk, merasa lega. "Ya, kita berhasil. Tapi kita harus tetap waspada. Mungkin ini belum sepenuhnya berakhir."
James ikut bersuara, "misi utama kita untuk mencari adik-adik Evan belum ada kemajuan."
"Ada," potong Shenia. "Aku menemukan beberapa petunjuk lainnya."
~To Be Continued~
KAMU SEDANG MEMBACA
UNDIRECTED: "Where Are Them?" | A Thriller-Fantasy [END]
Mystery / ThrillerSatu kalimat, dua patah kata, dan 1.001 makna yang masih belum dapat dipastikan, "Cari Mereka." Semua ini dimulai saat Callie Aurelie, seorang mahasiswi sekaligus penulis, tanpa disadari terjebak ke dalam masalah rumit dengan begitu banyak petunjuk...