Dengan Evan diangkut ke mobil, Julian, James, dan anggota tim lainnya bergerak dengan cepat namun tetap waspada.
Shenia memastikan area sekitar aman sebelum mereka mulai meninggalkan gedung tua tersebut.
Di dalam mobil, Evan, yang masih lemah, mencoba berbicara. "Ada ... ada lebih banyak lagi," katanya dengan suara serak. "Mereka ... di tempat lain."
James mengangguk. "Kami punya peta milik Dr. Vincent. Kami akan menemukan mereka. Tapi pertama, kita harus memastikan kamu aman."
Tim mereka kembali ke markas sementara, sebuah rumah aman yang tersembunyi dan dilengkapi dengan peralatan medis dasar.
Mereka menempatkan Evan di salah satu ruangan dan mulai memberikan perawatan yang diperlukan.
Callie dan Shenia, yang menunggu di markas, segera membantu merawat Evan.
Shenia menggunakan keahliannya untuk memeriksa luka-lukanya dan memastikan dia stabil.
Sementara itu, Callie duduk di sampingnya, menggenggam tangannya untuk memberinya dukungan.
Julian, James, dan sisa tim berkumpul di ruang taktis untuk merencanakan langkah selanjutnya. Peta rahasia Dr. Vincent diletakkan di atas meja, ditandai dengan lokasi-lokasi yang perlu mereka kunjungi.
"Kita tidak bisa kehilangan waktu lagi," kata Julian dengan tegas. "Kita harus bergerak ke lokasi berikutnya secepat mungkin."
James mengangguk setuju. "Benar. Tapi kita juga harus hati-hati. Dr. Vincent pasti sudah tahu kita ada di sini."
Shenia masuk ke ruangan dengan ekspresi serius. "Evan bilang ada lebih banyak anak di lokasi lain. Dia juga menyebutkan bahwa mereka dipindahkan secara berkala untuk menghindari penemuan."
Julian memandang peta dengan penuh tekad. "Maka, kita harus bertindak cepat dan strategis. Kita akan membagi tim menjadi dua kelompok. James, kamu pimpin satu tim ke lokasi ini," katanya sambil menunjuk ke titik di peta. "Aku akan memimpin tim lainnya ke lokasi ini."
James setuju dengan rencana tersebut. "Baik. Kita akan berkoordinasi melalui komunikasi. Dan jika ada masalah, kita harus saling memberi tahu segera."
Dengan persiapan yang matang, kedua tim segera berangkat menuju lokasi-lokasi yang ditunjukkan oleh peta rahasia.
Julian dan timnya bergerak ke sebuah gudang tua di pinggiran kota, sementara James memimpin timnya menuju sebuah bangunan terbengkalai di daerah industri.
Saat tim Julian mendekati gudang tua, mereka bergerak dengan hati-hati, memastikan tidak ada jebakan atau penjaga yang mengintai.
Mereka masuk ke dalam dan mulai menyisir area tersebut, mencari tanda-tanda keberadaan anak-anak yang diculik.
Di sisi lain, tim James juga bergerak dengan hati-hati di dalam bangunan terbengkalai. Mereka menemukan beberapa kamar yang terkunci rapat.
Setelah membuka salah satu kamar, Julian mendapati secarik kertas dengan bercak darah tertindih lemari seperti memang sengaja diselipkan.
"James," Panggilnya, "lihat apa yang baru saja kutemukan."Berjalan mendekati Julian, James melihat kertas itu. Otaknya langsung tertuju pada suatu hal 'janggal' di sana.
"Ketebalan tulisannya berbeda." Ujar James. "Anda yakin ini ditulis menggunakan alat yang sama?"
Julian menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku tidak berkata demikian."
James melihat kertas yang baru saja diserahkan Julian kepadanya.
"Tulisan kode ini lebih tebal dari kata "Help us!" Yang tertulis." Jarinya menunjuk sesuai dengan yang ia ucapkan. "Mungkin, ini dibuat dengan alat tulis yang sama, namun waktunya berbeda."
Julian mengangguk setuju. "Dapat dipastikan kode ditulis lebih awal dari kata tersebut."
"Aku punya dugaan, namun tidak pasti. Ku rasa, kita perlu membawa ini ke markas terlebih dahulu." Saran James.
Julian berpikir sejenak sebelum akhirnya menyetujui. "Dengan itu, kita juga bisa bertanya pada Evan apakah dia tahu sesuatu tentang ini."
"Tunggu dulu." James menghentikan Julian. "Urusan kita di sini belum selesai. Masih ada beberapa ruangan yang belum kita selidiki."
"Bagaimana menurutmu, Evan?"
Tanya James pada Detektif Evan Antonie yang saat itu baru saja kembali dapat bernafas dengan lega.
Berpikir sejenak, kemudian menjawab, "kode ini bukanlah angka biasa."
"Lalu, tulisan tangan di bagian bawah gambar?" Callie ikut bersuara.
"Untuk itu, aku belum pasti," Jawab Evan, "bisa saja tulisan tersebut bukan dari adik-adikku. Maksudku, ini adalah kasus besar yang memakan banyak sekali korban."
James mengangguk setelah mendengar penjelasan Evan. "Kamu tidak familiar dengan tulisan tangan ini?"
"Tidak." Evan menggeleng. "Namun, aku tidak tahu kalau ini adalah tulisan saat salah satu adikku sedang teburu-buru atau panik. Hal ini belum pernah terjadi sebelumnya."
"Apakah kamu mengenali semua korbannya?" Timpal Shenia yang sedari tadi diam secara tiba-tiba.
"Tidak, tidak semuanya. Aku hanya kenal beberapa dari mereka."
"Di luar adik-adikmu, ada yang kamu kenal?" Pertanyaan itu bertuntun ditanyakan oleh Shenia.
Dijawab dengan anggukan oleh Evan. "Ya, ada yang kukenal."
"Baik ...." Akhirnya Shenia berhenti bertanya.
~To Be Continued~
.
Setelah sekian lama, ya, Van ...😌❤️🩹
KAMU SEDANG MEMBACA
UNDIRECTED: "Where Are Them?" | A Thriller-Fantasy [END]
Misteri / ThrillerSatu kalimat, dua patah kata, dan 1.001 makna yang masih belum dapat dipastikan, "Cari Mereka." Semua ini dimulai saat Callie Aurelie, seorang mahasiswi sekaligus penulis, tanpa disadari terjebak ke dalam masalah rumit dengan begitu banyak petunjuk...