______________
"Adek minta maaf, Kak!"
Sebuah kesalahpahaman membuat ia kehilangan kepercayaan dan kasih sayang kedua kakaknya.
Zavian hanya ingin mendapat kan kata maaf itu, sebelum semuanya benar-benar semakin berantakan.
______________
Publish...
Hari ini semua anggota keluarga Zavian pergi berlibur bersama. Mereka akan menghabiskan waktu untuk membuat sebuah momen indah yang telah mereka dambakan. Hati Zavian merasa amat senang, namun sejurus kemudian dia juga merasa sedih.
Apakah sakitnya akan sembuh. Atau ia akan kalah dengan sakit ini, lalu meninggalkan mereka? Apa orang yang ia tinggalkan justru merasa senang, karena sudah tak ada beban lagi.
Setiap hari pikirannya selalu mengarah kesana. Dia takut, dia takut mati disaat kedua kakaknya belum memaafkan nya, dia tak mau mati dalam keadaan mereka masih menyimpan kebencian.
"Bukan kematian yang ku takuti, aku lebih takut saat mati dalam keadaan mereka belum memaafkan ku. Aku harus mendapatkan maaf itu, setidaknya aku akan pergi dengan keadaan tenang,"
*000*
"Adek, ayo kita foto bareng. Pokoknya Bunda mau menghabiskan waktu sama kalian,"
"Sudah lama juga kita tidak kumpul bareng. Jadi untuk hari ini kita akan fokus membuat kenangan indah, Mama janji mulai sekarang kita akan sering seperti ini!"
Jihan sempat takut kalau terlalu sibuk dia akan mengabaikan ke-empat putranya yang tersisa. Dahulu dia mempunyai enam putra, Tetapi dua diantaranya sudah meninggal.
Sudah banyak hal dia lewati, dimulai pertumbuhan sang anak. Tidak banyak ia ketahui, bahkan dia masih belum sangka putranya sudah sebesar ini. Sudah berapa banyak yang ia lewatkan, mereka tumbuh bukan dengan kasih sayang sepenuhnya tetapi hanya sebagian saja.
Jihan memang merasa bahwa dia belum bisa menjadi seorang ibu. Kenapa? Dia masih sibuk mengurus pekerjaan sedang kan putranya dirumah membutuhkan nya.
"Adek juga ingin kita lebih sering kumpul. Adek takut..."
"Takut kenapa?" Jihan melihat raut wajah Zavian yang berubah dalam sekejap.
"Ngga ada. Adek cuma takut kalau ngga bisa lama-lama sama kalian, umur ngga ada yang tahu, Bun. Adek mau habiskan banyak momen, setidaknya kalau pergi ada satu kenangan yang akan diingat!"
"Adek... Ucapan kamu seperti orang mau pergi jauh. Jangan buat Mama semakin takut, Mama tidak siap kalau harus merasakan kehilangan lagi, sudah cukup Melvin dan Yohan jangan ada lagi!"
"Tidak ada siapapun bakal pergi. Jangan didengar ucapan dia, suka ngaco kalo ngomong!" Askara menatap tajam pada Zavian.
Respon Zavian hanya sebuah tatapan sulit diartikan, tatapan itu seperti sebuah tatapan kesedihan mendalam.
"Ini bukan perasaan takut akan kehilangan kan. Perasaan ini sama, seperti dahulu Melvin dan Yohan pergi!"
Askara merasakan perasaan ini sebelumnya, dia kembali merasa takut akan sakit sebuah rasa kehilangan seseorang telah dia sayangi. Dia tidak mau itu kembali terjadi, tetapi perkataan Zavian seolah dia akan pergi sejauh mungkin membuat ia tak bisa berpikir positif.
"Kak, malah bengong Bunda udah ngajak apa tadi? Sekarang malah kamu yang diem aja," Jihan melihat ke terdiaman Askara guratan khawatir terlihat namun berusaha ia tepis, mungkin dia sedang memikirkan sesuatu berat sampai seperti itu.
"Iya," Askara melihat betapa antusiasnya Zavian senyum anak itu bahkan terlihat lebar sekali.
Hal sederhana ini membuat dia sebahagia itu, ternyata benar kebahagiaan bukan di landasi barang mahal tapi dengan berkumpul seperti ini saja sudah memberikan sebuah kebahagiaan yang begitu besar.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.