Didalam mobil Yusuf fokus menyetir tapi pikiran sudah kemana-mana berpencar. Dia sesekali melirik bangku belakang dimana Zavian terbaring lemah, Yusuf menggenggam tangan dingin itu.
"Kakak tahu kamu pasti kuat. Kamu harus bertahan, tolong jangan menyerah dulu," lirih Yusuf dengan bulir bening yang terus jatuh di pelupuk matanya.
Tiga puluh menit dia menghabiskan waktu dalam perjalanan. Yusuf gegas keluar lalu membuka pintu belakang, kembali menggendong tubuh Zavian. Dia berlarian di lorong rumah sakit mencari bantuan siapapun.
"Dokter, suster! Tolong ... Tolong adik saya! Teriak Yusuf saat sudah didalam. Orang-orang menatap dengan iba, melihat bagaimana penampilan berantakan Yusuf saat ini.
Suster yang bertugas dengan sigap membawa Zavian dengan brangkar, Yusuf terus menggenggam tangan Zavian seolah tidak ingin melepaskannya.
Di bawanya di unit gawat darurat Yusuf terpaksa harus berhenti diluar untuk menunggu.
Yusuf sudah tidak kuat lagi untuk berdiri, badannya meluruh menangis diantara lipatan kedua tangannya. Zavian, dia memang baru dia kenal beberapa Minggu lalu tapi rasa sayang sebagai seorang kakak membuat dia ikut merasa khawatir mendalam.
Sebuah tangan mengelus rambut nya. "Yusuf, kamu harus tenang. Zavian akan baik-baik saja," suara itu suara yang ia kenali.
"Paman ..." ucap dengan lirih. Paman Yusuf tersenyum lantas menarik keponakan nya untuk masuk ke dalam pelukan nya.
Saat selesai bertugas tadi dia tak sengaja melihat Yusuf berlarian dengan wajah panik. Dia tahu siapa yang ada di gendongan ponakannya, makanya dia mengikuti sampai disini.
"Kamu harus tenang. Percaya Zavian bukan anak lemah, dia pasti kuat. Dia akan tetap bertahan," mencoba memberi sebuah kata penenang dikala hati sang ponakan sedang kalut.
Ia menggeleng isakan itu malah semakin keras. Membuat pamannya menjadi bingung harus seperti apa.
"Aku takut. Aku takut paman, dia ngga akan tinggalin aku kaya adek kan? Jangan lagi ..."
*
*
*Seharian ini Yusuf hanya berdiam diri menjaga Zavian yang masih belum sadarkan diri sampai sekarang. Matanya masih terpejam belum mau terbuka untuk melihat dunia lagi. Dia sempat pergi sebentar guna makan siang, tetapi hari sudah malam anak itu masih belum mau membuka mata.
"Yusuf paman bawakan makanan untuk kamu," paman Yusuf berjalan masuk menemui sang ponakan. Dia membawa sekotak nasi beserta lauknya. Melihat keponakan nya hanya berdiam diri tanpa melakukan apapun, jadi ikut sedih.
"Aku ngga laper paman," balas Yusuf pelan.
Yusuf tidak selera melakukan banyak hal, dia hanya berdiam diri sejak Zavian sudah dipindahkan ke ruang rawat. Melupakan tugas di cafe dan makannya, wajah pun memucat mirip seperti mayat hidup.
"Jangan kaya gini kamu juga harus makan. Kalau sakit, siapa yang akan jaga dia. Makan ya sedikit saja," paman Yusuf sangat tidak tega melihat anak dari Kakak nya hanya bisa diam menatap kosong tubuh tak berdaya temannya itu.
Yusuf malah menggeleng kekeh tidak mau makan. Sudah ia bilang kalau dia sudah tak napsu makan, mulut nya bahkan terasa pahit.
Paman hanya bisa mengambil napas lelah, ponakannya begitu keras kepala. Dia meletakan nasi kotak itu di meja, siapa tahu nanti Yusuf akan merasa lapar jadi bisa memakannya.
Tanpa keduanya sadari mata Zavian perlahan mulai terbuka berusaha untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke ratena matanya. Sampai akhir kesadaran nya telah sepenuhnya kembali, dia melirik kedua orang yang sedang berdebat di samping.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Si Bungsu [END]
Fiksi Remaja______________ "Adek minta maaf, Kak!" Sebuah kesalahpahaman membuat ia kehilangan kepercayaan dan kasih sayang kedua kakaknya. Zavian hanya ingin mendapat kan kata maaf itu, sebelum semuanya benar-benar semakin berantakan. ______________ Publish...