19

1.9K 71 0
                                        

Berhubung hari ini adalah hari libur, Zavian ingin pergi ke pusat perbelanjaan untuk membeli sesuatu yang sudah dia rencanakan sejak lama.

Berbekal dengan uang seadaanya dia ingin membeli sesuatu untuk seseorang. Dia melihat tempat dimana hadiah dijual, Zavian melihat lihat kira-kira apa yang akan dia beli dengan uang yang cukup.

"Ini bagus adek pengen beli, kebetulan juga uangnya pas." Zavian melihat sebuah gantungan dengan berbagai macam jenis, dia mengambil beberapa lalu pergi ke kasir untuk membayar.

Setelah selesai dia pergi ke tempat lain. Dia ingin pergi ke suatu tempat, tempat dimana dia bisa mengeluarkan segala keluh kesah nya selama ini.

Zavian, langkah kakinya terasa berat kali ini. Dia terdiam sejenak untuk menyiapkan segala agar tetap bisa berdiri.

Memang sudah sering kali dia ke tempat ini, nyatanya tetap dia tak bisa menahan sesuatu yang di sebut lukanya dimasa lalu.

Dia masih tak siap, walaupun hati ini berusaha tegar tapi tatapan mata begitu sayu membuat ia tak bisa membohongi perasaannya sendiri.

Tempat inilah satu-satunya dia bisa mengungkapkan segalanya. Tempat ini juga menjadi rumah kedua dikala dia sedang hancur.

Dua gundukan tanah bertuliskan nama Melvin & Yohan, Kakaknya yang sudah meninggal beberapa tahun lalu.

Dada Zavian semakin terasa sesak, air mata sudah berusaha ia tahan sebisa mungkin.

Dia duduk di antara dia makam Kakak. Tak lupa dia menabuh bunga lalu memanjatkan doa untuk ketenangan mereka berdua disana. Harapannya mereka slalu bahagia, diberi tempat terbaik di sisi sang pencipta.

"Halo Kak Melvin, Kak Yohan. Adek dateng lagi kesini, dengan segala resah di hati adek. Adek ingin bercerita lagi,"

"Adek tidak tahu harus memulai dari mana. Adek bingung, hmm. Kakak tahu mereka ternyata benci adek, mereka salahkan adek atas kematian kalian, mereka ...."

Zavian menahan segala sesak yang berkumpul di dada nya. Dia sudah meremat tanah yang membuat tangan kotor, tak perduli hal itu. Berharap rasa sesak akan segera pergi, mengingat semua cobaan telah dia lewati dengan tangisan yang sudah tak terhitung dia berhasil melewati semuanya.

"Bunda, Ayah, Kak Askara keliatan paling perduli ternyata juga membenci adek. Adek ngga sanggup harus mendapatkan kebencian dari mereka, sulit sekali melawan rasa sakitnya."

"Sialnya adek tahu dari Kak Zen sudah sejak awal membenci adek. Mereka bersembunyi dibalik kebaikan yang slalu mereka berikan untuk adek,"

"Sakit ...."

"Adek ngga bisa hadapi nya, Kak ...."

Sial, air mata nya malah meluruh dengan deras. Suasana malah semakin menyedihkan dengan isakan kian menjadi.

"Adek lelah Kak,"

"Adek lelah,"

Tubuhnya mengejang setiap kali terisak, bahunya naik turun bersamaan air mata yang mengalir deras seperti air terjun tak terbendung.

"Adek juga sakit, apa ini karma adek? Apa sakit ini adalah balasan untuk adek, udah buat kalian pergi –"

"Bukan, ini adalah takdir. Kematian mereka sudah dari garis takdir, bukan karena kamu!" Seseorang datang dan ikut duduk di sampingnya.

Zavian melirik sekilas saat sudah tahu siapa orangnya, dia kembali menatap makan Melvin dengan sendu. Zavian juga sedikit bingung untuk apa orang disebelahnya kemari, apa mungkin dia berniat sama ingin menjenguk seseorang.

"Kakak abis jenguk Nenek, ngga sengaja lihat kamu nangis sendirian disini. Kalo kamu heran kenapa kakak bisa ada disini," seolah tahu apa yang dipikirkan nya Yusuf langsung menjawab.

Kisah Si Bungsu [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang