Mulai sekarang, Agnia memutuskan untuk memakai lipcream warna maroon yang mana membuat wajahnya terlihat putih, bersih, meski tak mengenakan polesan apapun. Karena dia adalah tipikal wanita yang menomorsatukan penampilan, maka fashionnya harus selalu nyambung dengan wajah serta style rambut.
Entah kenapa tumben sekali pagi ini Agnia mengenakan celana hitam dengan atasan turtleneck putih yang kemudian dirangkapi blazer abu. Jelas sekali kalau itu bukan stylenya, tapi mau bagaimana lagi, lehernya terdapat banyak kissmark dari Nagata semalam.
Melihat Agnia yang menuruni tangga, Nagata pun memerhatikan wanita itu, mulai dari penampilan sampai cara jalan. Tapi memang aura istrinya itu lebih menampilkan kesan wanita. Mungkinkah ini disebabkan dari penyatuan semalam?
"Kenapa kamu pakai baju yang berbeda dari biasanya? Dress coquette kamu sudah kepakai semua? Mau saya belikan yang baru?" Nagata bertanya kepada Agnia yang kini membuka kulkas lalu mengambil satu anggur hijau untuk dimakan.
"Kalo gue pakai coquette, kissmark lo semalam bakalan kelihatan," jawab Agnia. "Lagian lo brutal amat. Dari leher sampai perut ada merah-merah semua! Apalagi dada gue!"
"Kamu juga banyak," balas Nagata lalu menyingkap baju untuk memperlihatkan bagian dada dan perutnya. "Ini lihat."
Agnia mencebik lalu duduk di kursi makan. "Sebenernya dada gue agak ngga nyaman karena baju gue ketat gini, kan. Tapi mau gimana lagi? Kalo misal gue pake baju yang kayak biasanya, leher gue kelihatan merah-merah."
"Ya memangnya kenapa?"
"Ntar mereka ngira kalo itu lo! Ogah gue!"
"Kan memang saya, Agnia."
"Ya makanya gue ngga mau!" kesal Agnia kemudian melahap roti bakar buatan Nagata. "By the way gue minum pil kontrasepsi."
Nagata diam. Tak dipungkiri jika hatinya berdenyut nyeri saat mendengar pengakuan dari Agnia mengenai wanita itu yang mengantisipasi untuk tidak hamil.
"Gue mau hamil, tapi ngga sekarang," lanjut Agnia seolah menyadari apa yang ada di pikiran Nagata.
"Iya, saya juga tidak masalah," jawab Nagata.
Seketika mata Agnia memicing ke arah Nagata yang kini sedang menyiapkan bekal. "Kenapa lo ngga mempermasalahkan? Bukannya putra kedua itu butuh keturunan untuk menopang keluarga Dierja yang bisnisnya ke mana-mana?"
"Wah!" Agnia kembali menyela saat Nagata hendak menjawab. "Jangan-jangan lo merencanakan untuk menghasilkan keturunan dari cewek lain??"
Nagata melebarkan mata. "Mulutnya."
"Iya, kan?? Udah gue duga. Emang cowok tuh gampang banget nanam benih sana-sini, mana ngga ngebekas! Kalo cewek mah beda lagi!" Agnia mengomel sambil mengunyah roti.
"Saya ngga ada niat begitu," kata Nagata setelah menutup bekal. "Satu tahun tanpa seks padahal status saya sudah sah sebagai suami saja saya bisa. Kenapa kamu nuduhnya begitu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Setelah Patah, Mari Berpisah
Tiểu Thuyết ChungNagata memanfaatkan pernikahannya dengan Agnia untuk menangkap ayah mertuanya yang menggelapkan dana bantuan sosial. Awal-awal pernikahan memang tidak mudah karena menghadapi karakter Agnia yang emosian, keras kepala dan ingin menang sendiri. Namun...