"Harusnya tidak ada. Tapi semua tergantung orangnya," jawab Nagata dengan posisi yang masih di sofa ruang tengah, meski bando sudah tidak menghiasi kepalanya.
"Gitu, ya?"
Nagata mengiakan. "Yang publik figurnya baik saja bisa menggelapkan dana."
Agnia menautkan alis dengan kepala yang masih menatap pria itu. "Contohnya?"
"Kalala Sasongko."
Agnia jelas tahu siapa Kalala Sasongko karena ia berteman baik dengan adik wanita itu, yang mana sekarang jadi iparnya. Ini adalah bukti nyata bahwa Keluarga Dierja memang menginginkan menantu yang berasal dari keluarga terpandang, meski yang paling terpandang tetap keluarga itu sendiri.
"Kasus Kalala Sasongko ini ada hubungannya sama pernikahan Kakak lo, ya?" Agnia bertanya dengan kepala yang dipenuhi beberapa dugaan terkait pernikahan Nayaka dan Raisa.
"Menurut kamu bagaimana?"
"Ada," jawab Agnia.
"Iya, memang ada." Nagata membalas. "Tapi tidak sepenuhnya."
"Ngga sepenuhnya gimana, nih, maksudnya? Ya kali menikah karena cinta?"
"Betul, selebihnya mereka menikah karena cinta."
Agnia menegakkan tubuh lalu menghadap Nagata karena lelah harus terus menolehkan kepala. Bodoamat dengan paha dan sebagian dadanya yang kini dilihat Nagata, karena rasa penasarannya terhadap Keluarga Dierja saat ini sedang menerka-nerka.
"Seorang Nayaka Dierja bisa jatuh cinta?" Agnia bertanya dengan wajah tak percaya. "Masa iya?"
Guna menghargai Agnia, Nagata pun ikut bersila dan menghadap wanita itu. "Baiknya kamu dengar dulu bagaimana karakter keturunan Dierja, dari si sulung sampai si bungsu."
Ketika melihat Agnia yang sudah fokus untuk mendengarkan, Nagata pun memulai pembicaraan. Nagata bahkan meletakkan bantal sofa ke pangkuan Agnia saat melihat wanita itu yang sepertinya kurang nyaman kala paha putihnya terpampang.
"Kakak sulung saya, Nayaka Ashkara Dierja, sangat pandai bernegosiasi. Tak heran jika dia berhasil menikah dengan Raisa, meskipun dia benar-benar mencintai perempuan itu. Kisah cinta yang klise, yang mana dimulai dari jatuhnya Nayaka pada pesona Raisa." Nagata memberi jeda.
"Tetapi kalau negosiasinya dikhianati, dia tidak segan untuk menjatuhkan mereka yang semula menjadi rekan kerjanya."
Agnia mangut-mangut.
"Kalau saya, kamu bisa lihat, kan, saya ini seperti apa?" Nagata tersenyum kecil. "Mungkin first impression kamu ke saya ketika dulu kita ketemu di perpustakaan adalah saya ini berandal. Betul?"
"Betul." Tanpa sadar Agnia menjawab.
"Sudah saya duga," balas Nagata. "Tapi saya engga seberandal itu, Agnia. Mungkin lebih ke mendalami peran untuk memberantas koruptor-koruptor."
KAMU SEDANG MEMBACA
Setelah Patah, Mari Berpisah
General FictionNagata memanfaatkan pernikahannya dengan Agnia untuk menangkap ayah mertuanya yang menggelapkan dana bantuan sosial. Awal-awal pernikahan memang tidak mudah karena menghadapi karakter Agnia yang emosian, keras kepala dan ingin menang sendiri. Namun...