08 | kobaran api

403 52 2
                                    

Pagi itu, Gyumin dan Sing bergegas keluar dari mansion megah mereka, siap untuk memulai hari baru di sekolah. Mereka menaiki mobil mewah yang sudah menunggu di halaman, dengan Wain, kakak keempat mereka, yang siap mengemudi. Wain selalu mengambil peran sebagai pelindung dan pengasuh, memastikan adik-adiknya aman dan nyaman.

“Gyumin, Sing, kalian sudah siap untuk hari ini?” tanya Wain sambil melihat mereka melalui kaca spion.

“Sudah, Kak,” jawab Gyumin, sambil merapikan dasinya. “Hari ini ada banyak tugas yang harus diselesaikan.”

Sing menambahkan, “Iya, semoga semuanya berjalan lancar.”

Wain mengangguk dan mulai mengemudi keluar dari halaman mansion. Jalanan pagi itu relatif sepi, hanya beberapa mobil yang melintas. Mereka menikmati perjalanan dengan obrolan ringan, mencoba mengalihkan pikiran dari tekanan dan tugas-tugas sekolah yang menunggu.

Sepanjang perjalanan, Wain memberikan beberapa nasihat kepada adik-adiknya. “Ingat, tetap fokus di kelas dan jangan ragu untuk bertanya jika ada yang tidak dimengerti. Dan yang paling penting, jaga sikap kalian. Oh ya jangan lupa rencana kita.”

Gyumin dan Sing mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa Wain selalu menginginkan yang terbaik untuk mereka. Sebagai kakak, Wain tidak hanya berperan sebagai pengemudi pagi itu, tetapi juga sebagai panutan dan mentor.

Setibanya di sekolah, Wain memarkir mobil dengan hati-hati. “Aku akan menjemput kalian nanti setelah pulang sekolah. Kalau ada apa-apa, jangan ragu untuk menghubungi,” katanya sambil tersenyum.

Gyumin dan Sing turun dari mobil, siap menghadapi hari mereka. “Terima kasih, Wain Hyung. Sampai nanti,” kata Gyumin.

Mereka berdua berjalan menuju gerbang sekolah, sementara Wain mengamati dari kejauhan, memastikan mereka masuk dengan aman. Setelah itu, ia kembali ke mobil dan melanjutkan perjalanan ke tempat kerjanya, merasa tenang karena telah menjalankan tanggung jawabnya sebagai kakak yang selalu ada untuk adik-adiknya.

Perjalanan pagi itu tidak hanya sekadar rutinitas, tetapi juga momen kebersamaan yang mempererat hubungan mereka sebagai saudara. Dengan penuh semangat, Gyumin dan Sing melangkah ke dalam sekolah, siap untuk belajar dan menghadapi tantangan hari itu, dengan dukungan penuh dari kakak mereka.

Sing dan Gyumin segera berpisah untuk masuk ke kelas masing-masing. Sing, yang kini duduk di kelas 11, langsung menuju kelasnya dengan langkah mantap. Sementara itu, Gyumin, yang masih berada di kelas 10, mengikuti jalur yang berbeda ke ruang kelasnya. Meski berada di kelas yang berbeda, keduanya memiliki satu kesamaan yaitu mereka adalah anggota OSIS yang aktif dan sering terlibat dalam berbagai kegiatan sekolah.

Hari itu, pelajaran berlangsung seperti biasa. Sing mendengarkan penjelasan guru dengan penuh perhatian, mencatat poin-poin penting di buku catatannya. Di kelas lain, Gyumin juga fokus mengikuti pelajaran, meskipun sesekali pikirannya melayang memikirkan tugas-tugas OSIS yang menunggu.

Waktu berlalu dengan cepat, dan bel istirahat pun berbunyi. Sing merasa lega bisa beristirahat sejenak dari aktivitas belajar yang intens. Dia memutuskan untuk pergi ke kelas Zayyan.

Namun, ketika Sing berjalan di koridor menuju kelas Zayyan, dia dikejutkan oleh pemandangan yang tak terduga. Di ujung koridor, dia melihat Zayyan diseret oleh dua orang laki-laki yang tampak lebih besar darinya. Zayyan berusaha melawan, tetapi kekuatannya tidak sebanding dengan mereka.

Sing menghampiri mereka dengan tenang, meski hatinya berdegup kencang. "Apa yang kalian lakukan pada dirinya?" tanyanya dengan suara tegas.

Kedua laki-laki itu menoleh, terlihat terkejut dan marah. Salah satu dari mereka mendesis, "Ini bukan urusanmu. Pergi dari sini sebelum kamu menyesal." dengan pamdangan remeh.

Harapan | Xodiac ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang