17 | lukisan

332 50 4
                                    

Pagi hari di mansion itu selalu dimulai dengan tenang dan damai. Udara segar dan embun pagi masih menempel di dedaunan taman. Cahaya matahari pagi yang lembut menyusup melalui jendela-jendela besar, menciptakan bayangan indah di dalam ruangan. Burung-burung bernyanyi riang, menambah keindahan suasana pagi yang hangat.

Pagi itu, Zayyan sudah bersih dan rapi mengenakan rompi rajut berwarna coklat dan celana panjang yang nyaman. Dengan langkah hati-hati, ia menuruni tangga besar mansion dibantu oleh seorang pelayan pribadi yang selalu setia mendampinginya. Pelayan itu memastikan setiap langkah Zayyan aman, mengingat kondisinya yang masih lemah.

Saat Zayyan mencapai lantai bawah, ia bisa mencium aroma lezat dari dapur yang menyebar ke seluruh rumah. Ruang makan keluarga besar mereka sudah penuh dengan suasana hangat dan penuh kasih. Ini adalah rutinitas yang tak pernah dilewatkan oleh keluarga mereka: makan bersama, kapan pun mereka bisa.

Celia, sang mama, sudah duduk di kursinya dan langsung melihat Zayyan yang baru tiba di ruang makan. "Zayyan, sayang, sini duduk di samping mama," katanya dengan senyum hangat di wajahnya. Celia menepuk kursi kosong di sampingnya, mengisyaratkan Zayyan untuk duduk di sana.

Zayyan tersenyum tipis dan melangkah mendekat. Ia merasa sedikit canggung, tapi kehangatan keluarganya membuatnya merasa lebih nyaman. Sang pelayan membantunya duduk dengan hati-hati, memastikan Zayyan merasa nyaman sebelum meninggalkan ruangan.

Ketika Zayyan sudah duduk, Celia meraih tangannya dan mengelusnya lembut. "Kamu terlihat sangat tampan hari ini, Zayyan," katanya dengan bangga.

Zayyan merasa sedikit merah di wajahnya karena pujian itu. "Terima kasih, Ma," jawabnya dengan suara pelan.

Louis, yang mendengar percakapan itu, tersenyum kepada putra bungsunya. "Bagaimana tidurmu semalam, Zayyan? Apakah kamu merasa lebih baik?" tanyanya penuh perhatian.

Zayyan mengangguk pelan. "Ya, Pa. Aku merasa lebih baik. Terima kasih sudah khawatir."

"Bagus sekali. Kita semua ada di sini untukmu, nak," kata Louis dengan suara penuh kasih sayang.

Makanan pun mulai disajikan, pelayan-pelayan membawa piring demi piring hidangan lezat ke meja. Semua anggota keluarga tampak bersemangat menikmati sarapan bersama.

Selama makan, Celia terus memperhatikan Zayyan, memastikan bahwa ia makan dengan baik dan tidak terlalu memaksakan diri. "Kamu harus makan yang banyak, sayang. Kita ingin kamu cepat sembuh dan kuat kembali," katanya sambil menyuapkan makanan ke piring Zayyan. Zayyan tersenyum dan mengangguk.

Setelah selesai sarapan, Zayyan merasa bosan. Tidak ada aktivitas menarik yang menunggu di depannya jadi ia memutuskan untuk mengeksplorasi ruangan-ruangan di mansion yang belum ia ketahui. Dengan langkah ringan, ia berjalan keluar dari ruang makan dan mulai menyusuri lorong panjang yang jarang ia lewati.

Lorong itu terasa berbeda dari bagian mansion lainnya. Dinding-dindingnya dipenuhi dengan berbagai lukisan cantik yang tertata rapi. Setiap lukisan memiliki tema dan warna yang berbeda  menceritakan kisah yang unik. Zayyan berhenti sejenak di depan setiap lukisan, mencoba memahami cerita yang ingin disampaikan oleh sang pelukis.

Lukisan pertama yang menarik perhatiannya adalah pemandangan pedesaan yang tenang dengan sawah hijau yang luas dan petani yang bekerja di ladang. Di sampingnya, ada lukisan laut biru dengan perahu-perahu nelayan yang berlayar di bawah sinar matahari terbenam. Warna-warna cerah dan detail-detail halus dari lukisan-lukisan ini membuat Zayyan terpaku.

Selanjutnya, ia melihat lukisan keluarga besar yang berkumpul di sekitar meja makan, tertawa dan berbicara dengan gembira. Wajah-wajah di lukisan itu tampak familiar mengingatkannya pada foto-foto lama yang pernah ia lihat di album keluarga. Zayyan merasakan kehangatan dan kebahagiaan yang terpancar dari lukisan itu, seolah-olah ia sedang melihat masa lalu yang indah.

Harapan | Xodiac ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang