22 | mencari arah

295 46 1
                                    

Zayyan kini berada di dalam rumah sakit, terbaring lemah di sebuah ruang perawatan intensif. Berbagai alat medis terpasang di tubuhnya, memberikan gambaran betapa kritis kondisinya. Monitor jantung berdering dengan ritme yang cemas, menunjukkan tanda-tanda vital yang lemah.

Dokter dan suster bergegas di sekitar tempat tidurnya, wajah mereka tegang, mencerminkan keseriusan situasi ini. Mereka bekerja tanpa henti, memasang infus, memeriksa tekanan darah, dan memberikan obat-obatan yang diperlukan, berusaha mempertahankan nyawanya dengan segala cara yang mereka bisa.

Di luar ruangan, suasana tak kalah tegang. Celia dan Louis berdiri di balik jendela kaca, menatap putra mereka dengan hati yang penuh kekhawatiran. Celia menggenggam tangan Louis erat-erat, air mata terus mengalir di pipinya.

"Tolonglah, Zayyan, bertahanlah," bisiknya dengan suara bergetar, penuh harap.

Louis mencoba menenangkan istrinya, meskipun hatinya sendiri dipenuhi ketakutan. Setiap detik terasa seperti seabad dan mereka hanya bisa berharap dan berdoa agar Zayyan bisa melewati masa kritis ini dan kembali kepada mereka.

Di dalam suasana di ruang perawatan sangat cemas dengan suara mesin-mesin yang berdengung dan para perawat yang bekerja cepat. Namun, di balik ketidaksadarannya, Zayyan merasakan dirinya seakan terlempar ke dunia yang berbeda.

Zayyan kini berdiri di sebuah hamparan rumput berwarna kuning yang menenangkan. Langit di atasnya cerah tanpa awan, dan angin sepoi-sepoi meniup lembut wajahnya. Pemandangan ini sangat indah dan damai, tetapi Zayyan merasa bingung karena tidak tahu di mana ia berada. Tempat ini terasa asing dan misterius. Dia mulai berjalan perlahan, mencari tanda atau petunjuk yang bisa membantunya memahami situasi ini.

Tiba-tiba, dari kejauhan, muncul bayangan hitam yang semakin lama semakin mendekat dan ada sosok anak kecil berusia tujuh tahun. Anak itu memiliki rambut hitam legam, mata besar yang penuh rasa ingin tahu, dan senyum yang hangat. Anak kecil itu mendekati Zayyan dengan langkah ringan, seolah-olah tidak terbebani oleh apa pun.

"Halo, Zayyan," kata anak itu dengan suara ceria. "aku Iyyan, kita bertemu lagi hehe.

"Lihat! langitnya bagus, ayo kita menari-nari dan bersenang-senang sekarang!"

Sebelum Zayyan sempat merespons, bayangan hitam itu mendekat lebih dekat, menatap Zayyan dengan tatapan yang menusuk.

"Sudah ku bilang, Zay," katanya dengan suara yang dalam dan menakutkan.

"Mari menghilang bersamaku."

Zayyan merasakan kegelisahan yang mendalam. Dia bingung dengan apa yang sedang terjadi. Di antara kedua sosok ini, muncul seseorang yang terlihat sangat familiar. Wajahnya mirip dengan Zayyan, dengan mata yang penuh dengan kebijaksanaan dan rasa sakit. Sepertinya dia orang dewasa, Zayyan merasa mengenali orang ini.

Kemudian, ingatannya melayang kembali pada lukisan misterius yang pernah dilihatnya di mansion. Lukisan itu menggambarkan seseorang yang berjalan di genangan air sepinggang, dikelilingi oleh ubur-ubur dengan latar belakang bulan dan bintang yang suram serta goresan darah di kanvasnya. Wajah orang dalam lukisan itu sangat mirip dengan wajahnya sendiri.

Orang yang mirip dengan lukisan itu menatapnya dengan penuh kasih sayang dan berbicara dengan suara lembut namun tegas,

"Zayyan, jangan dengarkan mereka, Zayyan. Tetapi dengarkan lah aku. Mari kita kembali. Tolong, berjuanglah lebih kuat lagi."

Zayyan merasa kebingungan yang mendalam. Di satu sisi, Iyyan, anak kecil itu, mengajaknya untuk bersenang-senang di tempat yang tampak begitu damai dan menenangkan.

Di sisi lain, bayangan hitam itu terus menggodanya untuk menghilang bersama, menawarkan pelarian dari semua rasa sakit dan penderitaan yang ia alami. Dan di tengah semua itu, sosok yang mirip dengan lukisan itu memintanya untuk berjuang dan kembali.

Harapan | Xodiac ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang