Ungkapan

212 16 6
                                    

Devon dan Laura tengah menaiki kuda mereka yang melaju cukup kencang. Devon dan kudanya berada di posisi paling depan, sedangkan Laura dan seekor kuda berwarna coklat berada cukup jauh di belakang Devon.

Setelah kuda mereka berlari mengitari pekarangan, Devon pun menghentikan kudanya. Kuda Laura menyusul di belakang kuda Devon. Pria itu turun dari kuda hitamnya dan melepaskan helm yang ia pakai. Laura menatap Devon dan tersenyum,

"Harus kuakui, kau memang ahlinya dalam berkuda" puji wanita itu yang membuat Devon melirik kearahnya.

Laura seketika mengulurkan tangannya pada Devon dari atas kuda,

"Bisakah kau bantu aku untuk turun sekarang?" tanyanya dengan senyuman penuh arti.

Devon terdiam sejenak dan mengulurkan tangannya untuk membantu Laura turun dari kudanya. Laura pun bergerak turun dan sengaja sedikit melompat kearah Devon,

GREP!

Dengan gerakan refleks, Devon pun menangkap tubuh Laura yang mendarat di pelukannya. Laura menyentuh bahu Devon dan menatapnya dalam,

"Kau tau.. Aku sungguh tidak heran mengapa banyak wanita yang tergila-gila padamu" ucapnya setengah berbisik.

Devon menatap Laura dan dengan segera melepaskan tangannya dari pinggang wanita itu,

"Aku tidak suka digilai" timpal Devon datar.

Laura menyeringai pelan sambil melipat tangannya,

"Benarkah?" tanya Laura.

"Tapi.. Aku rasa aku mulai menggilai mu" lanjutnya yang membuat Devon menatap wanita itu dengan tatapan yang sulit diartikan.

Devon membuka sarung tangannya dan menghela nafasnya pelan,

"Usaha yang bagus Laura. Tapi, aku selalu menganggap mu seperti adik ku sendiri" balasnya yang membuat Laura merasakan hantaman keras di dadanya.

"Kalau begitu.. ubah pandanganmu padaku. Tatap aku seperti wanita dewasa yang lain" ucap Laura dalam.

Laura berdiri di hadapan Devon dan menatapnya dalam,

"Aku akan membuatmu merubah cara pandang mu padaku" lanjutnya dengan percaya diri.

Devon hanya diam menatap wanita itu tanpa membalas ucapannya. Kini tangan Laura terangkat keatas dan menyentuh pipi Devon dengan lembut,

"Aku tidak pernah menatapmu seperti seorang kakak.. Aku juga tidak ingin seorang kakak. Aku adalah anak tunggal, dan aku bersyukur karena hal itu" ucapnya penuh arti.

"Devon.. Asal kau tau. Selama ini aku menatapmu sebagai seorang pria.." lanjutnya terhenti sejenak sambil mendekatkan wajahnya pada Devon.

"Pria yang aku cintai" bisiknya lagi.

Dan dengan gerakan lembut, wanita itu menempelkan bibirnya pada bibir Devon. Devon terlihat tidak bergeming dan diam di posisinya dengan mata terbuka. Lalu, perlahan Laura melepaskan ciumannya dan terlihat merona. Wanita itu pun berjalan mundur dan tersenyum pada Devon,

"Aku tau kau akan mengadakan pertemuan. Jadi.. sampai bertemu lagi nanti" ucapnya dan berbalik pergi dengan jantung yang berdebar kencang.

Devon menatap punggung Laura dan menghela nafasnya. Jujur, ia tidak merasakan apapun saat Laura menciumnya tadi. Seketika ingatan Devon pun kembali berputar saat kejadian kemarin, dimana dia dan Mery berciuman di bawah guyuran air.

DEG!

Mengingat hal itu saja membuat jantung Devon berdebar dan tubuhnya bereaksi dengan cepat. Pria itu seketika menyentuh keningnya dan menghela nafas dengan kasar,

"Sial!" desisnya.

Setelah itu Devon pun membawa George ke kandang dan bersiap-siap untuk melakukan pertemuan dengan para petinggi.

~

Devon masuk ke ruangannya dan tatapannya seketika mengarah pada kanvas putih yang dipakai Mery kemarin. Pria itu mendekati kanvas itu dan melihat coretan abstrak yang dibuat Mery kemarin. Devon sedikit memicingkan matanya dan melihat coretan itu seperti sebuah wajah. Namun, jelas wajah itu tidak begitu mirip dengannya. Gambaran itu terkesan seperti gambar kartun anak-anak.

Devon menyentuhkan jarinya di kanvas itu dan mendesis pelan,

"Apakah dia benar-benar seorang pelukis?" ucapnya sedikit mencemooh.

Tok..

Tok..

Seketika ketukan terdengar dari ruangan itu. Devon berjalan ke meja kerjanya dan menyahut,

"Masuk"

Pintu terbuka dan memperlihatkan tiga orang pelayan wanita yang masuk ke dalam ruangan itu. Salah satu pelayan yang berada di tengah terlihat menunduk dalam dengan takut,

"Maaf mengganggu anda Yang Mulia Pangeran. Sesuai permintaan Pangeran, kami membawa pelayan yang kemarin memberikan minuman untuk Putri Melisa dan Pangeran" ucap salah seorang pelayan.

Devon menatap tajam pelayan itu dan mengangguk. Kedua pelayan itu pun kembali mengangguk dan meninggalkan si pelayan yang ketakutan tadi sendirian bersama Devon.

Setelah pintu tertutup, si pelayan yang ketakutan tadi seketika terduduk dan berlutut di hadapan Devon,

"Aku bersumpah Pangeran, aku tidak tau apa-apa! Aku hanya di perintahkan untuk membawa minuman dan camilan. Aku bersumpah tidak memasukan apapun ke dalam minuman itu!" ucap pelayan itu sambil menangis.

Devon hanya diam menatap tajam pada pelayan yang tengah berlutut dan menangis di hadapannya itu,

"Aku tidak menaruh apapun Pangeran.. Tolong ampuni aku" ucap pelayan itu lagi memohon.

Tiba-tiba pintu ruangan Devon terbuka dan memperlihatkan Billie yang masuk dan langsung menghampiri Devon,

"Pangeran, di dalam teh Putri Melisa kemarin ada sedikit campuran bunga datura. Mungkin itu efek yang menyebabkan Putri Melisa sedikit mabuk atau berhalusinasi" lapor Billie sambil membawa sampel hasil dari penyelidikannya.

Pelayan yang tengah menangis itu kembali berlutut sambil mengatupkan tangannya meminta belas kasihan,

"Maafkan aku Pangeran, mungkin aku telah ceroboh dan tidak sengaja memasukan bubuk daun datura kemarin. Aku sama sekali tidak punya niatan buruk apapun Pangeran, aku bersumpah!" ucap pelayan itu.

Devon mengambil sampel di tangan Billie dan terdiam sejenak,

"Kalau begitu, kau akan dihukum karena telah lalai dan ceroboh" ucapnya tajam.

Devon pun berdiri dari duduknya sambil membawa berkas yang akan ia bawa ke pertemuan nanti,

"Billie, pastikan dia mendapat hukuman yang setimpal di bawah tanah" lanjut pria itu dengan tatapan dinginnya.

Billie pun menunduk dan memberikan kode pada para pengawal yang langsung membawa pelayan itu pergi. Si pelayan terlihat sedikit berontak sambjl menangis. Dan, saat para pengawal itu keluar dari ruangan Devon, terlihat pelayan pribadi Selena tengah bersembunyi di balik tembok.

Setelah dirasa cukup untuk menguping, ia pun seketika pergi untuk melapor pada Selena. Ya.. skenario itu memang di buat oleh Selena. Ia tau Mery telah gagal kemarin dan hampir ketahuan. Wanita paruh baya itu tentu marah, ia pun membuat skenario dan mengancam pelayan tadi untuk berbohong..

Selena duduk di meja pribadinya dan menatap tajam keluar jendela. Ia menyeruput teh nya dan kembali menatap Christy yang tengah menunduk di hadapannya,

"Gadis itu benar-benar ceroboh!" desisnya tajam.

Christy semakin menunduk dan terlihat takut,

"Tapi.." ucap Selena terhenti sejenak.

"Tapi kurasa.. setelah kejadian ini, akan ada hal menarik yang terjadi" lanjutnya dengan senyuman misterius.

Christy seketika mengangkat sedikit wajahnya dan menatap wajah Selena yang terlihat puas.

Sebenarnya apa yang ada di dalam pikiran wanita jahat itu? Pikir Christy dalam hatinya dengan was-was.

Bersambung..

Jangan lupa kasih vote dan komen di bawah ya, bantu follow author juga biar makin semangat nulisnya 😁🙏

Permaisuri Palsu Tawanan Sang PangeranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang