Prisoner

205 19 30
                                    

Laura mengoleskan obat pada tangan Devon dan menutupinya dengan perban secara hati-hati. Setelah beradu mulut dengan Devon yang keras kepala akhirnya Laura berhasil memaksa pria itu untuk mengobati lukanya.

Devon hanya menatap datar pada tangannya dan hendak berdiri untuk kembali ke meja kerjanya. Namun Laura dengan cepat menahan tangan pria itu,

"Cukup Devon, apa kau masih mau bekerja dengan tangan seperti itu? Di hari spesial mu nanti malam? Ayolah.. berhenti keras kepala" ucap Laura memohon.

Devon tidak mengidahkan ucapan Laura dan menarik tangannya,

"Hanya luka kecil, jangan berlebihan" timpal pria itu dengan nada dingin dan berjalan kembali ke meja kerjanya.

Laura hanya dapat menghela nafasnya dan mulai berdiri,

"Apa yang akan kau lakukan pada gadis penipu itu?" tanyanya tiba-tiba yang membuat Devon terdiam untuk beberapa saat.

"Apa kebohongan gadis itu telah membuatmu kecewa? Jangan katakan padaku bahwa kau telah menyukai gadis itu?" tanyanya lagi dengan perasaan tidak rela.

Devon duduk di kursinya sambil menggertakkan giginya. Pria itu mengambil salah satu berkas dan menjawab pertanyaan Laura dengan nada yang cukup tajam dan dingin,

"Aku tidak pernah menyukainya!" tegas Devon sambil membuang wajahnya.

Laura yang mendengar ucapan Devon seketika merasa sedikit lega mendengarnya,

"Lalu.. mengapa kau memintaku merahasiakan hal itu pada siapapun termasuk Raja dan Ratu?" tanyanya lagi.

Devon meletakkan berkasnya dan menatap Laura,

"Ini masalah pribadiku, aku akan menyelesaikannya sendiri. Dan aku tidak mau acara ini berantakan jika hal itu tersebar. Akan ada banyak gosip yang menyeret namaku nantinya, dan aku tidak mau hal itu terjadi" jawabnya tegas.

Laura menghela nafasnya dan berjalan mendekati meja Devon,

"Baiklah kalau begitu, aku akan tutup mulut" ucapnya.

Laura terdiam sejenak dan berdehem pelan,

"Berarti.. calon permaisurimu saat ini hanya tinggal aku dan Putri Anna. Jadi.. Apa kau sudah menentukan pilihanmu?" tanyanya mencoba memancing.

Devon menatap berkasnya untuk beberapa saat dan menghela nafasnya pelan,

"Kau akan mendengar jawabannya nanti malam" jawab Devon datar.

Laura menghela nafasnya kecewa dan mengangguk,

"Baiklah.. Kuharap kau tidak salah menentukan pilihan" balas wanita itu penuh percaya diri.

~~

Mery menyentuh perutnya yang benar-benar terasa lapar kali ini. Ia bahkan merasa tenggorokkannya semakin sakit karena haus. Mery menjilat bibirnya yang kering dan mulai terasa perih.

Sudah cukup lama ia menunggu tetapi tidak ada satu pun orang yang masuk untuk memberikannya makanan atau minuman. Akankah ia benar-benar mati kelaparan disini?

Lalu selang beberapa menit terdengar suara langkah kaki yang berjalan mendekati sel nya. Mery dengan cepat menegakkan tubuhnya dan menatap nanar kearah pintu sel tahanan.

Lorong tahanan yang cukup gelap membuat Mery tidak dapat melihat dengan jelas siapa yang tengah berjalan masuk kearah sel tahanannya. Lalu, tiba-tiba seorang pengawal berdiri di depan sel tahanan Mery dan membuka kuncinya.

Mery menegakkan tubuhnya yang terasa lemas. Lalu, tiba-tiba pengawal itu membuka pintu sel dan menunduk seperti mempersilahkan seseorang untuk masuk ke dalam..

Permaisuri Palsu Tawanan Sang PangeranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang