Dinner

213 17 0
                                    

Laura duduk di meja yang telah ditata rapih dan dibuat romantis di sebuah ruangan khusus. Wangi bunga yang lembut memenuhi ruangan dan membuat siapapun yang menghirupnya merasa nyaman berada disana. Lilin-lilin juga di tata sedemikian rupa membuat suasana menjadi sangat romantis dan intens.

Laura mengarahkan pandangannya ke sekitar dan tersenyum puas. Ia pun kembali menatap kearah jam dengan perasaan yang cukup gelisah. Sudah 15 menit ia menunggu disini dan Devon belum juga tiba. Laura terlihat sedikit resah di kursinya,

"Mungkin dia sedang bersiap-siap" ucapnya pada diri sendiri mencoba untuk tetap tenang.

Jam terus berputar dan tidak terasa sudah hampir 30 menit Devon belum juga tiba. Laura mulai berdiri dari duduknya dengan gelisah,

"Mengapa begitu lama? Apa dia lupa bahwa dia memiliki jadwal makan malam denganku?" tanyanya resah sambil berjalan mondar-mandir.

Lalu tidak lama pintu ruangan itu pun terbuka dan memperlihatkan Devon yang masuk ke dalam dengan kemeja hitamnya. Pria itu terlihat tidak terlalu rapih dan tidak juga terlihat berantakan. Kesan seksi begitu mendominasi aura wajah Devon.

Senyuman Laura seketika mengembang dan ia pun bernafas lega saat melihat Devon,

"Kukira kau melupakan makan malam kita" ucap Laura sedikit menyindir.

Devon tidak menanggapi ucapan Laura dan mulai duduk di kursinya. Laura duduk di hadapan pria itu dan memperhatikan penampilan Devon,

"Kau terlihat tampan" celetuknya lagi.

"Maaf aku terlambat" balas Devon dengan nada datarnya.

Laura pun menghela nafasnya pelan dan mengangguk,

"Aku tidak suka dengan orang yang tidak tepat waktu. Tapi, kali ini aku akan memaafkan mu" balas Laura.

Seorang pelayan pun masuk dan meletakkan makanan pembuka di atas meja. Musik tiba-tiba mengalun indah memenuhi ruangan, suasana romantis pun begitu terasa dan membuat Laura tersenyum puas.

"Apa kau mau dansa terlebih dahulu?" tanya Laura yang membuat Devon menatapnya.

Tanpa menunggu jawaban Devon, Laura pun mengulurkan tangannya pada pria itu. Devon terdiam sejenak dan mulai meraih tangan Laura. Mereka pun berjalan ke tengah ruangan dan mulai berdansa mengikuti alunan musik.

Devon meletakkan tangannya di pinggang Laura. Laura pun menaruh tangannya di dada pria itu dengan senyuman lembutnya. Tubuh mereka mengalun pelan menyesuaikan musik yang di lantunkan dengan merdu.

Wajah Devon terlihat menatap Laura namun tanpa ekspresi, dan hal itu membuat Laura sedikit terganggu,

"Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Laura lembut.

"Apa kau punya masalah? Kau bisa cerita padaku" lanjutnya.

"Aku tau kau sedang banyak pikiran, tapi.. bisakah untuk saat ini kau menikmati waktu kita berdua?" tanyanya dengan tatapan penuh perhatian.

Devon terdiam sejenak dan mulai membuka suaranya,

"Terimakasih atas perhatianmu. Maaf jika kau merasa tidak nyaman, tetapi jujur saja aku memang sedang banyak pikiran dan harus mengerjakan sesuatu yang penting" balas Devon dengan cukup dingin.

Laura menatap wajah pria di depannya dan tersenyum,

"Kau bisa berbagi kesulitanmu padaku Devon. Bagaimanapun juga setelah kita menikah nanti, sebagai seorang istri, bukankah sudah seharusnya aku membantu suamiku? Kita harus saling berbagi dan menguatkan satu sama lain" ucapnya sambil mengusap dada Devon.

Devon kembali tidak membuka suara dan hanya diam sambil menatap Laura yang juga tengah menatapnya dalam. Wanita itu mengangkat sebelah tangannya dan mengusap pipi Devon dengan lembut,

"Aku bisa meringankan bebanmu" bisik Laura dengan nada penuh arti.

Devon yang mengerti maksud ucapan Laura seketika menjauhkan tubuhnya dan berbalik,

"Aku lapar, lebih baik kita makan sekarang" ucapnya yang langsung berjalan kearah meja.

Laura menatap punggung Devon dan menghela nafasnya,

"Dia benar-benar kaku dan dingin" bisik wanita itu pada diri sendiri.

Mereka pun akhirnya duduk di meja dan mulai menikmati makanan pembuka. Laura terlihat aktif berbicara dan mencoba mengajak Devon mengobrol, sedangkan Devon hanya menanggapi ucapan Laura seadanya.

Makanan utama dan makanan penutup pun telah selesai. Kini seorang pelayan menyimpan botol wine yang terlihat mahal dan langka di atas meja, serta dua gelas kosong. Laura tersenyum dan menatap kearah Devon,

"Ini adalah wine langka yang khusus aku persiapkan untukmu. Aku tau kau belakangan ini sudah jarang pergi ke club. Jadi, aku membawakan wine yang lebih bagus dan berkualitas untukmu" ucap Laura sambil membuka botol winenya.

"Jika sudah menikah nanti, kau tidak perlu keluar istana untuk mencari wine murahan. Wine ini akan selalu tersedia untukmu. Kau tau, rasa wine ini begitu luar biasa, kau pasti akan suka" lanjutnya sambil memberikan gelas yang telah berisi wine tadi.

Devon menatap gelas itu untuk beberapa saat dan mulai meraihnya,

"Kau tidak perlu repot-repot menyediakannya. Aku tidak butuh banyak wine jika aku memiliki istri nanti" celetuk Devon datar yang membuat Laura tersenyum.

"Kau benar, istrimu jauh lebih menggoda daripada wine" balasnya sambil berkedip dengan percaya diri.

Devon tidak menanggapi ucapan Laura dan hendak meminum winenya. Namun Laura menghentikan pria itu sambil menyodorkan gelasnya,

"Cheers" ucapnya sambil menyentuhkan gelas winenya pada gelas Devon.

Setelah itu mereka pun meneguk wine mereka. Laura menutup matanya dan tersenyum puas saat mencicipi sedikit wine tersebut. Ia pun melirik kearah Devon yang meneguk wine nya dengan cepat sampai habis.

Ada senyuman terselubung di wajah Laura saat ia melihat Devon menghabiskan wine di gelasnya. Wanita itu pun menyimpan gelasnya dan menatap Devon dengan cukup intens,

"Bukankah rasanya luar biasa?" tanya wanita itu.

Devon hanya diam sambil meletakkan gelas kosongnya di atas meja. Laura kembali meraih botol wine dan menuangkannya di gelas Devon,

"Kau memang peminum yang handal" celetuk Laura.

Devon tidak menanggapi ucapan wanita itu dan kembali meneguk winenya. Setelah minum beberapa gelas, Devon pun menatap kearah jam dengan pandangan yang sedikit kabur. Lalu, tiba-tiba Laura berdiri dari kursinya dan menghampiri Devon,

"Devon.. Menurutmu.. Bagaimana penampilanku malam ini?" tanyanya pelan.

Devon mengarahkan pandangannya pada Laura dengan sedikit memicing. Entah mengapa pandangannya sedikit kabur dan kepalanya terasa sedikit pusing. Apakah dia sudah mabuk? Pikir pria itu.

Lalu tanpa aba-aba, Laura duduk di pangkuan Devon sambil mendekatkan wajahnya pada pria itu,

"Apa kau menikmati makan malam kita?" tanya Laura sambil mengusap dada Devon.

Devon menghirup wangi tubuh Laura dan terlihat sedikit menggeliat,

"Devon.. bolehkah aku mencium mu?" tanya Laura sambil menyentuhkan jari telunjuknya pada bibir Devon.

Devon menatap wajah Laura yang terlihat cukup menggoda dirinya kali ini. Pria itu meraih pinggang Laura dan mendekatkan wajahnya,

"Menurutmu?" tanya pria itu balik dengan suara seraknya.

Laura menyeringai pelan dan perlahan mengecup sudut bibir Devon dan sedikit melumatnya,

"Bisakah.. Kita menikmati malam ini dengan lebih intens?" tanya wanita itu dengan suara yang sedikit mendesah.

Bersambung..

Halo, jangan lupa beri vote dan komen di cerita ini ya, bantu follow author juga agar cerita ini terus berlanjut 😁👍

Permaisuri Palsu Tawanan Sang PangeranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang