Cinta?

246 13 0
                                    

"Baiklah, kurasa pembicaraan kita di pertemuan ini sudah cukup sampai disini dulu" ucap seorang pria paruh baya yang tengah duduk di tengah meja berukuran cukup panjang yang juga di tempati oleh beberapa pria yang rata-rata sudah berumur disana, kecuali salah satu pria yang terlihat masih muda diantara yang lainnya.

Para pria itu pun mulai berdiri dan saling berjabat tangan sebelum membubarkan diri. Devon menjadi yang terakhir berdiri dan menerima uluran tangan dari para tetinggi lain.

Pria yang menutup pertemuan tadi menatap kearah Devon dan menghampirinya,

"Bagaimana? Apa kau puas dengan pertemuan kali ini?" tanya pria paruh baya itu.

Devon mengambil catatannya dan menghela nafasnya pelan,

"Tidak juga" balas Devon singkat.

Pria paruh baya itu menatap Devon dan tersenyum pelan,

"Katakan padaku, bagian mana yang tidak memuaskan mu??" tanyanya pelan.

Devon membuka catatannya dan menghela nafasnya pelan,

"Tentang pembuatan gedung modern di wilayah Pedesaan Pearland. Kurasa.. Itu akan mengganggu masyarakat desa Paman Hery.. Lokasi yang diusulkan sangat tidak strategis dan akan mengganggu perekonomian rakyat desa" ucap Devon.

"Pembangunan itu membutuhkan berhektar-hektar tanah. Dan, akan ada tanah dari warga desa yang ikut terkikis.. Aku tau mereka akan membayar tanah warga tersebut, tapi.. itu tidak sebanding dengan pendapatan mereka setiap tahunnya. Lagipula.. Aku menginginkan wilayah Pearland yang tetap asri dan hijau. Aku tidak membutuhkan bangunan modern atau apapun itu" lanjut Devon.

"Jika memang dibutuhkan, kita bisa saja membangun gedung modern atau industri di tanah milik keluarga kerajaan yang berada di dekat gunung. Tanah itu bahkan sangat luas dan masih terbengkalai hingga saat ini" ucap Devon lagi.

Pria paruh baya bernama Hery itu mendengar ucapan Devon dan tersenyum pelan pada pria itu,

"Masukan mu cukup bagus Devon. Tapi, tanah kerajaan itu bukanlah tanah yang dengan semudah itu bisa di jadikan tempat pembangunan umum. Itu tanah turun temurun. Dan, keturunan kerajaan sepakat tidak ingin menjual tanah itu" balas Hery.

Devon menghela nafasnya dan menutup catatannya dengan sedikit keras,

"Lalu apa gunanya tanah itu? Apa hanya untuk dijadikan hutan berantara? Seharusnya mereka mementingkan masyarakat desa terlebih dahulu. Mereka tidak berpikir jauh dampak pembangunan itu pada masyarakat!" ucap Devon sinis.

Hery tersenyum pelan dan menyentuh bahu Devon,

"Kau memang calon pemimpin yang benar-benar mementingkan kepentingan rakyat Devon" pujinya.

"Hah... Sejujurnya, aku juga setuju dengan pendapatmu. Tapi.. tentang masalah tanah itu, lebih baik kau bicarakan dengan ayahmu. Tanah itu milik keluarga nenek moyang ayahmu.. Mungkin saja, ayahmu bisa mempertimbangkan untuk mengelola tanah itu menjadi tempat pembangunan dan berdiskusi dengan seluruh keturunan nenek moyangnya" lanjut pria itu.

Devon hanya diam dan terlihat malas untuk berbicara dengan ayahnya. Tidak ada gunanya, pikir Devon. Dia sudah tidak bisa mempercayai ayahnya tentang apapun. Sejak dirinya memergoki ayahnya bersama wanita lain dulu, Devon sudah sangat membenci pria itu dan menganggapnya pembohong dan bermuka dua.

Ia tidak menyangka, ayahnya bisa membohongi dirinya dan sang ibu selama ini. Pria itu, berperan seolah menjadi suami dan ayah idaman. Namun, nyatanya semua itu hanyalah kebohongan!

Hery kembali berdehem pelan dan menatap Devon dengan penuh arti,

"Oh iya, Paman dengar.. Perjodohanmu akan di mulai besok lusa" ucapnya tiba-tiba mengganti topik pembicaraan.

Permaisuri Palsu Tawanan Sang PangeranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang