[4.1] Perpustakaan Kota

74 10 2
                                    

Melatisari (19.15)

"Mbak Chaeryoung!"

Chaeryoung mendongak, menatap sosok laki-laki yang berdiri di sampingnya dengan tatapan heran.

"Siapa ya?"

Laki-laki itu tampak kaget. Sepertinya dia tak menyangka kalau Chaeryoung akan tidak mengenalinya. Sayangnya, jangka memori Chaeryoung tidak terlalu panjang.

"Gue Taehyun, Mbak."

Taehyun? Sebentar, kok rasanya nama itu terdengar tak asing ya di telinganya.

Oh iya benar, si Taehyun, anak kelas X yang ikut olimpiade matematika bersamanya tempo hari. Si genius pindahan dari Medan yang acapkali dibanggakan guru-guru karena selain pandai di bidang akademik, laki-laki itu juga kaya prestasi di bidang non-akademik.

"Oalah," balas Chaeryoung sembari mengangguk-anggukan kepalanya.

Taehyun tersenyum canggung sebelum keheningan menyergap di antara mereka berdua.

Krik. Krik.

"Err--gue boleh duduk di sini gak, Mbak?" Tanya yang lebih muda.

Chaeryoung baru sadar masih tersisa satu kursi kosong di sampingnya. "Oh iya, boleh-boleh."

Perpustakaan kota cukup sepi malam ini, mungkin karena mendung yang membuat langit malam semakin gelap dan hawa dingin yang menusuk kulit. Chaeryoung sendiri suka pergi ke sini karena beberapa hal, yaitu:

1. Dekat dengan rumahnya.
2. Menyediakan buku lawas dan baru, pokoknya lengkap deh.
3. Tempatnya bersih, membuatnya nyaman berdiam diri di sana.
4. Es krim di depan perpustakaan sangat enak dengan harga terjangkau.
5. Wi-Fi-nya lancar jaya.

Sebagai seorang kutu buku yang sayang cuan, Chaeryoung lebih suka menyewa atau meminjam buku dari perpustakaan alih-alih membelinya. Selain lebih hemat, itu tidak akan membuatnya sakit hati bila buku yang ia pilih ternyata tidak sesuai ekspektasinya.

Chaeryoung biasanya memilih untuk duduk dan membaca di pojok seperti ini dengan posisi menyampingi jendela. Momen terbaik adalah ketika ia ke mari saat sore hari dan hari sedang cerah. Biasanya hawa sejuk dari pepohonan di belakang jendela membuat suasana hatinya kembali bagus.

Suara papan ketik yang dipencet dengan cepat memenuhi indra pendengarannya. Ia menoleh ke samping, mendapati adik kelasnya tengah sibuk mengerjakan sesuatu di laptop.

"Lo nulis apa?"

Taehyun menoleh. Satu hal yang baru ia sadari, laki-laki itu mengenakan kacamata yang sama dengannya.

"Oh, ini lagi bikin naskah."

"Buat apa?" Meskipun serba bisa, seingat Chaeryoung, Taehyun bukanlah anak theater.

"Gue kerja sambilan jadi script writer di salah satu komunitas remaja yang bergerak di bidang edukasi pisokologi sih, Mbak. Kami ngadain kelas-kelas online dan aktif juga di media sosial buat ngasih informasi soal bahaya penyakit mental dan cara sembuh darinya. Boleh dicek Instagram-nya Mbak kalau mau, nama komunitas kami Ikanotubio. Singkatan dari It's Okay Not To Be Okay. Gakpapa kok kalau kita ngerasa sedih, marah, atau frustrasi. Emosi kan ada untuk dirasakan. Siapa bilang kita harus bahagia setiap saat, namanya hidup juga pasti ada naik-turunnya, kan?"

Chaeryoung mengerjap. Dia terpesona. Bagaimana seseorang bisa benar-benar begitu sempurna?

"Mbak?"

"Eh, iya-iya. Gimana, Hyun?"

"Gakpapa," kata Taehyun diselingi cengiran.

Chaeryoung kembali ke buku yang tengah ia baca. Sedetik, dua detik, tiga detik, rasanya ia jadi ingin menatap laki-laki di sampingnya ini semalaman.

Siapa yang tidak salah tingkah ketika bertemu laki-laki yang pandai, ganteng, dan berpikir kritis. Boleh nggak sih Taehyun ia seret ke KUA sekarang?

Padahal Chaeryoung awalnya masa bodoh loh dengan Taehyun. Dari ketika mereka dikumpulkan untuk dikasih informasi soal olimpiade, bimbingan, hingga hari h-nya. Menurutnya Taehyun cuma manusia biasa yang diberkati otak cemerlang. Tapi setelah tahu kalau ia bergabung dengan komunitas keren yang membantu orang lain untuk bangkit dari masa kelam. Entah kenapa laki-laki itu jadi terlihat ekstra ganteng dan menarik di matanya.

Chaeryoung menghabiskan waktu di perpustakaan selain untuk membaca buku, juga untuk berbicara santai dengan adik kelasnya tersebut.

Pukul 8 malam, kakaknya mengiriminya pesan teks, menyuruhnya untuk pulang. Chaeryoung merapikan barang-barangnya, mengembalikan buku yang ia pinjam ke tempatnya, dan tentu saja, pamit kepada Taehyun.

Sebelum ia sempat menarik pintu, Taehyun ternyata mengejarnya.

"Mbak Chaeryoung!"

"Eh," Chaeryoung terkejut. "Kenapa, Hyun?"

"Ini HP-nya ketinggalan."

Allahuakbar! Bisa-bisanya ia melupakan barangnya yang paling penting.

Ia menerima benda pipih yang disodorkan Taehyun dengan senyum simpul. "Makasih, ya."

Taehyun mengangguk lalu berlalu. Sedangkan Chaeryoung mencak-mencak tidak jelas di depan perpustakaan kota. Kenapa? Karena wallpaper-nya adalah gambar meme dan layar ponselnya bisa menyala sendiri bila diketuk dua kali. Mana tadi saat mengembalikan ponselnya, Taehyun tampak berusaha menahan tawa.

HSHSHSHS MALOE BANGET!

'Ah, bodo amat anjir, emang kalau dia lihat kenapa?', katanya dalam hati, meskipun tak sesuai dengan yang sebenarnya.

- — -

Chaeryoung Lyera

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chaeryoung Lyera. Cewek yang netapin Soke Bahtera sebagai tipe idealnya, eh sekarang ketemu versi nyatanya.

 Cewek yang netapin Soke Bahtera sebagai tipe idealnya, eh sekarang ketemu versi nyatanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Taehyun Gawisnu. Siswa serba bisa yang jadi kesayangan guru. Tapi kata mereka, putih tak akan ada tanpa hitam.

Senin MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang