Ponsel Taehyun nyaris kena sita saat jam pelajaran Bahasa Inggris karena dia sangat berusaha menyempatkan diri untuk mengirim pesan teks pada kakak gemesnya. Ia meminta Chaeryeong menemuinya di dekat pagar samping ketika istirahat.
Dan saat bel istirahat berbunyi, Taehyun langsung pergi ke titik temu mereka.
Chaeryeong sudah duduk di bangku beton yang ada di sana ketika Taehyun sampai, mengingat kelas Chaeryeong berada tak terlalu jauh dari tempat ini. Walau harus jalan memutar, sih.
"Hai!"
"Hai juga, Hyun! Ada apa?"
Taehyun duduk di depan Chaeryeong, menaruh ponselnya di meja sebagai dalih dari dirinya yang masih mempersiapkan diri untuk bercerita.
"Mbak Sakura pulang."
Pupil Chaeryeong melebar, disusul senyuman lebar yang membuatnya tampak beribu-ribu kali lebih cantik.
"Akhirnya?"
"Akhirnya."
"How is she?" tanya perempuan itu antusias.
Taehyun menatap pohon beringin besar di samping gerbang. "She's fine, better than the last time i saw her before she went away."
Chaeryeong mengangguk-anggukan kepalanya. "That's good."
"Tapi, Mbak."
"Iya?"
Kalimat yang telah Taehyun siapkan tiba-tiba tersendat di tenggorokan. Seolah ia tidak siap untuk jauh dari satu-satunya orang yang ia sayangi di kecamatan terkutuk ini. Karena dia memang tidak siap.
Tidak ada lagi obrolan ringan di perpustakaan kota, tidak ada lagi chat-an di bumi perkemahaan pada pukul dua dini hari, tidak ada lagi cengiran malu-malu ketika tanpa sengaja bertemu satu sama lain di lingkungan sekolah.
Berada dalam jangkauan Mama memang terasa menyesakkan, tapi jauh dari Chaeryeong bukan hal yang ia harapkan. Sayangnya, orang yang menghancurkan mentalnya dan orang yang membantunya memperbaiki itu semua tinggal di satu daerah yang sama.
Kabur bersama Mbak Sakura adalah pilihan terbaik, ia mendapat kasih sayang yang murni, bisa melukis kembali hubungan persaudaraan mereka, dan yang terpenting, mendapatkan kebebasan. Kebebasan untuk memilih mau menjalani hidup seperti apa, tanpa ada campur tangan orang lain di dalamnya.
Ia hanya butuh bilang ke Chaeryeong, karena menyayangkan rasanya bila tiba-tiba pergi tanpa pamit ke orang yang telah mewarnai dunianya. Sakura telah menghadap Mama, menimbulkan perdebatan panas yang tak kunjung reda di rumahnya. Akhirnya setelah Mama tersudut, Sakura langsung meraih kopernya dan membawanya pergi dari neraka dunia tersebut.
Usai menarik napas panjang dengan sedikit rasa bersalah karena membuat Chaeryeong harus menunggunya menimang-nimang, ia akhirnya buka suara.
"Aku mau pindah ke Batam."
"Batam?"
Air muka Chaeryeong langsung berubah, yang awalnya berseri cerah sekarang jadi lebih redup. Alisnya bertemu tanda ia keheranan dan ekspresinya saat merepetisi kalimatnya tadi tampak sangat syok.
"I-iya. Mbak gak setuju, ya?"
"Bentar, Hyun."
Jantung Taehyun mau copot rasanya ketika nada bicara Chaeryeong terdengar lebih serius.
"Batam itu di mana?"
Taehyun mengerjap beberapa kali, memastikan dirinya tidak salah dengar.
"Di Riau, deketnya Singapura."
"Oh."
Oh?
"Kok gue goblok banget di geografi, ya?" monolog perempuan itu.
Taehyun terdiam. Jadi, mimik mukanya yang tiba-tiba berubah serius itu karena dia tidak tahu Batam itu ada di mana? O-oke.
Keheningan mengambil alih setelahnya. Chaeryeong memilih memperhatikan kuku jarinya yang sudah siap untuk dipotong---setelah kejadian memalukan itu, dan Taehyun memikirkan bagaimana hubungan mereka akan berjalan ke depannya.
Ia tidak ingin kembali ke Melatisari dan mendapati Chaeryeong sudah ada gandengan lain. Tapi, dia juga terlalu gengsi untuk confess.
Confess gak, ya? Gak usah, lah. Tapi kalau enggak sekarang, kapan? Tapi kalau confess, takutnya mereka asing. Tapi kalau enggak confess---ARGH! KEBANYAKAN TAPI!
"Mbak, ayo pacaran!"
BODO AMAT.
Chaeryeong tersentak terkejut. Siapa juga yang tidak kaget kalau tiba-tiba ditembak?
"Gue suka sama lo sejak pertama kali gue ngelihat lo, Mbak. Dan gue gak mau kembali ke sini terus ngelihat lo sama orang lain. Jadi, sebelum gue pindah, ayo pacaran!"
Chaeryeong masih diam, masih berusaha mencerna keadaan. Lagian si Taehyun ini nembak cewek udah kayak ngajak temen beli nasi pecel di kantin sekolah.
Di sisi lain, Taehyun khawatir karena Chaeryeong tak kunjung buku suara. Takut kakak gemesnya itu ilfeel sama dia, menganggapnya aneh, kemudian meninggalkannya. Tapi Chaeryeong tidak akan seperti itu bukan?
"Ayo."
Taehyun lagi-lagi mengerjapkan matanya beberapa kali, mencubit jarinya sendiri untuk memastikan bahwa ini bukanlah mimpi.
Chaeryeong tadi bilang 'ayo', kan?
"Hyun?"
"Mbak."
"Ayo pacaran!"
Isn't this easy?
Kenapa dia tidak nembak Chaeryeong dari dulu, ya? Dan malah kepikiran untuk mengutarakan perasaannya beberapa hari sebelum ia angkat kaki dari sini.
Yaudah lah, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
"Tapi lo siap LDR, gak?" tanya Chaeryeong sambil tersenyum licik.
"Selagi sama lo, LDR beda benua pun gue jabanin, Mbak."
Chaeryeong tertawa, tawa yang tidak pernah luput membuat Taehyun ikut mengembangkan sebuah senyuman.
- - -
- - -
Akhirnya tamat juga kisah njlimet mereka inich. And yeah, cerita ini emang fokusnya di perkembangan hubungan Taehyun sama Chaeryeong, jadi maaf kalau aku gak terlalu nyorot tentang masalah keluarganya Taehyun.
Dan aku tuh suka banget sama kisah cinta yang cowoknya lebih muda, kek lucu aja gitu. Makanya aku semangat banget setial nulis chapter-nya Taeryeong. TAPI BUKAN BERARTI AKU GAK SEMANGAT NULIS CHAPTER-CHAPTER LAINNYA, YA!
KAMU SEDANG MEMBACA
Senin Malam
FanfictionTXT ft. ITZY [Melatisari, #1] 5 kisah-kasih remaja yang terbit dari kejadian-kejadian Senin malam tempo hari.