[4.2] Hitam-Putih Manusia

54 11 0
                                    

"Tungguin gue di gerbang depan."

Chaeryoung berdehem lalu menutup telepon dari Ryujin.

Ceritanya hari ini hari terakhir pengumpulan rekap absensi, dan sahabatnya yang kebetulan menjadi sekretaris kelas itu izin tidak masuk hari ini dengan alasan menghadiri kondangan sepupunya. Jadilah Ryujin terpaksa mampir ke sekolah dulu.

Chaeryoung mengambil jalan memutar yang cukup sepi. Ia tidak mau dikira membolos, orang kelasnya memang lagi jam kosong.

Jalan yang dilewatinya adalah jalan di dekat pagar samping yang sepi dan sunyi. Nyaris tak ada murid yang mau lewat sini karena rumornya tempat ini berhantu. Cuih, Chaeryoung sudah hapal dengan cerita turun-temurun yang bilang bahwa nyaris setiap sekolah adalah bekas kuburan atau rumah sakit.

"Mama kan udah bilang, Mama ngelakuin semua ini buat kebaikan kamu!"

Eits! Apaan tuch?

Sebagai seseorang dengan rasa penasaran yang tinggi, Chaeryoung langsung mengerling ke gerbang samping yang tidak pernah dibuka. Besinya sudah berkarat dan ditumbuhi tanaman rambat, di baliknya ada dua orang yang tengah berdebat. Yang satu merupakan seorang wanita dengan pakaian formal, rambutnya digerai indah dan sepatu hak tinggi berwarna putihnya membuat ia tampak lebih tinggi, karena posisi perempuan itu membelakanginya, ia tidak dapat melihat wajahnya. Dan yang satu adalah siswa SMA, celana abu-abu sudah bisa membuat Chaeryoung mengetahui identitasnya. Mukanya kelihatan tak asing, ia yakin ia pernah melihat cowok itu sebelumnya. Chaeryoung memiringkan tubuhnya sedikit lagi agar bisa melihat lebih jelas. Sebentar.

Taehyun.

Benar. Chaeryoung tak salah lihat, cowok itu adalah Taehyun.

"Aku nggak mau ikut olim itu, Ma! Atau kegiatan apapun yang Mama suruh!"

"Tapi itu bagus buat masa depanmu."

"Ma! Aku tuh bisa milih jalanku sendiri. Kenapa sih Mama ngatur-ngatur mulu dari dulu? Aku bukan bocah paud yang butuh dibantu jalan!" Taehyun mengacak rambutnya frustasi. "Aku nggak pengen jadi dokter, Ma! Aku nggak ada minat di Biologi. Aku pengen ambil Sasing!"

"Terus kamu mau jadi apa? Jadi orang enggak berguna?"

Cowok itu tampak sangat geram sekarang. "BISA GAK SIH MAMA JANGAN MENILAI SESEORANG LEWAT PEKERJAANNYA?!" Jeda sejenak. "Atau gaji yang ia terima, atau nilainya? Ma, nilai itu cuma angka yang enggak bisa nentuin kesuksesan seseorang! Aku sekarang paham kenapa Papa minta cerai, kenapa Mbak Sakura kabur dari rumah. Semua karena Mama! Karena Mama yang egois, yang malu kalau punya suami cuma kerja jadi guru seni sama punya anak yang nggak kuliah padahal itu keputusannya sendiri!"

"TAEHYUN!"

"Aku nyesel jadi anak Mama."

U ... wow.

Apa itu tadi?

Chaeryoung menutup mulutnya tak percaya. Taehyun yang ia kira sempurna dari segala sisi ternyata punya sisi gelapnya juga. Ck, memang benar ternyata, putih tak akan ada tanpa hitam, tentu ada noda di kanvas yang masih bersih. Tanpa noda, mahakarya tak akan tercipta.

Ia mundur selangkah, tanpa sadar menginjak ranting di belakangnya. Suara yang ditimbulkan cukup keras, cukup untuk membuat Taehyun yang masih dilanda emosi menolehkan pandang.

Ia buru-buru bersembunyi di balik pohon beringin besar yang tampak horor. Tidak terlalu lama, karena setelahnya ia bisa mendengar suara mobil yang kembali berjalan.

Chaeryoung menghela napas panjang sebelum melangkah dengan gontai menuju gerbang depan. Ia hampir melupakan Ryujin.

"HEH, LO DARI MANA AJA SIH ANJIR?! LUMUTAN GUE NUNGGU LO!" hardik Ryujin. Cewek itu sudah tampil cantik dengan kebaya brokat, tapi jadi terlihat mengerikan karena ia sedang marah.

"Gue bertapa dulu tadi."

Ryujin memutar bola matanya malas, ia lalu menyerahkan kertas rekap absensi kelasnya. Selanjutnya sahabatnya itu masuk ke mobilnya, Chaeryoung juga sempat titip salam ke keluarga Ryujin.

Ia masuk dan tersenyum ke Pak Satpam yang terkenal dingin. Sembari berjalan menuju kelasnya, Chaeryoung kembali terpikirkan kejadian tadi.

Itu ... bukanlah hal yang seharusnya ia dengar, kan?

'Aku sekarang paham kenapa Mbak Sakura kabur dari rumah', 'Gue kerja sambilan jadi script writer di salah satu komunitas remaja yang bergerak di bidang edukasi psikologi sih, Mbak'.

Chaeryoung bisa menyusun benang merahnya sekarang. Ia kira Taehyun bergabung dengan komunitas itu hanya untuk menambah pengalaman atau relasi, tapi ternyata ada alasan kuat yang melatarbelakanginya.

"Hyun! Lo beli lem tembak doang lama amat aelah!"

"Tau nih, lo beli lem tembak atau ngapelin pacar lo?"

"Pacar gue gepeng, Mas."

"AWOKAWOK!"

Chaeryoung langsung menoleh ke belakang.

Dia melihat Taehyun dan teman-temannya tengah berbincang sambil bercanda. Mereka terlihat bahagia, termasuk Taehyun. Tapi di balik tawa keras tersebut, kali ini Chaeryoung bisa melihat ada luka yang disembunyikan dari dunia.

Luka yang sebelumnya tidak ia lihat, karena disembunyikan dengan apik di balik prestasinya yang luar biasa.

Jadi itulah hitam-nya Taehyun, hitam yang tak pernah ia ekspektasikan akan memberi noda di kanvas putih siswa kebanggaan sekolahnya tersebut.

Senin MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang