[5.5] Pacaran, Yuk!

38 9 2
                                    

Yuna mengusap kasar wajahnya usai merentangkan kedua tangannya sekuat mungkin. Sekarang pukul sembilan pagi dan Yuna baru bangun dari tidur lelapnya, akhir pekan enaknya mah ngorok, bos.

Masih dengan mata yang merem-melek, Yuna meraba-raba nakas untuk mencari keberadaan ponselnya. Setelah ketemu, kesadaran Yuna langsung kembali sepenuhnya ketika melihat notifikasi berbunyi '3 telepon tak terjawab' dari Kai. Kai? KAI!

OH, CYIT!

Yuna lupa dia sudah membuat janji untuk datang ke rumah Kai pukul sepuluh pagi nanti. Lea pulang ke Indonesia untuk beberapa hari ke depan, dan kakak perempuan Kai itu bilang ingin bertemu dengannya. Pasti Bahiyyih mengadu ke Lea tentang kakaknya yang uring-uringan karena seorang perempuan bernama Yuna.

OH, CYIT! CYIT! CYIT!

Yuna buru-buru meraih handuk dan lari ke kamar mandi, menuai tatapan keheranan dari ibunya yang tengah memotong mentimun di dapur.

Tak cukup di situ, Yuna asal memilih pakaian--yang penting sopan--dan langsung meminta izin ke orang tuanya.

"Mau ke mana, Yun?" tanya ayahnya di depan televisi.

"Ke rumah temen."

"Oalah, hati-hati kalau gitu."

"Iya!'

Yuna pergi ke rumah Kai dengan diantar oleh kakak laki-lakinya, membuatnya harus mengorbankan uang seratus ribu yang ia kumpulkan susah payah dari sisihan uang sakunya agar laki-laki itu mau menutup mulutnya dan rela berbohong kepada orang tua yang sangat mereka takuti.

Yuna berhenti di depan rumah mewah yang tampak sempurna dari berbagai sisi, serupa dengan para penghuninya. Jadi, di tempat inilah Kai tinggal. Wah.

"Mas udah bela-belain melakukan kebohongan keji ini buat kamu. Jadi, kalau kamu berani aneh-aneh, tak buang ke sawah Melatisari kamu!" kakaknya terus mengomel sembari membantunya melepas helm.

"Iya-iya, Mas. Orang aku ke sini juga buat ketemu mbaknya, kok."

Yuna pikir kakaknya akan langsung melaju pulang. Tapi, laki-laki itu duduk santai di jok motor. Menunggunya.

Pintu gerbang dibuka tak lama kemudian. Muncul Kai dengan cengiran manisnya.

"Hai, Yun--"

"Titip adek gue, ya. Jangan macem-macem, kalau lo berani aneh-aneh, gue bawain golok."

Wajah Kai yang awalnya berseri cerah jadi takut setengah mati ketika berhadapan dengan kakak Yuna.

"I-iya, Mas."

"Yaudah gue tinggal kalau gitu."

Ketika motor kakak Yuna sudah hilang ditelan belokan. Yuna menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal, merasa tidak enak pada Kai.

"Maaf, ya. Kakak gue protektif banget emang," katanya.

"Halah, gak papa," balas Kai santai. "Ayo masuk!"

Bagian dalam rumah Kai tampak semewah dan se-modern bagian luarnya. Desain minimalis yang begitu memanjakan mata ditambah dengan kehadiran grand piano di sudut ruangan membuat Yuna susah menahan diri untuk tidak berkata 'wow'.

"Lele masih pergi nyari sarapan siang sama Hiyyih, tuh dua cewek kalau izinnya nyari makan bisa tembus sejam. Jadi, mau ke belakang dulu? Kalau ada teman yang main ke sini biasanya gue ajak ke taman belakang, sih. Tapi kalau lo mau stay di sini juga gak papa."

Yuna menggeleng. "Nggak papa, ayo ke belakang!"

Taman belakang Kai tampak jauh berbeda dari halaman depannya. Di taman ini, ada pohon mangga besar yang ditanam di pojok, di bawahnya terdapat meja dan kursi kayu untuk duduk santai. Pagar pembatasnya bukan dinding seperti di depan, tapi pagar kayu yang beberapa sudah berlumut, menjadi batas antara rumah Kai dengan hutan di baliknya. Yang namanya taman, pasti tidak luput dari bunga. Di beberapa bagian tumbuh semak mawar warna-warni yang sepertinya dibiarkan tumbuh dengan liar. Bukannya mengganggu, menurut Yuna itu malah menambah kesan estetika.

Kai mengajaknya duduk di bangku kayu di bawah pohon mangga tadi.

"Bagus banget rumahnya, Kak!" ujar Yuna dengan senang hati.

Kai tersenyum. "Thanks."

"Dan mawar-mawarnya keliatan bagus banget. Cantikkk."

"Same as you."

"Hah?" Yuna mengerjap terkejut.

"Iya. Mawarnya secantik elo."

ARGHHHHH, HAHSHSSIKBFSAJ!

YUNA SALTING, GES!

Yuna nge-freeze. Asli! Dia benar-benar membatu mendengar pernyataan Kai bahwa dia cantik.

Ketika Kiko mengatakan bahwa dirinya cantik, terbesit pikiran bahwa laki-laki itu mengatakannya dengan suatu alasan tersembunyi. Tapi Kai, melihat sorot berbinarnya, senyum tak tertahannya, pipi memerahnya ketika mengatakan itu. Yuna merasakan ketulusan yang nyata dari seorang laki-laki untuk pertama kalinya.

"Kak ... pacaran, yuk!"

Bodo amat dengan peran gender. Yuna memilih jadi perempuan yang sat-set daripada keduluan orang lain. Kata siapa perempuan cuma bisa mejeng cantik sambil nunggu pujaan hatinya mengutarakan cinta sejati?

Kai terkekeh, kemudian mengangguk. Tangannya mendarat di kepala Yuna untuk memberikan usapan lembut.

Mereka bercengkerama ringan di taman belakang sampai kedua saudari Kai pulang. Lucu sekali mengingat Yuna tadi ke sini dengan status jomblo, lalu pulang dengan status yang sudah berbeda.

- - -

- - -

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

- - -

Kisah cinta gemay anak kelas satu sama agit SMP mah kagak usah berat-berat, ye gak? Dibikin sat-set ajah.

Dan yeah, cerita ini akhirnya tamat juga, yuhuu. Tapi jangan sedih karena masih ada cerita serupa yang berlatar di Melatisari. Nantikan, yaa!

Aku tahu cerita ini buanyak banget kurangnya. Jadi, aku minta maaf banget buat itu. Dan minta maaf juga kalau ada beberapa salah kata atau scene-scene yang membuat tidak nyaman.

Terima kasih untuk para pembaca yang telah menemani dari awal hingga akhir. Love you so so so much!

Senin MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang