[1.2] Maaf

64 9 0
                                    

Keesokan harinya. Yeonjun yang tidak masuk kuliah berada sendirian di kos ketika seseorang mengetuk pintu depan dengan keras dan tidak sabar.

Dengan kaki terpincang-pincang, ia menaruh usaha penuh untuk menuruni tangga. Pintu dibuka dan ia mendapati Yeji berdiri canggung di sana, masih mengenakan seragam SMA sambil membawa kresek bening berisi buah mangga, biskuit, dan susu.

Yeonjun mengecek jam tangannya, pukul 3 sore. Oalah, pantes sudah pulang. Ia mengizinkan Yeji untuk masuk dan membiarkan pintu tetap terbuka lebar untuk meminimalisir terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Mereka juga hanya ndekem di ruang tamu.

"Gak usah repot-rep--"

"Bacot."

Ekspresi Yeji masam sekali. Rambutnya dikuncir kuda tapi poninya berantakan, dasinya dilepas, dan ia mengenakan jaket tipis berwarna biru muda.

"Kalau gitu, makasih ya."

Yeji mengangguk.

Hening.

Yeji diam, Yeonjun diam. Hanya suara detik jam yang terdengar. Yeonjun menatap bingkisan yang Yeji bawa dan Yeji menatap lemari jam di pojok ruangan.

Sebentar. Kalau tujuan perempuan ini hanya untuk memberinya bingkisan, kenapa ia tidak kunjung angkat kaki dari sini? Bukan, Yeonjun bukan bermaksud mengusir, hanya meluruskan saja. Orang dia juga suka kok kalau Yeji di sini.

"Mau gue bikinin sesuatu?"

"Lo bukannya sakit?"

"Ya kalau bikin minuman doang enggak bakal langsung tepar lah."

"Gak usah."

"Oh, oke."

Krik. Krik.

"Nama lo Yeji, kan?" Tanya Yeonjun memastikan.

Yeji mengangguk.

"Gue Yeonjun."

"Udah tau."

"Dari mana?"

"Temen gue mantan lo."

Yeonjun nyengir.

Kenapa dulu dia hobi nimbun mantan, sih? Kan sekarang jadinya dia malu sendiri. Hadeh, sepertinya Yeonjun harus bertaubat mulai sekarang.

"Jangan bilang lo gak tau yang mana?"

Yeonjun diam, mengulum bibirnya, lalu menggeleng dengan muka tak tahu apa-apa.

Hela napas panjang terdengar. Yeji melempar punggungnya ke senderan sofa. "Mbak Riska, anak Kedokteran. Kan dulu dia kakel gue. Curhat ke gue anaknya, katanya punya cowok manis banget mulutnya, eh 3 hari diputusin."

Cengiran Yeonjun semakin lebar.

PARAH, YEJI ILFEEL SAMA DIAAAAA.

"Kalau bukan karena Tante sama Mas Hyunjin yang nyuruh gue minta maaf ke elo. Ogah gue repot-repot ke sini."

Tatapan Yeonjun beralih ke Yeji. "Jadi, lo gak ikhlas gitu."

"Ikhlas sih."

Yeonjun terkekeh. Yeji kalau lagi marah lucu juga ya. Mana perempuan itu sesekali curi-curi pandang ke dia lagi.

"Lo mau mangga? Kalau mau ini gue kupasin sama potongin."

"Ya masak gue makan apa yang udah gue kasih ke lo, sih?" Yeji memutar bola matanya malas. "Mau aja."

Yeonjun tertawa, Yeji ikut terkekeh. Cewek satu itu kalau ketawa manis juga ya ternyata, sayang ekspresi masam lebih sering terpasang di wajahnya.

Yeonjun lalu mengambil kresek itu untuk dibawa ke dapur. Ia menaruh mangga di wadah untuk selanjutnya dicuci, meletakkan biskuit di meja dan meminum susunya saat itu juga.

Meski dengan kaki pincang, Yeonjun telaten mencuci mangga-mangga itu hingga mengupasnya. Dia suka mangga, jadi Yeonjun sudah sangat hapal di luar kepala cara mengolah buah ini dengan benar. Kali ini, dia hanya akan memotongnya saja.

"Lo makan semua, Njun?"

Yeonjun memicingkan matanya ke Yeji. "Lo harusnya tuh manggil gue 'Kak' atau gimana. Gue ini setahun lebih tua dari lo ya!" Perintahnya.

Yeji mendelik. "Beda setahun aja belagu."

"Tapi lo manggil Hyunjin 'Mas'. Kenapa gue langsung pakai nama?"

"Karena dia abang gue."

"Ouh, jadi gituuuuu."

Yeonjun berbalik dramatis, fokus memotong mangga yang terlihat sangat manis dan segar ini. Yeji memperhatikan dari belakang, duduk di meja bundar tempat Yeonjun dan teman-temannya makan tanpa ada niat untuk membantu.

Ia meraih garpu dan menusuk satu potong mangga. Memasukkannya ke mulut dan mencermati rasanya.

Mmm, wuenak e rek.

"Lo dapet mangga super duper enak gini dari mana?"

"Ada gang di depan sekolah gue, masuk situ dan ketemu dah grosir buah. Kebetulan itu punyanya kakaknya anak kelas gue, jadi ya gue dapet diskon."

"Mangga apa sih ini?"

"Madu, orang sini manggilnya manalagi."

"Lucu banget namanya."

Yeji mengedikkan bahunya kemudian bangkit untuk berdiri di samping Yeonjun. Ia ikut memakan mangga bawaaannya.

"Makasih."

"Hm," jawab Yeji sekenanya karena ia sibuk mengunyah buah.

Mereka makan bersama dalam keheningan. Menikmati rasa legit dari mangga dan cerahnya matahari sore yang menembus dari jendela yang terbuka lebar-lebar.

Yeonjun menaruh perhatiannya pada Yeji, bagaimana perempuan itu bisa terlihat begitu cantik ketika lagi kalem, ditambah cahaya matahari yang berwarna jingga membuatnya tampak sangat menawan.

Ia tahu bahwa ia dulunya adalah playboy cap kadal, tapi ia rela menukar apapun di dunia ini untuk membuat Yeji bisa kalem di sampingnya. Bahkan jika ia harus mengorbankan dirinya sendiri.

"ASTAGHFIRULLAH!"

Yeonjun dan Yeji berbalik bersamaan dengan mimik terkejut seolah mereka baru saja melakukan tindak asusila.

"Mark, lo Kristen."

Senin MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang