[2.4] Rumah Lia

41 12 0
                                    

Bagian ini ditulis lewat sudut pandang Lia.

"Ibu, Lia mau bawa temen ke sini. Boleh, nggak?"

Seorang wanita berkebaya kartini di balik layar laptop menoleh terkejut, kemudian tersenyum lebar. Pasalnya, Lia tidak pernah membawa seorang teman kemari sebelumnya.

"Ya boleh, dong."

Lia membentuk tanda 'ok' dengan jarinya dan lanjut menyapu beranda rumahnya yang asri.

Usai membersihkan rumah, Lia ganti membersihkan dirinya. Pukul 9 tepat, suara sepeda motor terdengar berhenti di depan rumahnya.

Lia mengajak Soobin ke rumahnya untuk membaca bersama. Ibunya membuat perpustakaan pribadi di rumah berisi karya-karya sastra yang luar biasa. Di usia 16 tahun, Lia sudah menamatkan sebuah buku kontroversial seperti Cantik Itu Luka untuk didiskusikan bersama ibunya.

"Gue baru tahu ternyata lo satu komplek sama Haechan," ujar Soobin usai memarkir sepeda motornya di bawah pohon jambu air yang rindang.

Lia tidak menjawab, melainkan hanya tersenyum tipis. Dia dan ibunya sama-sama introvert, jadi ayahnya memutuskan untuk membangun rumah di tempat yang tidak dilewati banyak orang untuk menjaga kenyamanan para penghuninya.

"Rumah lo bagus juga."

"Makasih. Tapi rumah lo jauh lebih bagus loh, Bin. Lebih besar."

Soobin terkekeh. "Soalnya penghuninya banyak, sih."

Mereka kemudian berjalan masuk ke rumah Lia. Jisoo--ibunya--tampak sangat terkejut melihat anak semata wayangnya membawa laki-laki ke rumah, tapi wanita itu pandai menjaga mimik mukanya.

"Temennya Lia, ya?"

"Iya, Tan."

"Temen sekelas atau apa?"

"Temen sekelas."

Melihat rasa takut di wajah Soobin, Lia pun berinisiatif untuk memotong pembicaraan antara Ibu dan temannya. "Kami mau langsung ke ruang baca, Bu."

Tatapan mengintimidasi Jisoo beralih ke arahnya. "Oke, tapi jangan lupa pintu sama jendelanya dibuka semua. Biar udaranya ganti."

Lia mengangguk, lalu menyuruh Soobin mengikutinya sampai ke ujung lorong.

"Maaf kalau lo nggak nyaman dengan ke-over-protective-an Ibu gue. Gue nyaris gak pernah punya temen cowok sebelumnya soalnya, apalagi yang sampai gue bawa main ke rumah."

Soobin mengibaskan tangannya. "It's okay, gue juga bakal bersikap sedemikian rupa kalau Hyojung bawa cowok ke rumah."

Lia mengangguk-anggukan kepalanya sebelum membuka pintu perpustakaan pribadinya. Ruangan ini menyimpan begitu banyak memori untuknya, dan dia bisa menghabiskan berjam-jam di ruangan ini untuk membaca atau menulis.

Soobin menganga begitu melihat jejeran rak-rak buku. Lia masuk duluan untuk membuka jendela, memastikan pot-pot kecil tanaman kesayangannya mendapatkan cukup sinar matahari. Dan ketika ia menyelesaikan pekerjaannya, Soobin masih tetap menganga di pintu.

"Bin?"

"Eh, sorry katro, ini pertama kalinya gue lihat perpustakaan seindah ini soalnya."

"Bisa aja."

Setelah Soobin kembali sadar, mereka langsung memilih bahan bacaan sebelum duduk berdampingan di sofa berwarna kuning kenari di samping jendela. Lia memutuskan membaca buku klasik berbahasa Inggris berjudul Sense and Sensebility karya Jane Austen, sedangkan Soobin memilih Doa Ibu karya Sekar Ayu Asmara.

Hembusan angin sepoi-sepoi ditambah aroma mawar yang ditanam di balik jendela membuat ruangan tersebut wangi alami, semakin cocok untuk dipakai membaca dengan tenang, hanya fokus pada susunan paragraf di lembaran kertas.

Menghabiskan waktu dengan Soobin terasa menyenangkan akhir-akhir ini, mungkin karena Lia berhasil membuat cowok itu menyukai apa yang ia sukai. Jadi, obrolan mereka tidak sekaku biasanya. Selain itu, Soobin anaknya cepat beradaptasi dan gemar belajar, hari ini saja cowok itu sudah mencoba membaca buku yang cukup berat padahal seminggu yang lalu masih membaca buku anak-anak.

Ah, punya teman yang sefrekuensi seperti Soobin seru juga, ya, ternyata.

Senin MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang