33 - Terciduk

517 33 0
                                    

Jangan lupa vote sebelum baca💚

***

Kayla menggigit ibu jarinya setelah ia menyadari kecerobohan yang baru saja ia lakukan. Di antara banyaknya orang yang ada di atas muka bumi ini, kenapa ia justru memanggil sang ayah untuk datang dan memeriksa keadaan Marvel yang jatuh tidak sadarkan diri?

“Kay,” panggil Papa Arsen, ayah Kayla.

“I- iya, Pa?”

“Dia siapa? Kamu nggak pernah cerita ke Papa kalau kamu lagi dekat sama cowok selain Ibra, kan ya selama ini?” tanya Papa Arsen.

Kayla menelan salivanya dengan kasar. Saat melihat Marvel jatuh tidak sadarkan diri di hadapannya dengan suhu tubuh terasa panas, yang ada di pikiran Kayla hanyalah ia harus memanggil dokter secepatnya. Hanya saja, kenapa ia begitu bodoh sampai-sampai tidak bisa memikirkan orang lain dengan profesi yang sama selain ayahnya?

“Kamu ada waktu dia pingsan?”

“Iya.”

“Kamu yang pertama nolongin dia dan bawa dia ke sini juga?”

“Iya.”

“Berarti, kamu lagi ada di dalam apartemen ini sesaat sebelum dia pingsan?”

Lagi-lagi, Kayla tidak bisa menjawab pertanyaan ayahnya. Papa Arsen pun balik badan, menatap putri bungsunya penuh selidik. “Ngapain kamu malam-malam di unit dia?”

“Anu … itu …” Kayla bingung untuk membuat alasan. “Itu. Kebetulan dia bos Kayla, Pa. Mama juga tahu kok. Terus, Kayla dapat kabar dari kantor kalau Beliau nggak masuk kerja. Pas Kayla cek, ternyata sakit. Jadi Kayla berniat buat anterin makanan buat Beliau. Itu kalau Papa nggak percaya, piring kotor sisa nasi gorengnya masih ada kok di wastafel!”

Papa Arsen tersenyum lega. Ternyata, ia sudah berpikiran terlalu buruk terhadap putrinya sendiri. Padahal, harusnya Beliau kenal betul kepribadian anak bungsunya itu, Kayla adalah anak yang baik, polos dan lugu. Tidak mungkin dia tiba-tiba ada di dalam apartemen seorang pria asing tanpa alasan yang jelas.

“Kamu sudah bikin Papa deg-degan. Hampir aja Papa nyeret kamu pulang dan paksa kamu pindah pindah dari sini,” ujar Papa Arsen.

Kayla hanya bisa memasang senyum palsu sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Sementara itu, Papa Arsen akhirnya bangkit. Beliau menghampiri Kayla lalu menepuk bahu anak gadisnya itu. “Papa udah kasih injeksi penurun demam, biar demamnya bisa turun dengan cepat. Setelah Papa periksa, nggak ada yang serius. Mungkin dia cuma kecapekan. Nanti Papa bantu pesenin obatnya lewat ojek online aja, ya! Habis ini kamu langsung pulang dan istirahat! Nggak enak kalau dilihat orang, malam-malam masih di tempat tinggal laki-laki.”

“Iya, Pa. Makasih banget ya, Pa. Dan maaf Kayla tiba-tiba bikin Papa harus ke sini dan khawatir sama Kayla. Tadi Kayla udah buntu banget. Kayla belum pernah ngehadapin orang pingsan di depan Kayla kayak tadi. Jadi panik, dan yang ada di pikiran Kayla ya cuma Papa yang bisa nolong,” terang Kayla.

“Iya, nggak papa. Ya udah, Papa pulang dulu, ya!” pamit Papa Arsen.

Kayla mengangguk. “Hati-hati di jalan, Pa! Salam buat Mama sama Kak Thalia!”

Namun, baru saja Papa Arsen mengalihkan pandangannya, Beliau menemukan sesuatu yang tampak familiar baginya. Kedua alisnya menukik tajam, seolah sedang berusaha menatap sesuatu itu dengan saksama.

“Ada apa, Pa?”

Kayla mengikuti arah pandang ayahnya. Dan begitu sadar apa yang sedang dilihat pria paruh baya itu, Kayla pun kembali menelan salivanya dengan gugup.

Unexpected FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang