27. MENGINAP 2

128 24 23
                                    

Sabian memarkirkan mobilnya digarasi. Hari yang melelahkan, menjadi ketua organisasi memang menguras semua tenaganya. Belum lagi Sabian harus bekerja juga mengurus empat orang gila di rumah.

"Ehh mas Yusril baru pulang?" suara Syakir menarik perhatian Sabian yang masih didalam garasi. Terlihat Riki, Yusril serta Syakir masih menggunakan helm.

"Kalian baru pulang?" tanya Sabian keheranan.

"Iya, Riki nih mampir dulu. Gue ikut dia." jawab Yusril.

"Kita semua pulang telat, dan ga ada yang bawa makan malam? Di rumah ada siapa? Rio?" prustasi Sabian. Jika tau begini dia tadi akan mampir untuk membeli makanan.

"Goput aja. Mas Yusril yang bayar. Jangan pelit!" ujar Syakir sambil melotot kala melihat raut tak terima dari Yusril.

Sabian lebih dulu masuk kedalam rumah. Harum bau masakan memanjakan indra penciumannya. Disusul oleh Riki, Yusril serta Syakir dari belakang yang juga sama-sama mencium bau masakan.

"Wangi banget! Baru tau kalo Iyo pinter masak." ujar Syakir. Matanya terpejam membayangkan masakan apa yang tersedia dimeja makan.

"Wangi banget. Jadi laper." celetuk Ryo yang baru saja tiba di ruang tengah. Syakir terkejut melihat Ryo yang muncul dengan keadaan acak-acakan, sepertinya dia baru bangun tidur. Lalu siapa yang memasak.

"Didi ... " lirih Riki yang masih dapat didengar yang lain. Segera Riki melangkah menuju dapur diikuti yang lain.

Pemandangan didepan sana membuat kelima orang tadi membeku. Dylan dengan setelan kaos berwarna putih dengan setelan celana piama kuning milik Dion, tengah membelakangi mereka.

Dylan berniat berbalik untuk mengambil piring malah melihat lima orang temannya. Sebuah senyum Dylan tampilkan untuk menyambut kedatangan mereka.

"Kalian udah pulang? Makan dulu yuk. Udah Mateng kok." ujar Dylan sembari tangannya mengambil piring.

Makanan telah tersaji dimeja makan lengkap dengan minum. Tak banyak yang Dylan masak, hanya tempe orek juga beberapa sayuran yang ditumis.

"Ayok makan." ajak Dylan yang lebih dulu duduk.

Semua pandangan tertuju pada masakan dimeja makan. Lain dengan lima orang tadi, Dylan kini tengah menahan rasa gugup. Dylan memikirkan bagaimana reaksi teman-temannya, apa mereka akan suka, atau pura-pura suka?

"Enak ... " ucap Riki sambil menatap Dylan yang ada didepannya.

"Bangett!! Tempenya punya Abang. Kalian makan nasi aja, orang tua perlu nutrisi buat tulang." tangan Sabian langsung menarik piring yang berisi tempe orek. Ryo tak mau kalah, dia juga menyembunyikan piring yang berisi tumisan sayuran yang ada didekatnya.

"Ini punya Iyo. Iyo perlu buat pertumbuhan."

Keributan dimulai. Riki dan Syakir berdebat dengan Sabian tentang tempe sedangkan Ryo terus memberontak, berusaha melepaskan diri dari kukungan Yusril. Dylan menatap menonton dengan raut tanpa ekspresi. Baru kali ini Dylan makan dengan suasana ricuh, biasanya tenang.

"STOP!!" teriak Dylan yang mulai lelah dengan tingkah kelima temannya.

"Sinii piringnya. Biar Didi yang bagi rata." ucap Dylan dengan nada galak. Secara terpaksa Sabian dan Ryo memberikan piring yang sedari tadi mereka pertahankan pada Dylan.

"Bang Bian mau pake apa?" tanya Dylan sambil menarik piring nasi milih Sabian.

"Dua-duanya..." jawab Sabian. Dylan mengangguk, dengan sabar Dylan bertanya satu persatu pada lima orang disana. Tangannya telaten menyiapkan piring makanan mereka. Baru setelah terbagi rata, sesi makan dapat berjalan dengan lancar hingga selesai.

"Biarin aja, ga usah di cuci sekarang. Besok juga tugas Yusril yang cuci piring. Biar sekalian." ucap yang paling tua, dibalas anggukan oleh semuanya.

Yang lain pergi ke kamar masing-masing meninggalkan Ryo dan Dylan yang tengah duduk di sofa panjang sambil menonton tv. Riki selesai lebih dulu dengan handuk yang melingkar di lehernya, tak memperdulikan keadaan sekitar yang basah terkena tetesan air dari rambutnya Riki langsung mendudukkan diri dikarpet dekan Dylan.

"A, basah ih kena karpet. Keringin dulu sana." ucap Ryo yang terganggu.

"Enak, seger tau." ucap Riki untuk membela dirinya sendiri.

Dylan menghela nafas. Jangan sampai keributan nya terjadi lagi. Cepat-cepat Dylan mengambil alih handuk di leher Riki, berniat membantu Riki untuk mengeringkan rambutnya. Senyum lebar terukir diwajah Riki, saking lebarnya Ryo takut bibir Riki akan sobek.

"Terus aja senyum sampe sobek tu bibir." ketir Ryo.

"Widih adegan romantis." Yusril datang setelah selesai dengan kegiatan bersih-bersihnya, langsung menarik Ryo untuk bangkit dari sofa. Yusril merebahkan tubuhnya diatas sofa dengan bantalan paha Dylan. Ryo mendengus kesal, dengan terpaksa kini Ryo harus duduk dibawah dengan alas karpet.

Syakir tiba dengan Sabian dibelakangnya. Terlihat tangan Sabian membawa beberapa snack, lalu menaruhnya diatas meja. Saat hendak duduk Syakir meminta Sabian untuk mengambil minuman di kulkas. Sabian mengangguk, toh memang sebelumnya juga mau ngambil minuman.

"Abang Lo beneran ngerangkap jadi asisten Lo ya, Kir?" tanya Ryo pada Syakir yang kini tengah membuka bungkusan snack.

"Lo ga tau ya istilah Abang adalah pembantu adek? Nah gitulah." ucap Syakir acuh.

"RIKII, BIAN, YUSRIL, MAIN YOK!! ADEK SAKIR ADEK IYOO?? PERMISI ADA ORANG GA? JUNA IKUT NGINEP DONG!" teriakan Juna dari luar.

"Tu demit kok bisa nyasar kesini?!" kesal Syakir.

Sabian datang meletakan minuman yang dia bawa dari dapur, sebelum membukakan pintu untuk Juna.

"Hayy teman-teman Quu~~, gue nginep ya. Si suruh nenek Dewi." bohong Juna. Tangan nakalnya mencomot snack yang ada ditangan Syakir.

"Cuman ada satu kamar, itupun di tempati Didi. Lo mau di gudang?" ketus Syakir.

"Ketus amat Lo Cil sama gue. Lagian gue bisa tidur bareng Didi. Sabian juga ngijinin wleee!" balas Juna semakin membuat Syakir cemberut.

Suasana tenang yang sangat Dylan sukai. Namun, tak disukai oleh Juna. Sebuah ide muncul di otak Juna, saat melihat Yusril terbaring dengan bantalan paha Dylan, serta Riki yang terpejam karena usapan tangan Dylan pada rambutnya.

"Didi, tipe orang yang Didi suka kayak gimana?" tanya Juna pada Dylan. Diam-diam Juna melihat satu persatu orang yang ada disana, terlihat acuh tapi dia tau mereka penasaran dengan jawaban Dylan.

"Yaa kayak mbak IU. Cantik adem banget liatnya. Mana suaranya juga bagus."jawab Dylan.

"Ga mau kaya jaehyun atau Yuta enciti?" kali ini Juna mendapat tatapan tajam dari Riki.

"Mereka cowok. Didi masih suka melon kembar yaa, ya walaupun ga besar gapapa." ucap Dylan yang membuat Juna terbahak-bahak karena ekspresi kesal yang ditunjukan Riki serta Syakir.

"Tuh melon di pasar besar-besar. Pandangin aja itu." ketus Yusril, lalu dengan sengaja mengarahkan kakinya kehadapan muka Juna. Melakukan gerakan seakan-akan tengah menginjak wajah Juna.

02. DYLAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang