39. JANGAN PERGI LAGI

165 26 45
                                    


"Gimana Riki?" tanya Miko dengan khawatir.

"Lo disini bang?"

"Juna udah cerita semua. Didi masuk rumah sakit, gue abis dari sana. dia belum sadar, nanti Juna kasih tau kalo udah sadar." jelas Miko pada orang yang lebih muda darinya. Yusril mengusap wajahnya kasar. Dia sudah memperkirakan semua yang terjadi, ternyata ini jauh dari yang dia perkirakan.

"Lo okey?" tanya Miko pada Yusril. Walaupun tampilannya tenang, Miko tetap tahu jika Yusril juga tak jauh berbeda dengan yang lainnya.

"Ngga bang. Ini mirip sama waktu pemakaman Dion. Gue ... takut bang. Didi amankan dirumah sakit?"

Miko membawa Yusril pada pelukannya. Terbilang mereka masih seperti orang asing, tapi jika salah satu dari mereka tengah bersedih bukannya tak masalah memberikan rangkulan? Miko sebenarnya khawatir dengan keadaan Dylan. Apalagi saat dokter mengatakan jika pingsannya Dylan karena tidak sanggup menahan sakit di kepalanya. Kemungkinan Dylan akan mengingat semuanya saat bangun nanti.

"Temenin Abang ketemu Rio yuk." ajak Miko pada Yusril yang dibalas anggukan.

Disisi lain tepatnya dimana Sabian dan nenek Dewi berada. Mereka tengah menatap Riki yang terbaring, mata sembabnya terpejam dengan sesekali masih mengeluarkan isakan. Mereka belum tahu bagaimana keadaan Dylan, bahkan Dylan sedang berada di rumah sakit pun mereka tak tau.

"Dia mengingatkan nenek pada Didi." Sabian mengernyitkan keningnya kala mendengar ucapan nenek Dewi.

"Dulu Didi seperti ini. Nenek yang dulu juga masih dalam keadaan berduka gabisa berbuat apapun waktu tetangga bawa Didi ke RSJ." jelas nenek Dewi. Fakta baru yang Sabian dapatkan, ternyata Dylan masuk tempat itu karena tetangganya.

"Bukan nenek yang masukin Didi kesana?"

"Nenek mana yang tega memasukan cucunya ke tempat itu. Didi ga gila, Sabian. Alih-alih membawa Didi pada seorang psikiater mereka malah memasukan Didi ketempat itu.  Keputusan yang diambil orang yang punya kuasa memang kadang tak masuk akal."

Banyak sekali hal yang belum Sabian ketahui tentang Dylan. Masalah keluarga nenek Dewi sangat rumit untuk dipecahkan. Membuat dirinya tak yakin harus percaya atau tidak.

"Didi ... " Lirihan Riki dalam tidurnya menarik atensi nenek Dewi dan Sabian.

Tok tok

Dua ketukan pintu, pelakunya adalah Miko. Si mengetuk berdeham sebentar sebelum menyuarakan maksudnya.

"Didi, tadi pingsan. Sekarang lagi di rumah sakit. Tenang dulu, ga ada luka yang serius. Hanya pingsan karena--" Miko menelan ludahnya kasar sebelum melanjutkan ucapannya.

"--karena rasa sakit dikepalanya." lanjut Miko sambil menatap nenek Dewi.

"Dan lagi ... Didi gamau kita jenguk dia."

"Tapi kenapa, Miko?" tanya nenek Dewi dengan rasa kecewanya, yang hanya mendapat gelengan dari Miko. Sekarang yang bisa mereka lakukan menunggu, sampai Dylan sendiri yang mau bertemu dengan mereka. Kapan? Entahlah biarkan waktu yang menyembuhkan Dylan lebih dulu.

Hari demi hari terlewati. Keadaan Ryo jauh lebih baik, kini anak kelahiran Agustus itu telah mampu berdamai dengan masalahnya. Ryo kembali menjadi Ryo yang sebelumnya berkat bantuan dari sang kakak kandung, walaupun terkadang setiap malam terdengar samar-samar Isak tangis karena rindu yang menumpuk untuk pemuda pemilik senyum manis dengan gingsul, Dylan.

Lain hal dengan Riki. Separuh jiwanya seakan berkelana keluar dari tempatnya. Riki lebih sering berdiam diri didalam kamar yang dulunya ditempati oleh sang adik. Sabian bahkan sampai harus mengambil cuti kuliah untuk Riki, larat bukan hanya Riki tapi semuanya. Banyak kontra yang diterima Sabian, karena merupakan sosok yang amat berpengaruh di kampus. Mau bagaimana lagi? bukankah kesehatan mental dan keluarga lebih utama dari pada yang lainnya.

02. DYLAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang