29. KETAKUTAN NENEK

120 26 13
                                    

Nenek Dewi menatap bangunan rumah besar yang ada dihadapannya. Tungkainya melangkah masuk kedalam rumah itu, perabotan disana masih tertata rapi dan lengkap walau ditinggalkan bertahun-tahun. Pandangannya mengarah pada sebuah foto besar yang tertempel di dinding ruang utama. Dalam foto itu terdapat sepasang suami istri dengan anak laki-laki berusia sepuluh tahun. Senyum lebar yang anak laki-laki itu tampilkan menunjukkan betapa bahagianya perasaan dia.

Puas menatap anak laki-laki, kini netra nenek Dewi menatap seorang pria yang diketahui ayah dari anak tadi, juga merupakan putra tunggal nenek Dewi.

"Dimas ... Didi telah besar. Dia tampan sepertimu, dia juga galak haha ... Didi tumbuh dengan baik, banyak orang-orang yang sayang sama dia. Kamu yang tenang ya nak disana." nenek Dewi beralih melihat kearah wanita yang berstatus sebagai menantunya.

"Windi. Kamu wanita terbaik yang Dimas kenalkan pada mamah. Terimakasih karena telah menerima anak mamah dan melahirkan Didi. Tapi Windi ... Apa mamah bisa jadi nenek yang baik untuk Didi? Nenek macam apa yang menipu cucunya sendiri. Mamah takut ingatan Didi kembali, mamah takut mental Didi keganggu lagi, mamah ga sanggup liat Didi kayak dulu. Didi gak gila, cucu mamah ga gila. Dia sehat hiks ... Mamah harus gimana nak ... Hiks ... Mamah takut Didi pergi hikss ... " runtuh sudah pertahanan nenek Dewi.

Rangkaian peristiwa enam tahun yang lalu kembali berputar dalam otak nenek Dewi. Dimana hari yang dia kira akan menyimpan kenangan bahagia berubah menjadi bencana. Tepatnya hari dimana Dylan lulus dari jenjang pendidikan sekolah dasar, harusnya mereka merayakan hari itu dengan meriah dipenuhi tawa bahagia.

Manusia hanya bisa merencanakan, sedangkan yang maha kuasa lah yang menentukan. Kata jangan berekspektasi berlebihan itu benar adanya, jangan terlalu larut dalam kebahagiaan benar adanya. Setiap senyuman serta kebahagiaan yang kita keluarkan terkadang membuat orang lain iri.

Flashback

"Hoamm ibuu kenapa kita harus mandi, jika kita sendiri bisa memakai parfum agar wangi?" sebuah pertanyaan random keluar dari mulut si mungil Dylan. Wanita paruh baya yang dipanggil ibu berpikir jawaban yang tepat untuk anak semata wayangnya.

"Karena, parfum ga bisa mengusir kuman jahat yang ada di badan Didi. Sana cepat mandi, nenek sebentar lagi datang." ucap sang ibu, sambil melepas pakaian yang Dylan pakai. Sang anak menurut, tak lupa dia menaruh mainan bebek karet untuk menemani kegiatan mandinya.

"Windi ... " panggil nenek Dewi, yang entah sejak kapan telah ada di kamar Dylan.

"Mamah?! Windi kaget loh."

"Maaf, ya. Mamah mau ngasih kejutan buat bebek nakal yang susah mandi." ucap nenek Dewi dengan kekehan diakhirnya.

"Dia lagi mandi, mah. Mending kita tunggu di bawah aja."

"Ah kamu aja, mamah mau bantu Didi siap-siap." seperginya ibu Dylan, nenek Dewi segera menyiapkan pakaian yang nantinya akan Dylan pakai di acara akhir tahun sekolahnya.

"Nenekk!!!" seru Dylan, lalu berlari menghampiri sang nenek, sampai handuk yang membalut badannya terlepas karena langkah lebar yang Dylan ambil.

"Ihh bugil hahaha" ucap nenek Dewi lalu tertawa melihat tingkah random cucunya. Nenek Dewi mengambil kembali handuk yang terjatuh, mengeringkan tubuh Dylan yang masih masah sebelum didandani olehnya.

Prangg!!!

"Nenek, itu suara apa?" sejujurnya nenek Dewi pun penasaran dengan penyebab suara tadi. Sebisa mungkin nenek Dewi berusaha untuk tetap terlihat tenang agar tak membuat cucunya takut.

"Didi, mamah! Kita harus cepat pergi dari sini."

Dylan yang baru saja selesai memakai pakaian keheranan melihat sang ibu datang dengan nafas yang memburu juga keringan yang bercucuran. Bukan hanya itu, suara pecahan disertai suara tembakan semakin bersahutan.

"Rumah di kepung. Windi ga tau kenapa, tapi mas Dimas minta kita keluar lewat pintu belakang."

Segera mereka keluar dari kamar menuju pintu belakang. Keadaan dilantai satu benar-benar kacau. Para bodyguard serta orang kepercayaan keluarga Abraham tengah sibuk melawan orang-orang jahat.

"Ibu!!" teriak Dylan ketika salah satu penjahat menahan ibunya.

"Windi... SEBENARNYA APA YANG KALIAN MAU!" teriak Dimas, yang merupakan ayah dari Dylan.

"Kepuasan." sosok wanita datang dengan santainya ditengah keributan.

"Indri ... Apa maksud kamu?!"

"Dendam, kalian berdua terutama KAU WINDI! tega sekali seorang kakak merebut lelaki yang dicintai adiknya. Apa tak cukup kasih sayang kedua orang tua kita kakak rebut, sampai ORANG YANG AKU CINTA JUGA KAKAK REBUT??!" amuk Indri. Adik dari Windy.

"Indri, anak saya menjauhi kamu karena kesalahan kamu sendiri! Kamu yang pertama kali mengkhianati anak saya!" nenek Dewi membela putranya.

"Indri ... Kakak ga bermaksud seperti itu."

"DIAM!" tunjuk Indri pada Windy dengan pistol ditangannya.

"Cukup sudah aku simpan dendam ini. Lebih baik kita akhiri sekarang."

"Lepasin ibu Didi." Dylan berlari untuk menolong ibunya. Beruntungnya dia mengikuti pelatihan karate. Dua orang lelaki bertubuh besar menghalangi jalannya. Tubuhnya bergerak dengan ringan, menangkis setiap pukulan yang dilayangkan lelaki bertubuh lebih besar darinya.

"Sungguh keluarga yang saling menyayangi. Pasti akan indah jika keluarga kita dulu seperti ini kan kak?" ucap Indri terharu. Peganggnya pada pistol semakin erat. Sampai suara dua tembakan terdengar.

"Indri jangan!"

"Tenang Dimas. Aku juga akan mengirim mu, putra tersayang serta ibumu keneraka bersama kakak ku." senyuman manis tersungging diwajah cantik Karin.

DORR

DORR

"IBUU!!"

Teriak Dylan kala melihat dua peluru melesat tepat di jantung serta kening sang ibu. Saat Dylan lengah, lawannya melayangkan pukulan mengarah pada perut, hingga membuat terpental.

"Upss ... peluru yang kedua itu tanpa disengaja. Tapi baiklah, selanjutnya kamu Dimas lalu putra mu dan terakhir ibu mu." ucap Indri diakhiri dengan senyuman manis.

"Didi permintaan ayah yang terakhir. Jadilah anak yang baik dan kuat ya, nak. Nurut ya, sama nenek, maaf ayah sama ibu ga bisa nemenin kamu lebih lama lagi. Pergilah, nak. Selamatkan dirimu dan nenek, ayah sama ibu sayang sama Didi." ucap Dimas sambil menatap putra semata wayangnya untuk terakhir kali. Sangat disayangkan, perannya sebagai ayah harus berakhir secepat ini.

"Mamah ... tolong ya." nenek Dewi mengangguk dengan yakin.

"Tak perlu berpamitan. Toh kalian semua akan mati sekarang juga."

Beberapa bantuan tiba, membuat pertahanan Indri melemah. Nenek Dewi memanfaatkan kesempatan ini untuk membawa Dylan pergi.

"Ngga nenek, Didi harus bantu ayah. AYAHH!! NENEK LEPASSIN TANGAN DIDI! NENEK AYAH PERLU BANTUAN!!" Dylan memberontak, berusaha melepaskan tangannya dari genggaman nenek Dewi.

"AYAHH!!!" teriak Dylan kala melihat salah satu lelaki menusukan benda tajam pada perut ayahnya, diikuti dengan tembakan peluru secara bertubi-tubi. Dunia Dylan hancur seketika. Di umurnya yang masih muda dia harus melihat kematian tragis kedua orang tuanya.

Flashback end

"Windi ... bagaimana cara membuat adikmu jera ... "


02. DYLAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang