31. MOGOK

143 21 44
                                    

"Aa!" Riki menjauhkan ponselnya kala suara teriakan melengking terdengar dari panggilan telpon.

"Didi ... pelan pelan. Ini aa lagi kantor polisi." Riki berkata dengan sabar. Jika saja si pemanggil tadi bukan Dylan, dapat dipastikan berbagai umpatan akan Riki ucapkan saat ini juga.

"Ngapain disana? Ada bang eja?" tanya Dylan yang membuat Miko tertawa lepas. Sejak panggilan itu berlangsung dari awal Riki memang telah menyalakan mode speaker, sehingga apa yang Dylan katakan dapat terdengar semua yang ada disana.

"Nahh itu ketawanya bang Eja. Kalo gitu kasih telponnya ke bang eja."

"Nggak ya! Kamu nelpon aa, jadi hapenya tetep di tangan aa." kesal Riki.

"Ada bang Bian juga?" tanya Dylan lagi yang mengundang decakan kesal.

"Ada. Semuanya bang Bian, Yusril, Rio, Sakir. Jadi Didi yang ganteng, manis, gemes, cantik, montok semok ini ada apa nelpon?" ucap Riki yang membuat semua orang terkekeh. Sedangkan Dylan disebrang sana tengah memasang wajah kesalnya.

"Mobilnya ga bisa jalan, aa!! ini juga kak Una ga bisa benerinnya, mana sepii lagi. Didi juga ga bisa benerinnya, ini juga ada bentuknya kek kabel dicabut kak Una. Dia yang cabut dia juga yang ga bisa pasang ulang. Didi udah liat tutorial tapi gabisa, aa kesini deh! takutnya Didi kesel terus ni kabel-kabel Didi kepang." cerocos Dylan panjang lebar. Semua mendengarkan dengan seksama, walaupun terlintas dalam pikiran mereka "sejak kapan Didi menjadi bawel?"

Ryo dan Syakir saling bertatap. Bola mata Syakir mengarah pada Riki yang ada di depannya, seakan-akan berkata "ajaran a Riki", lalu dibalas dengan raut julid Ryo.

Lain dengan Yusril yang memasang wajah tanpa ekspresi, mengundang tawa Miko yang sedari tadi menatap setiap raut wajah orang-orang dihadapannya.

"HEH KALIAN DENGERIN GA SIH?!! BURUAN ATAU GAJI KALIAN DIPOTONG TERUS JAM KERJANYA NAMBAH!" teriak Dylan dari telpon.

"Didi udah diem dulu. Halo Riki ini gue Juna, tolong banget kesini secepatnya. Gue udah di omelin nenek Dewi karena lama jemput, belum lagi dari tadi ni anak bebek nyerocos Mulu! Tolong banget ya, kuping gue panas denger induk sama anak bebek ngewekwek." 

Tak lama setelah panggilan terputus sebuah notifikasi chat muncul dilayar ponsel Riki. Setelah di cek ternyata jarak mereka dengan tempat kerja Miko tak terpaut jauh. Riki kembali menyimpan ponselnya, lalu kembali menatap Miko. Orang yang ditatap pun mengangkat alisnya.

"Kurang lebih tujuh tahun Didi kehingan ingatannya. Apa selama itu Didi tak pernah mengeluh mengenai sesuatu?" tanya Riki pada Miko. Jangan lupakan fakta jika Riki sangat detail dalam menilai serta memastikan sesuatu, apalagi yang menyangkut orang-orang yang disayanginya.

"Pernah. Itu alasan nenek Dewi pindah kesini. Didi sebenernya masih punya rumah peninggalan orang tuanya. Untuk menghindari kembalinya ingatan Didi, nenek lebih milih tinggal disini. Menjauh dari hal-hal yang berhubungan dengan kejadian enam tahun yang lalu." ucap Miko. Belum sempat Miko kembali membuka mulutnya, ponsel Riki kembali berdering menampilkan panggilan dari Dylan.

"LO SEMUA BISA CEPET GA?!! TUAN PUTRI KALIAN LAGI NATEP TAJEM GUE! KALO MASIH KEPO, LANJUT AJA TANYA-TANYA DI CHAT. BURU GECE, ATAU DIDI GUE JADIIN JAMINAN PINJOL!"

"Bang Miko, kak Juna emang dedemit, ya? Kok tau dia kita masih kepo." tanya Syakir yang mendapat senyuman dari Miko.

"Iya, dedemit pelindung Didi. Hati-hati sama dia. Ayok kita jemput tuan putri." ajak Miko pada kelima orang disana.

Empat motor melaju secara beriringan, di paling depan ada Miko dengan motor patrolinya yang diikuti motor yang lain. Miko menyalakan sirine yang terdapat pada motornya agar pengendara didepannya memberi mereka jalan. Sedikit menyalah gunakan kekuasaan tidak masalah pikirnya.

Sesampainya ditempat tujuan, mereka dapat melihat Dylan yang tengah asik mengunyah jajanan dan Juna yang terlihat prustasi.

"Didi!" panggil Miko. Orang yang dipanggil mendongakkan kepalanya, tangannya melambai  dengan senyuman lebar yang ditampilkan.

"Hidih! Bang Lo ga liat gue apa? Muka gue udah sepet, asem gini malah yang diperhatiin bocah laknat ini." ketus Juna pada Miko.

"Ngapa seh lu, sensi amat?" tanya Yusril.

"Tu anak bebek dari tadi ga berhenti ngewekwek. Baru berhenti waktu Abang penjual telor gulung lewat, mau lah dia. Mana beli banyak, gue yang bayar lagi." kesal Juna.

Yusril menghela nafas. Apa seperti itu juga ekspresi wajahnya ketika Syakir merengek minta traktir? semoga saja tidak. Yusril mengeluarkan dua lembar uang berwarna biru dari dompetnya.

"Nihh gue ganti. Sisanya buat bensin si blekping." ucap Yusril sambil menyodorkan uang tersebut pada Juna.

Yusril menatap Dylan yang tengah duduk di trotoar sambil mengunyah telur gulung, yang ditatap langsung menundukkan kepalanya ketika menyadari tatapan Yusril. Di saat yang lain tengah membantu Sabian membenarkan mesin mobil, Yusril lebih memilih duduk disamping Dylan sembari menyender dibahunya.

"Lanjut aja makannya. Mas pinjem pundaknya."

"Nih coba." Dylan mengarahkan satu telur gulung pada Yusril.

"Enak, pantes beli banyak." ucap Yusril yang masih anteng menyender di pundak Dylan.

"Ekhem! mohon maaf. Kita butuh bantuan. Ini si Juna ngotak-ngatiknya gimana sih? Kok jadi gini mobil gue?" sindir Sabian pada Yusril yang malah bersantai ria menyender dipundak Dylan. Sementara orang yang disindir memilih acuh, mulutnya senantiasa melahap setiap suapan telur gulung yang disodorkan Dylan.




















Oke sekian, paii paiii~~~

02. DYLAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang