04. PENYESALAN RYO

233 34 42
                                    


Jalanan yang padat dengan kendaraan yang berlalu-lalang tak menyulitkan Ryo untuk melesat dengan cepat. Tak peduli dengan umpatan setiap orang yang dia lewati, saat lampu berubah merah pun Ryo tetap meng gas motornya. Surat tilang polisi sudah menjadi makanan setiap harinya, bahkan jalanan sudah menjadi bagian dari temannya.

Laju motor Ryo mulai melambat kala memasuki area pemakaman umum. Dia parkirkan motornya dibawah pohon bunga Kamboja. Kakinya melangkah menuju nisan teman terbaiknya. Tanpa berpikir panjang Ryo mendudukkan dirinya disamping nisan tersebut.

"Hai, sayang ... Hahaha" Ryo menyapa dengan tawa yang pilu.

"Maaf, ya. Iyoo masih suka bilang gitu. Iyo jujur tau, Iyonn emang kesayangan Iyo." Ryo tersenyum, tangganya mengusap nisan yang tertulis nama Dion.

"Iyo, tadi ketemu orang yang mirip banget sama Iyon. Namanya dilan, bukan dilan milea ya, haha. Iyo tadi peluk dia, terus kayaknya dia risih deh. Iyo harus minta maaf ga kira-kira?" tempat itu sepi. Hanya ada Ryo seorang yang tengah berbicara dengan nisan Dion.

"Harusnya dulu Iyo bisa narik tangan Iyon. Mungkin sekarang Iyon lagi marahin Iyo. A Iki juga pasti ga akan punya trauma. Iyo, kangen Iyon."  ingatan Ryo kembali memutar kejadian tiga tahun lalu. Dimana saat itu Dion dengan sangat bersemangat mengajak Ryo melihat air terjun yang menyatu dengan sungai.

"Iyoo, kok airnya keruh ya, padahal kemarin masih jernih?" tanya Dion yang melihat air disungai itu keruh. Ryo yang mengerti dengan situasi pun mengajak Dion untuk kembali. Awalnya Dion mengiyakan ajakan Ryo, namun di urungkan saat pandangannya melihat seekor tupai di bebatuan sungai.

"Bentar Iyo, kasian itu tupainya pasti ketakutan." Dion menjauh dari Ryo untuk menghampiri. Hal itu membuat Ryo panik, dia pun mengikuti Dion.

"Udahkan? Ayok balik." ajak Ryo saat tupai itu telah ada dipelukan Dion. Posisi Ryo saat itu telah sampai pinggir sungai, sedangkan Dion harus melewati satu batu lagi sebelum akhirnya Dion tergelincir karena batu yang menjadi pijakannya licin.

BYURRRR

"IYONN!!" teriakan Ryo menarik perhatian semua orang, hingga mereka segera datang menuju asal suara.

"Iyo, Iyon mana?!." tanya Syakir yang tiba lebih dulu dari yang lain. Ryo tak menjawab dia langsung melepas jaketnya untuk mencari Dion. Syakir pun tak berdiam diri, dia menyusuri sungai untuk mencari keberadaan Dion.

"Ryo... Haryo!!!" Ryo tersadar dari lamunannya saat seseorang menepuk pundaknya.

"A Iki ... "

"Jangan merasa bersalah. Emang ini takdirnya Dion. Ga ada yang salah disini, Ryo." Riki sepertinya paham akan penyesalan yang Ryo rasakan. Riki atau siapapun tak pernah menyalahkan hal itu, mereka tau ini takdir Dion.

"Maaf, a. Gue lagi kangen sama kesayangan, jadi gini deh." Ryo menghapus sisa air mata yang ada diujung matanya. Sebelum akhirnya mendapat pukulan dari Riki.

"Adek gue udah nyatu sama tanah aja, lu masih godain. Dasar biawak lu."

"Biawak kesayangan Dion yekan." ucap Ryo sambil menaik turunkan alisnya, yang mana hal itu mengundang tatapan malas Riki.

"Eh, betewe a. Pagi tadi gue ketemu orang yang mirip Dion." Ryo menatap Riki yang mengangguk sambil mencabut beberapa rumput yang tumbuh di samping makam Dion. Ryo merasa aneh, kenapa Riki tampak biasa saja.

"A, kok Lo biasa aja?" tanya Ryo penasaran.

Riki selesai dengan kegiatannya. Lalu menatap Ryo yang juga tengah menatapnya.
"Karena gue juga udah ketemu sama tu orang. Ga secara langsung, dari jauh aja sih. Seharian ini gue ngikutin dia, sampe bolos matkul hehe."

"Lo tau, Ryo? Gue pengen banget meluk dia, tapi dia bukan Dion. Dia dingin, tak tersentuh, dia bukan Dion." Ryo terkejut dengan ucapan Riki. Sebenernya sejauh mana Riki memperhatikan hingga dapat menyimpulkan seperti itu.

"Dia bukan Dion. Tapi gue mau dia jadi milik gue, gue harus pelan-pelan deketin dia. Dulu Dion duluan yang deketin gue, sekarang kebalik gue duluan yang harus deketin orang itu." Riki menatap Ryo dengan senyuman yang terlukis di wajahnya.

"Dilan. Itu namanya, Didi nama kecilnya. Gue juga nyari tau tentang dia. Gue harap kita semua bisa kerja sama, a." Ryo menjabat tangan Riki, seakan-akan tengah membuat perjanjian. Kita yang dimaksud Ryo itu juga termasuk Sabian, Yusril dan Syakir.

.
.
.
.
.
.
.
.
Aku ngejar target, pengen cerita ini cepet end. Takutnya nanti aku banyak tugas hueehueee😭🙏

02. DYLAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang