40. TUJUAN INDRI

120 22 35
                                    

Sengaja aku bold. Maaf aku up tengah malem lagi ... Salah aku juga sih.

Kalian bacanya besok pagi aja, ya 😃

G'night semuanyaa~~









"Nyonya seorang polisi ingin bertemu dengan anda." ucap seorang pria berbadan kekar dengan setelan hitam-hitam.

"Polisi? Biarkan dia masuk."

Kurang lebihnya Indri tahu siapa polisi yang ingin bertemu dengannya. Tidak pernah ada satupun polisi yang mendatangi kediamannya selain Miko, anaknya sendiri. Walaupun jejak kejahatannya terendus oleh pihak penegak hukum, satu orang pun tak ada yang berurusan lama dengannya. Cukup memberi suapan uang atau ancaman mereka akan menutup mulut dan matanya.

"Ada apa gerangan anakku datang kemari dijam kerjanya?" sambut Indri saat mendapati Miko kini telah masuk kedalam ruangan pribadinya.

"Ibu pasti tahu maksud dan tujuan Miko." Indri terkekeh mendengar perkataan sang anak yang terdengar lucu di telinganya. Tentu saja dia tau maksud kedatangan sang anak kemari.

"Seharusnya kamu bantu ibu, Miko!" hardik Indri pada sang anak yang tetap berdiri tenang.

"Miko bantu ibu. Bantu untuk keluar dari kelakuan bejat ibu. Cukup ibu, banyak yang udah ibu perbuat. Jangan lagi."

"Cukup kamu bilang? Tidak nak, ini belum cukup." Indri menghela nafas, seraya menyenderkan punggungnya pada senderan kursi.

"Jangan mentang-mentang kamu punya banyak pendukung, kamu bisa menghentikan ibu Miko. Apa yang ibu lakukan tak sebanding dengan rasa sakit dan malu ibu! Kamu tau Miko? Awal penderitaan ibu itu disebabkan oleh Ayahmu! Seharusnya kamu berterimakasih, karena aku masih mau melahirkan mu ke dunia dan membiayai pendidikan mu!" amuk Indri, telunjuknya berkali-kali menunjuk-nunjuk Miko.

Terkejut? Tentu tidak. Ini hal biasa yang selalu Miko terima setiap kali meminta sang ibu untuk menghentikan tindakan jahatnya. Tapi jika ditanya soal dilahirkan, tentu Miko pun tak bisa berbuat apa-apa. Jika dia bisa memilih, pasti dia tidak akan memilih dilahirkan di dunia ini. Pasti ini semua tidak akan terjadi, dan Dylan pasti akan hidup dengan keluarga yang lengkap.

"Daripada menyalahkan ayah, kenapa ibu ga nyalahin diri ibu sendiri? Kenapa saat itu ibu memilih bermain dibelakang belakang om Dimas? Pasti semua ini ga akan terjadi, Bu. Ibu pasti ga akan kehilangan om Dimas juga harta ibu." bela Miko. Akhirnya segala ucapan yang selalu dia pendam dapat dia keluarkan saat ini juga. Cukup lama Miko menahan karena takut menyakiti perasaan sang ibu.

"Kamu benar Miko. Semua ini terjadi karena ibu, karena kesalahan ibu ... " ucap Indri dengan nada rendahnya. Miko tertegun, rasa haru mulai dia rasakan. Ibunya telah sadar?

"Ibu salah karena memilih ayahmu sebagai pelarian. Harusnya ibu memilih lelaki yang lebih kaya, bahkan lebih kaya dari Dimas." lanjut Indri yang semakin membuat Miko hilang kesabaran. Tidak peduli jika di cap sehari anak durhaka ataupun pembangkan, toh dari awal kehadirannya sama sekali tak diharapkan oleh ibunya.

"Ibu ga waras. Harta udah merenggut kewarasan ibu!"

"IYA!" teriak Indri yang membuat Miko tersentak.

"Ibu ga waras Karna harta. Asal kamu tau Miko, sedianya kamu berada di pihak ibu. Seluruh harta ini pasti akan jatuh ketangan kamu nantinya. Bahkan jika mau, kamu hanya perlu berdiam diri bagaikan pangeran dirumah. Tanpa perlu bekerja sebagai polisi, yang pendapatannya tak seberapa.  Kembalilah nak, jangan ikut campur dalam masalah ibu. Tinggalkan nenek dan sepupu gila mu itu." ujar Indri sambil menjulurkan tangannya kedepan Miko.

Miko menatap tak minat tangan sang ibu yang menggantung di udara. Netranya menatap tak minat pada ajakan jabatangan sang ibu. Rayuan mengenai harta sama sekali tidak membuat Miko tergiur, selama hidupnya sang ayah selalu mengajarkan tentang kebenaran dan keadilan bukan tentang harta. Untuk apa harta yang berlimpah jika nantinya dia hidup dalam keadaan sepi dan kosong?

"Maaf ibu. Ayah selalu bilang, sesuatu yang didapat dari hal yang tidak baik akan menghasilkan hal yang tidak baik juga. Miko permisi." Miko berbalik, melangkah pergi meninggalkan sang ibu yang menggeram menahan emosi.

"Ini yang kamu pilih, Miko. Jangan salahkan ibu jika menyesal."


-=DYLAN=-

Suasana sengit mendominasi ruang tengah. Sedari tadi Juna merasa jengah dengan tingkah kelima teman-temannya yang saling mengeluarkan aura permusuhan. Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba rumah Riki didatangi tiga orang power ranger dengan perawakan wajah sangar. Meskipun setiap tatapan tajam yang mereka layangkan bukan untuk Juna, tetap saja hal itu mengganggu ketenangan seorang Juna.

"Kalian ngapain kesini?" tanya Syakir pada tiga orang tersangka yakni Sabian, Yusril dan Ryo.

"Tentu aja kita ga terima. Kalo Lo sama Riki mau monopoli Didi tanpa kita bertiga." jawab Yusril tak kalah sengit.

"Udah sih, didinya gue bawa kabur lagi nih kalo kalian masih kek begini." prustasi Juna. Lagian aneh kenapa mereka bertiga bisa tahu jika Dylan ada disini. Apa karena kontak batin? Padahal Juna dan yang lainnya menyetujui permintaan Syakir untuk tidak memberitahu dulu yang lain jika Dylan ada di rumah Riki.

"Berani Lo?" tanya Sabian tanpa ekspresi. Juna seketika bergidik ngeri, sekujur tubuhnya merinding ditatap oleh Sabian.

"Kak Una udah pasti ga berani. Tapi kalo Didi yang minta, pasti kak Una lakuin." Dylan datang menghampiri keenam pria yang tengah berkumpul diruang tengah dengan tangan membawa nampan berisi beberapa minuman kaleng dan cemilan.

"Yahh Didi jangan pergi lagi." Sabian mendadak berubah 180° dari sebelumnya.

"Didi masa tega ninggalin Yusril oppa lagii eungg??"

"Iyo ga kuat nahan rindu lagi. Hidup Iyo kek hampa kalo ga ada Didi. kesayangan iyoo."

"Di, aa gantung diri nih di pohon mawar."

Juna bergidik ngeri melihat setiap sandiwara teman-temannya. Lebay, satu kata yang mampu mendefinisikan semua tingkah mereka. Setidaknya ada Syakir yang masih waras.

"Untung lu waras, Cil."

"Banyak omong mereka. Mending gue langsung culik aja Didi. Terus kurung, selesai." Juna menjatuhkan rahangnya kala mendengar perkataan Syakir. Dia lebih parah ternyata, diam-diam menghanyutkan. Oke semua power ranger Dylan tidak ada yang waras, Juna akui itu.

"Dih ogah banget gue." celetuk Dylan. Tak disangka kelimanya tiba-tiba bangkit mendekat kearah Dylan. Wajah Dylan memucat, kelima orang yang hendak mendekat menatapnya dengan tatapan aneh.

"LO SEMUA BISA JAUHIN GUE GA?" Dylan memeluk tubuhnya yang mulai keringat dingin.

"We love you, dilann~~" ucap kelimanya secara bersamaan saat hendak memeluk Dylan.

"OGAH GUEE, SYUHHH PERGI SANAA!!!"

"Sehat-sehat pawang power renjer." Juna duduk santai dengan minuman soda ditangannya. Pemandangan didepannya kini sangat mubazir untuk dihentikan.




























Pemanasan dulu sebelum menuju aksi~~

02. DYLAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang