42. PENGALIHAN

107 21 32
                                    

Miko menyenderkan punggungnya pada sandaran sofa. Teman-temannya baru saja pergi, baru saat hendak memejamkan mata sebuah notifikasi muncul dilayar ponselnya.

_________

Ralat, bukan besok tapi sekarang di toko nenek Dewi. Ada orang lain yang ngincar nenek Dewi sama Dylan.

________

Miko mendesah prustasi. Kata gila tidak cukup mendefinisikan ibunya. Bahkan ibunya lebih gila dari kata gila. Miko menyambar jaket serta kunci motornya. Kakinya melangkah cepat menuju tempat tujuan. Tangannya tak berhenti mendial nomor Sabian, disaat situasi seperti ini kenapa orang itu sangat sulit untuk dihubungi?! Padahal kemampuannya dalam berkendara sangat diperlukan saat ini.

"Sorry lagi isi bensin tadi, kenapa?"

"Dateng ke toko bunga. Kosongin tempat, amanin Didi sama nenek, Juna juga."

"Alasan?"

"Bom." Miko menutup panggilannya sepihak. Sabian orang pintar, Miko yakin dia mengerti maksudnya tanpa perlu menjelaskan secara panjang lebar. Miko melaju membelah jalanan, hatinya tidak tenang. Beberapa kali dia hampir menabrak, beruntung dia bisa mengambil alih kemudi kembali.

Sementara itu, disisi lain selepas selesai dengan urusannya bersama Miko. Juna membawa Dylan untuk menemui nenek Dewi di Floris. Alangkah senangnya nenek Dewi saat melihat cucunya kembali, tangis haru tanda tercurahnya segala kerinduan mengiringi pertemuan antara nenek dan cucu. Juna menceritakan segala perkembangan Dylan selama menjalani terapi, tidak lupa Juna memberi tahu semua informasi yang baru saja dia dapatkan dari Miko serta rencana yang akan mereka lakukan.

"Tutup toko lebih cepet aja, nek. Nenek sama Didi tinggal di apart bang Miko. Bang Miko sendiri yang minta." ucap Juna menyampaikan amanat dari Miko.

"Iya, Miko tadi kirim pesan soal itu." seketika Juna menjatuhkan rahangnya. Jika Miko sendiri telah mengirim pesan kenapa dia juga meminta agar Juna menyampaikan pesan yang sama? Dasar merepotkan, pikir Juna.

Lelaki bertubuh kekar dengan stelan pakaian serba hitam memasuki toko dengan tingkah yang sangat mencurigakan. Seketika asap memenuhi seluruh sisi toko, menghalangi pandangan. Juna mencoba meraih tangan Dylan, namun nihil asap disekelingnya sangat tebal hingga matanya kesulitan untuk melihat. Bahkan Juna dapat merasakan seluruh tubuhnya melemas saat ini juga. Baiklah Juna coba menahan nafas, telinganya samar-samar mendengar suara langkah yang diseret, pasti itu Dylan pikirnya.

Berhasil. Juna berhasil keluar, pandangannya kini menangkap Dylan nyang terus memberontak saat  di tarik paksa oleh lelaki besar itu. Tepat sekali, Miko serta Sabian dan yang lainnya sampai Juna langsung berteriak meminta bantuan. Tiga lelaki berbadan kekar menghadang mereka. Riki menggeram kesal, tidak bisakah mereka memberi sedikit waktu untuk mencurahkan rindu atau sedikit berehat? Belum sehari dirinya bertemu dengan Dylan, orang-orang telah mengambilnya kembali.

"MAJU LO BERTIGA. BERANINYA KEROYOKAN. JANGAN PAKE SENJATA, BANGS**" tantang Riki pada ketiga orang tadi. Merasa tertantang ketiga lelaki itu membuang senjata yang ada ditangannya. Hanya seorang hama kecil pikir mereka, pasti mudah. Nyatanya salah, walaupun tubuhnya tak sebesar tiga yang tadi tapi tenaganya mampu mengimbangi mereka.

Ryo merasa posisinya kini tak terlalu diperlukan ditempat ini. Lebih baik dia mengejar mobil yang membawa Dylan pergi, tak lupa Ryo memungut senjata yang dibuang lelaki yang tengah dihajar oleh Riki.

Bantuan dari pihak lawan tanpa diharapkan datang. Riki masih melawan tiga dari mereka, dibantu oleh Miko, Sabian, dan Yusril. Sementara Juna dan Syakir membantu mengevakuasi orang-orang yang berada didalam toko. Syakir tak henti-hentinya mengumpati para polisi yang sangat lamban, waktu telah berlalu tapi para penegak hukum itu belum juga memunculkan batang hidungnya. Mereka kalah cepat dengan lawan.

Juna menemukan sisi lain dari teman-temannya. Sisi monsters, bahkan Yusril yang dia kira konyol bisa dengan mudah melumpuhkan empat lawan. Tidak pernah Juna mengira jika Syakir yang memiliki wajah polos sangat amat pandai dalam membidik lawan dengan pistol.

"Gila, gak lagi gue berani bikin mereka cemburu." Juna bergidik ngeri. Apalagi melihat keberingasan Riki dalam melayangkan pukulan. Jika dilihat tubuh Riki seperti tak memiliki beban berat, namun setiap pukulan dan tendangan mampu membuat lawannya terpental.

"Juna, keluar. Menjauh bomnya di dalam." teriak Miko pada Juna yang malah melamun didalam toko. Juna tersadar, tujuannya disini adalah untuk mencari nenek Dewi. Terlambat, belum sempat Juna keluar dengan nenek Dewi salah satu lawan mengunci mereka dari luar. Juna mencari benda yang bisa digunakan untuk memecahkan kaca, nihil. Lawannya teramat cerdas, sebelum Juna sempat memecahkan kaca pria itu lagi-lagi melemparkan bola asap yang membuat Juna kehilangan kesadarannya.

"SIAL! SERIUS INI GA ADA SATUPUN BALA BANTUAN YANG DATANG?! KALO GA ADA GUE MINTA MALAIKAT AJA YANG DATENG, CAPE GUE BERANTEM." teriak prustasi Yusril yang telah lelah menghadapi lawan yang tiada habisnya.

"Ini buat Lo yang ganggu waktu gue drakoran." ucap Yusril saat melayangkan tendangan kearah perut lawan.

"Buset! Berani bener Lo nonjok gue, skincare gue mahal. Rasain pukulan gue." Yusril terus mengoceh disaat melayangkan pukulan.

"TELAT BANGET PAK DATENGNYA!!" amuk Yusril saat sirene polisi terdengar dari kejauhan. Para lawan berbondong-bondong berusaha melarikan diri, kecuali yang telah terkapar tak berdaya.

Miko berlari kearah toko bunga, berkat bantuan Sabian dia bisa membobol pintu kaca yang terkunci. Mereka segera mengevakuasi beberapa orang yang belum sempat dibantu tadi, tidak lupa dengan Juna dan nenek Dewi. Selesai mengevakuasi, kini petugas segera memeriksa keadaan toko guna mencari keberadaan bom yang dilaporkan. Petugas mengecek keseluruhan bagian toko, mereka sama sekali tidak menemukan bom yang dimaksud. Kecuali sebuah kotak hitam dengan balutan pita merah. Tampilannya boleh saja terlihat indah dan elegan, seperti ibunya. Tapi yang pasti isinya tak seindah rupa luarnya.

"ARGHH!!! KITA DIJEBAK. GA ADA BOM, INI CUMAN PENGALIHAN." Riki memukul kaca jendela toko hingga pecah, menyalurkan segala amarahnya. Kotak itu berisi kertas yang bertuliskan kalimat 'Saya Terima Dylan-nya dan Terimakasih atas pertujukannya'

Tak lama ponsel Miko berdering, nama sang ibu tertera dengan jelas disana. Miko segera menggeser ikon hijau, tak lupa menyalakan speaker.

"Bom!! HAHAHA bagaimana itu bom yang ibu maksud Miko. Kamu pikir ibu lengah? Ibu tau kamu mengirup penyusup, tenang saja temanmu aman. Nanti akan ibu beri pelajaran bersamaan dengan mu. Hah~~ untuk sekarang ibu akan memanjakan sepupu tersayang mu, nak. Tenang akan ibu kembalikan nanti, walaupun tak seutuhnya. HAHAHA." panggilan terputus.

"Hubungi Rio. Minta titik lokasi, dan jangan sampai dia ketahuan. Lo semua obati luka kalian dulu." ucap Miko sambil menaiki kendaraannya.

"Waras Lo bilang gitu?! Gue ikut, yang lain juga pasti." lagi dan lagi Syakir melupakan tatakrama sopan santunnya pada yang lebih tua. Tanpa izin Syakir duduk dibelakang motor Miko, sementara yang lain menaiki mobil Sabian.

Ditempat lain kini Ryo tengah mengendap-endap mengikuti para pria yang membawa Dylan. Dapat Ryo lihat mereka menyeret tubuh Dylan dengan sangat tidak berperasaan disaat tubuh itu kehilangan setengah kesadarannya. Tak mudah untuk Ryo sampai ditempat ini, dia bahkan harus merelakan motor sport kesayangannya yang jatuh kedalam jurang hanya untuk mengalihkan perhatian para penjahat.

Lokasi ini terpencil, bahkan jaringan pun sangat sulit untuk Ryo dapatkan. Beruntungnya dia tadi sempat mengirim titik lokasi walaupun jaraknya sedikit jauh dari posisi. Tapi tenang saja Ryo juga meninggalkan beberapa jejak untuk memudahkan teman-temannya.

"Didi, bertahanlah. Iyo mohon."





































Panik ga panik ga?
Kasian banget Juna, udah effort cari tutorial selamat dari bom. Ehh malah kena tipu, mana anaknya pingsan lagi

Sopan ga kalo aku bilang, enjoy?
Ehehe🥰

02. DYLAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang