• | chapter 44

1.1K 98 9
                                    

Saat ini gadis yang bernama Alena itu baru saja tersadar dari anastesi pasca operasi sel punca, Alena juga saat ini masih di tempatkan di dalam ruang ICU, Saat ini dr. Jevan sebagai dr. Anastesi yang memantau langsung kondisi Alena tengah memeriksa kondisinya.

"Alena apa yang kamu rasakan sekarang? Apa terdapat keluhan?" Tanya dr. Jevan, dokter itu terus saja memandang Alena, ia jadi teringat seperti mengenal gadis ini, tapi dimana.

"Saya merasa nyeri dan kebas di punggung" ucapnya dengan suara kecil disertai dengan rintihan.

"Kamu jangan banyak bergerak terlebih dahulu, sekarang tidur saja dahulu disini ya" ucap dr. Jevan ramah, ia menaikan kembali side rails agar Alena tidak terjatuh, ia juga meminta perawat untuk memantau infus Alena. "Suster, setelah ini saya resepkan suntikan infus pasien ya untuk pereda nyeri, terimakasih ya Sus". Kemudian dr. Jevan meninggalkan ranjang pasien Alena.

Beberapa saat kemudian suster itu kembali membawa suntikan yang sudah berisi cairan pereda nyeri.

"Permisi saya masukan dulu ya pereda nyerinya" suster itu menyuntikan kepada bagian bawah botol infus dan mengatur lajunya air infus agar lebih pelan dari sebelumnya.

"Alena kalo butuh apa nanti bilang ya, kamu tidur saja dulu istirahat, nanti kalo kondisi kamu sudah membaik, kami akan membawa kamu kembali ke kamar rawat inap" ucap suster itu, Alena hanya mendengarkan saja, kemudian memejamkan mata untuk menghilangkan rasa nyeri.

-000-

"Mala..." Panggil Diana dari arah luar, hingga ia masuk ke dalam dengan sedikit berlari."Maksud di chat kamu gimana tadi? Mas-mu kenapa?" Tanyanya setelah sudah memasuki ruangan dokter yang berada di poli syaraf.

"Biasa banget teriak-teriak ih, malu aku" Mala mencebikan bibirnya kesal dengan sifat teman satunya ini. "Aku enggak habis pikir sama mas, Na" jawab Mala menghela nafas.

"Kamu tahu sendiri kan, belakangan ini aku susah sekali ketemu mas dan menghubunginya" ucap Mala menambahkan, sementara Diana mengangguk antusias, Diana menjadi salah satu orang yang selalu mendengarkan curhatan Mala tentang mas-nya.

"Terus-terus"

"Kamu tahu enggak, siapa wali pasien yang aku temui di depan ruang operasi setelah aku menemani dr. Prass tindakan?" Diana menggelengkan kepalanya, yang benar saja kenapa jadi main tebak-tebakan begini pikir Diana.

"Ya enggak tahulah Mal.. yang bener aja, cepetan penasaran nih"

"Aku lihat mas di depan ruangan itu" ucap Mala menggebu-gebu, Diana kaget bukan main, setahunya mayor satu itu sangat mencintai gadis yang ada di hadapannya ini.

"Keluarganya kali" cetus Diana.

"Aku sudah bertemu dengan keluarga intinya Na, aku melihat wajahnya dan mas juga jauh berbeda, sejujurnya saat ini aku pusing Na" Mala memperhatikan cincin pertunangan dengan masnya itu.

"Kamu jangan ambil keputusan berdasarkan emosi dan ego sesaat Na, kamu tanya dulu sama Pak Teddy" Diana menenangkan teman satunya ini, ia tidak ingin temannya memutuskan hal yang gegabah.

"Tapi kalo ujungnya aku sakit hati gimana? Aku sudah enggak mau melalui fase itu"

"Kamu jangan berpikir yang macam-macam dulu Na, hubungan kalian sudah cukup jauh juga, bertunangan bukan berpacaran lagi, segala hal harus di omongin dengan kepala dingin, kalo kalian ingin sampai di tahap palinh serius yaitu pernikahan" nasihat Diana mencubit hati kecil Mala, jangan di tanya dia sangat ingin membangun mahligai pernikahan dengan masnya.

"Setelah pertemuan tadi di depan ruang operasi, Pak Teddy ada ngomong apa gitu enggak Na?" Tanya Diana penasaran.

"Ada... Tapi aku bilang urusin dulu saja itu cewek, aku juga bilang mau cek kondisi pasien yang lain"

Ajudan | LENGKAP✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang