"Lo bareng Heksa ya, tempat tinggal dia yang paling deket sama kosan lo. Keberatan?"
Keberatan sebenarnya—sangat. Tapi saat itu, Sava mengatakannya begitu saja sehingga semua orang mendengar. Keisya merasakan jantungnya berdegup lebih kencang, campuran antara rasa gugup dan sedikit kesal.
"Udah malem, Kei. Nggak bakal nemu juga driver ojol baik jam segini," imbuh Revan sambil terkekeh yang dia setujui dalam hati. Keisya menghela napas pelan, menyadari kebenaran perkataan Revan.
Tidak punya pilihan lain, Keisya menoleh kepada Heksa, menatap cowok itu beberapa detik sebelum berkata, "gue boleh nebeng kan?" Tanyanya. Suaranya terdengar antara ragu dan malu.
"Selalu nggak papa kalau sama Heksa." Jendra menimpali dengan nada menggoda.
"Heksa nggak bakal mungkin nolak sih, Kei." Jay ikut berbicara. "Cuman ada baiknya lo yang hati-hati aja kalau sama dia."
"Emang gue ngapain?" Saut Heksa sambil memakai jaket leathernya yang mengkilat. Keisya mengamati cowok itu yang selalu terlihat tenang saat ikut berdiri sambil memasukkan handphone dan rokoknya ke saku jaket bagian dalam. Tanpa sadar, matanya terpaku pada gerakan tangan Heksa yang lincah dan pasti.
"Enggak, lo cuma lagi jomblo. Jadi Kei, waspada aja kalau bisa," ucap Jay dengan nada bercanda.
Dalam hati Keisya hanya mengiyakan dengan malas sambil ikut berdiri. Dia juga masih menunggu persetujuan Heksa untuk pulang bersama karena cowok itu sampai sekarang belum mengatakan bahwa dia setuju. Jadi walaupun langkah mereka sama sama ke arah parkiran, Keisya berhenti tepat di tangga terakhir sambil kembali menyalakan handphone, jaga-jaga kalau andaikan Heksa menolak.
"Gak jadi bareng gue?" Keisya menoleh, menatap Heksa yang ternyata berbalik lagi ke arahnya. Padahal, Keisya pikir cowok itu akan pergi begitu saja. Ada sedikit kelegaan yang muncul di dadanya.
"Lo belum jawab sih, gue boleh nebeng atau enggak," jawab Keisya sambil mengulang pertanyaannya tadi. Dia berusaha menjaga nada suaranya tetap tenang, meskipun jantungnya kini telah berdebar lebih kencang.
"Lo mau nggak?" Tanya Heksa balik, matanya menatap langsung ke mata Keisya.
Bertepatan dengan itu, Keisya melihat Sava melambaikan tangan kepadanya lalu masuk ke dalam mobil milik Revan.
"See you tomorrow!" Yang dibalas Keisya dengan lambaian tangan sambil tersenyum, sebelum kembali menoleh kepada Heksa. Senyumnya perlahan memudar, digantikan ekspresi ragu.
"Gue nggak punya pilihan lain kan?" Tanyanya. Pada saat itu, motor yang dikendarai oleh Jay dan Jendra telah melaju cepat meninggalkan keduanya.
Heksa mendengus kemudian berbalik, menuju parkiran mobil diikuti Keisya di belakangnya.
Langkah Keisya sedikit ragu, namun dia tetap mengikuti Heksa berjalan. Ini adalah kali pertama Keisya berinteraksi dengan Heksa, dan sepertinya cowok itu tidak seburuk yang dia kira. Jadi, Keisya akan mengikuti alur dengan baik.
Dia masuk ke dalam mobil, memakai seatbelt, lalu diam memandangi jalanan yang masih saja ramai. Aroma maskulin parfum Heksa samar-samar tercium, membuat Keisya tanpa sadar menghirup lebih dalam.
Tidak ada yang memulai pembicaraan berarti, sampai akhirnya Heksa tiba-tiba bersuara. "Lo keberatan atau nggak kalau gue cari makan dulu sebelum nganterin lo pulang?" Suara bariton Heksa memecah keheningan.
"Nggak, kok. Santai aja," jawab Keisya. Dia menoleh sekilas kepada Heksa yang masih fokus menyetir. Matanya tanpa sengaja terpaku pada profil wajah Heksa yang terlihat tegas di bawah cahaya lampu jalan.
"Oke. Kalau gitu gue juga nggak keburu."
"Iya, santai. Kosan gue bebas." Keisya berusaha terdengar kasual, meski jantungnya berdebar lebih cepat. Sedangkan Heksa hanya menjawab dengan anggukan kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate's Knot
General Fiction"Ayo pacaran, Kei," ajakan tak terduga itu meluncur dari mulut Heksa, membuat Keisya yang awalnya asyik bermain handphone mendongak, antara kaget dan bingung. Keisya yakin tidak salah dengar ketika melihat raut wajah Heksa yang begitu serius menatap...